Persatuan Adalah Buah Persaudaraan

"Masyarakat Islam itu satu dalam rujukan sumber hukumnya, sekaligus sebagai sumber hidayah, itulah Al Qur'an Al Karim dan Sunnah Al Muthahharah. Satu dalam idolanya yaitu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai uswah hasanah"


Di antara buah dari ukhuwah adalah Al Wahdah yang artinya bersatu sebagai lawan dari kata Al Firqah yang artinya berpecah-belah.

Masyarakat Islam yang bersaudara adalah masyarakat yang satu dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, arah pemikiran, perasaan, perilaku dan tata kehidupan, tradisi sosial nilai-nilai kemanusiaan, dan dasar-dasar hukumnya.

Masyarakat Islam itu satu dalam ahdaf (sasaran)-nya yaitu yang menghubungkan bumi dengan langit, dunia dan akhirat, makhluq dengan khaliqnya. Sama dalam asas-asas manhajnya, yaitu yang menggabung antara idealita dan realita, antara tsabat (yang konstan) dengan tathawwur (fleksibel) dan antara berpegang pada warisan khasanahnya dengan daya kreatifitas dan kemodernan.

Masyarakat Islam itu satu dalam referensinya (rujukan, sumber hukum), sekaligus sebagai sumber hidayah, itulah Al Qur'an Al Karim dan Sunnah Al Muthahharah (yang suci). Satu dalam idolanya yaitu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai uswah hasanah. Mereka adalah masyarakat yang beriman kepada Rabb yang satu, kitab yang satu, rasul yang satu, dan menghadap kiblat yang satu, dengan ibadah yang satu dan berhakim dalam memutuskan segala persoalan pada syari'at yang satu. Wala' (loyalitas)-nya pun adalah wala' yang satu yaitu wala' kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. Hanya karena Allah ia cinta, karena Allah ia benci, karena Allah ia mengikat hubungan dan karena Allah pula ia memutuskan hubungan. Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman:

"Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka". (QS Al Mujaadilah: 22).

Tidak sepantasnya masyarakat Islam itu berpecah belah seperti masyarakat lainnya yang dipicu oleh fanatisme golongan, ras, warna kulit, tanah air (bangsa/asal daerah), bahasa, klas sosial, madzhab atau yang lainnya yang dapat merongrong persatuan.

Ukhuwwah Islamiyah berada di atas segala macam ashabiyah (fanatisme) apa pun nama dan bentuknya. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sangat anti terhadap segala fanatisme seperti ini, sebagaimana dalam sabdanya:

"Bukan termasuk ummatku orang yang mengajak pada ashabiyah, dan bukan termasuk ummatku orang yang berperang atas dasar ashabiyah, dan bukan termasuk ummatku orang yang mati atas dasar ashabiyah.". (HR. Abu Dawud).

Al Qur'an memperingatkan akan bahaya rekayasa yang dihembuskan oleh orang-orang non nuslim yang ingin memecah belah ummat Islam dan memporak porandakan persatuan mereka. Sebagaimana hal seperti ini pernah dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap kaum Muslimin dari suku Aus dan Khazraj setelah dipersatukan oleh Allah dalam Islam. Allah berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dan orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman. Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu, Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhuya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan (memegang teguh) Islam. Dan berpegang teguhlah kamu semua kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamathan kamu dari padanya, Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.". (Ali Imran: 100-103).

Kemudian Allah Subhana Wa Ta'ala memperingatkan kepada kita agar jangan bercerai-berai dan berselisih, sebagaimana firman-Nya:

"Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." .(QS Ali 'Imran: 105).


Antara ayat yang memerintahkan untuk berpegang teguh pada tali Allah dengan ayat yang melarang bercerai berai dan berselisih disebutkan ayat yang mewajibkan ummat untuk berda'wah dan beramar ma'ruf dan nahi munkar sebagai berikut:

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung." .(QS Ali 'Imran: 104).

Ini menunjukkan bahwa yang mempersatukan ummat dan yang mengumpulkan (merajut) keping-keping ukhuwah di antara mereka adalah adanya manhaj yang jadi pegangan dan rujukan ummat. Itulah tali Allah (Islam dan Al Qur'an) dan risalah yang sama yang diperjuangkan dan menjadi pusat perhatiannya. Itulah dakwah ke arah kebajikan, beramar ma ruf dan nahi munkar.

Tetapi apabila ummat itu bermalasan untuk memperjuangkan risalahnya atau kehilangan manhaj maka jalan menuju persatuan itu akan tertutup dan mereka bercerai berai. Ada yang ke kanan dan ada yang ke kiri, dan syetan akan menyeretnya ke timur dan ke barat. Inilah yang diperingatkan oleh Al Qur'an:

"Dan sesungguhnya inilah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu (dapat) mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahlan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.". (QS Al An'am: 153).

Persatuan ummat yang diwajibkan oleh Islam bukan berarti mengingkari adanya heterogenitas (keberagaman) yang disebabkan adanya perbedaan lingkungan, adat istiadat, latar belakang budaya yang beraneka ragam serta pengaruh tingkat ilmu pengetahuan dan intelektualitasnya. Ini justru akan memperkaya khasanah budaya dalam kerangka persatuan. Sebagaimana beragamnya bakat, kecenderungan (selera). pemikiran dan spesialisasi dalam satu keluarga, atau beragamnya bunga-bunga dan buah-buahan di dalam suatu kebun.

"Yang disirami dengan air yang sama. Kami (Allah) melebihkan sebagian tanam-tanaman itu atas sebagian yang lain tentang rasanya.". (QS Ar-Ra'du: 4).

Di antara hal yang penting untuk diperhatikan dalam Islam ini adalah sahnya ijtthad yang beragam, sepanjang dia masih dalam kerangka kaidah-kaidah pokok dan nash-nash yang qath'i dan disepakati. Maka tidak boleh seorang mujtahid mengingkari mujtahid yang lainnya, meski ada perbedaan dalam hasilnya. Karena tiap-tiap mujtahid itu memiliki arah berbeda yang masing-masing mendapat pahala, benar atau salah, selama ia termasuk ahli berijtihad dengan segala syarat dan kriterianya. Adapun perbedaan pendapat tidak boleh menjadi penyebab perpecahan atau permusuhan, karena para sahabat dan tabi'in juga berselisih dalam berbagai persoalan, dan hal itu tidak membuat mereka berpecah belah, bahkan mereka bersikap tasamuh (toleransi) dan saling mendoakan satu sama lain.

Di antara yang bisa meringankan khilaf (perselisihan pendapat), adalah adanya keputusan imam atau hakim. Dia menjadi keputusan akhir dalam masalah khilafiyah, sehingga itu bisa menghilangkan perselisihan dan pertengkaran dalam sisi pelaksanaan.


Ta'awun, Tanaasur dan Taraahum

Ta'awun (saling tolong-menolong), tana'ashur (saling mendukung) dan taraahum (saling berkasih-sayang) adalah merupakan buah dari ukhuwah. Karena apalah artinya berukhuwah jika kamu tidak membantu saudaramu ketika memerlukan dan menolongnya ketika dia ditimpa oleh cobaan, serta belas kasihan kepadanya ketika ia lemah.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah menggambarkan tuiuan saling tolong menolong dan keterikatan antara kaum Muslimin dalam bermasyarakat antara yang satu dengan lain dengan gambaran yang mantap. Sebagaimana dalam sabdanya:

"Mukmin yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling memperkuat antara sebagian dengan sebagian yang lainnya. (Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sambil memasukkan jari-jari tangan ke sela jari jari lainnya)". (HR. Muttafaqun 'alaih).

Satu batu merah tentu saja lemah, meskipun terlihat kuat. Dan seribu batu bata yang berserakan (tidak teratur), tidak mampu berbuat apa-apa yang tidak bisa berbentuk bangunan. Akan terbentuk bangunan yang kuat manakala batu bata itu disusun dengan teratur dalam susunan yang rapi dan kokoh sesuai dengan aturan yang berlaku. Ketika itulah akan terbentuk dari batu-batu tersebut dinding yang kokoh dan dari dinding-dinding itu akan terbentuk rumah yang kuat pula, yang tidak mudah dirobohkan oleh tangan-tangan yang merusak.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam hadits lainnya juga menggambarkan keterikatan masyarakat Islam antara yang satu dengan yang lainnya dalam bentuk cinta dan kasih sayang sebagai berikut:

"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam (menjalin) cinta dan kasih sayang di antara mereka bagaikan tubuh yang satu, apabila ada anggota (tubuh) yang merasa sakit, maka seluruh anggota yang lainnya merasa demam dan tidak bisa tidur.". (HR. Muslim).

Anggota tubuh yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan dan tidak bisa terpisah serta tidak akan bisa hidup sendiri-sendiri. Maka tidak bisa terpisah antara alat pernafasan dengan alat pencernaan, atau keduanya dengan tekanan darah. Masing-masing saling menyempurnakan satu dengan yang lainnya. Maka dengan kerjasama antar bagian tubuh dan saling membantu, seluruhnya akan hidup dan akan terus berkembang dan bisa berperan aktif.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersabda: "Orang-orang Muslim itu darahnya saling menyuplai, yang lemah di antara mereka akan berusaha membebaskan tanggungannya dan yang kuat di antara mereka berusaha menyelamatkan yang lemah, mereka adalah satu tangan (kekuatan) untuk menghadapi pihak-pihak selain mereka (musuh-musuh mereka), yang kuat membantu yang lemah dan yang cepat menolong yang lambat.". (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga memasukkan unsur (pemahaman) baru dalam menolong Muslim terhadap Muslim lainnya, yaitu dengan sabdanya: "Tolonglah saudaramu, baik yang berbuat zhalim maupun yang dizhalimi," Nabi ditanya, "Kalau yang dizhalimi kami bisa menolong, bagaimana dengan orang yang menzhalimi wahai Rasulullah? Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "kamu pegang kedua tangannya atau kamu cegah dia dan kezhaliman, itulah cara kita menolongnya.". (HR. Bukhari).

Al Qur'an Al Karim mewajibkan saling menolong dan memerintahkannya dengan syarat dalam hal kebaikan dan ketaqwaan. Ia mengharamkan dan melarang saling menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan, Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman:

"Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.". (QS Al Maidaah: 2).

Al Qur'an juga memerintahkan agar orang-orang yang benman antara sebagian dengan sebagian lainnya saling berwalat (mendukung), itulah salah satu konsekuensi keimanan, sebagaimana dalam firman Allah Subhana Wa Ta'ala:

"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perernpuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf mencegah dari yang munkar.". (QS At-Taubah: 71).

Ini sebagai kebalikan dari sifat-sifat orang munafik yang juga berbuat demikian, sebagaimana firman Allah Subhana Wa Ta'ala:

"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang berbuat yang ma'ruf." (QS At Taubah: 67)

Sebagaimana dilakukan juga oleh para sahabat, Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman tentang mereka sebagai berikut:

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.". (QS Al Fath: 29).

Maksud dari ayat di atas adalah agar yang kuat itu membantu yang lemah, yang kaya mengulurkan tangan kepada yang miskin. Hendaknya seorang yang alim mengajari yang bodoh, yang tua mengasihi yang muda, begitu pun yang muda menghormati yang tua, dan hendaknya yang bodoh itu mengetahui kewajibannya terhadap yang alim, dan hendaknya seluruh kaum Muslimin berada dalan satu shaf untuk menghadapi tantangan dan konspirasi (persekongkolan) musuh baik dalam keadaan perang maupun dalam keadaan damai. Allah Subhana Wa Ta'alaSubhana Wa Ta'ala berfirman:

"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam keadaan berbaris (bershaf-shaf), seakan-akan mereka bagaikan bangunan yang tersusun kokoh.". (QS As-Shaf: 4).


Kisah-kisah Ta'awun dalam Al Qur'an

Di antaranya adalah bentuk ta'awun antara Musa dengan saudaranya Harun. Bermula ketika Musa memohon kepada Allah agar Harun membantunya dalam menyampaikan risalah. Allah berfirman:

"Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan mengingat Engkau. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami." (QS Thaaha: 29-35)

Kemudian jawaban Allah atas permohonan Musa tersebut dimuat dalam surat Al Qashash sebagai berikut:

Allah berfirman, "Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar." (QS Al Qashash: 35)

Demikianlah Harun membantu saudaranya Musa ketika sedang di rumah dan menggantikan kedudukannya ketika Musa sedang pergi.

Contoh ta'awun (tolong menolong) yang lain adalah apa yang dikisahkan oleh Al Qur'an tentang pembuatan bendungan raksasa Zulqarnain untuk menghindari serangan Ya'juj dan Ma'juj yang merusak di bumi dan tolong-menolongnya hakim (pemimpin) yang shalih dengan rakyatnya yang ketakutan menghadapi amukan makhluq yang merusak. Allah Subhana Wa Ta'ala berfirman:

"Mereka berkata, "Hai Zulqarnain, sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka? Zulqarnain berkata, "Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka berilah aku potongan-potongan besi "Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain "Tiuplah (api itu)." Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, dia pun berkata, "Berilah aku tembaga yang (mendidih) agar kutuangkan di atas besi panas itu." Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya.". (QS Al Kahfi: 94-97).

DR. Yusuf Al-Qardhawi ~
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
Previous
Next Post »