"Cinta terhadap Rasulullah Muhammad S.a.w adalah puncak Keimanan Muslim"
Mahabbah, sebuah ungkapan kecintaan. Cinta yang muncul dari hati dan perasaan seseorang atas suatu hal. Cinta terhadap pasangan, cinta kepada orang tua, dan cinta terhadap anak, istri, serta kerabat.
Mahabbah, sebuah ungkapan kecintaan. Cinta yang muncul dari hati dan perasaan seseorang atas suatu hal. Cinta terhadap pasangan, cinta kepada orang tua, dan cinta terhadap anak, istri, serta kerabat.
Kekuatan cinta mengalahkan kebencian, mengikis permusuhan dan benih konflik. Begitu dahsyat arti cinta. Cinta, kata Imam Syafi'i, menggiring orang untuk mengikuti apa pun titah sang kekasih. "Innal muhibbi lima yuhibbuhi muthi".
Cinta itu akan berharga dan berarti, kata Syekh Husain bin Qasim al-Qathis, bila ditujukan kepada Rasulullah S.a.w. Melalui artikelnya berjudul “Mahabbatun Nabi”, ia mengatakan, cinta terhadap Rasulullah adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Mencintai Allah S.w.t, maka harus dibuktikan dengan ketaatan terhadap Rasul-Nya. Cinta terhadap Rasulullah Muhammad S.a.w adalah puncak Keimanan Muslim.
Suatu saat, Sayyidina Umar bin Khatab R.a pernah mendatangi Rasulullah S.a.w dan menyatakan cintanya kepada Rasul. Umar mengatakan, ia mencintai Rasul dari segala sesuatu, kecuali satu perkara, yakni dirinya sendiri. Kecintaan tokoh bergelar al-Faruq itu terhadap Nabi S.a.w, belum mampu mengalahkan kecintaan terhadap dirinya sendiri.
Rasul menegur khalifah kedua tersebut. Dalam sebuah hadisnya, Nabi S.a.w menegaskan bahwa tidaklah sempurna iman seseorang sampai ia mencinta Rasul mereka melebihi apa pun. Umar bergegas mengevaluasi dan mengoreksi pernyataannya. Ia mengatakan, kini sepenuhnya cintanya akan ditujukan untuk Rasulullah. “Sekarang wahai Umar!”, titah Rasulullah S.a.w.
Kecintaan terhadap Rasulullah, kata Syekh Husain, akan membawa Muslim sebagai pribadi yang terjaga. Ini lantaran cinta membawanya tetap dalam koridor sunnah yang telah Rasul gariskan. Tak ada yang bisa menandingi kekuatan cinta kepada Rasulullah. Bahkan, hanya bermodal cinta yang tulus dan hakiki, seseorang berhak mendapatkan surga.
Sebuah hadist riwayat Sayyidina Anas bin Malik R.a mengisahkan tentang keutamaan cinta Rasulullah S.a.w. Suatu ketika, sahabat bertanya tentang kapankah kiamat akan tiba. Rasul membalas, “Apa sajakah persiapan yang telah engkau tempuh?” Tak ada apa pun yang ia persiapkan, kecuali kecintaan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Kecintaan itu pun berbuah manis, “Engkau akan bersama orang yang engkau cintai”, sabda Rasul S.a.w.
Kala zaman dan peradaban berkembang, kata Syekh Husain, kecintaan itu mulai terkikis. Tak sedikit umat yang kian terjauh dari teladan Rasulullah. Cinta terhadap Rasul, bukan lagi orientasi hidup mereka. Kecintaan itu tergerus dengan 'penghambaan' pada materi. Ia pun memandang penting untuk menghidupkan sunnah Rasulullah. Ini agar muncul kembali rasa cinta terhadap Baginda Rasul S.a.w.
Jika ingin dekat dengan Rasul, cintai dan ikuti segala perintah serta sunnahnya. “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran [3]: 31).
Kecintaan seseorang pada sesuatu akan mendorong dirinya mengedepankan perkara itu dari segala hal. Orang yang benar-benar mencintai Nabi akan tampak jelas, sudah tentu saja ketaatan pada sunnahnya, selain itu, ia turut mencintai dan memuliakan pula segala sesuatu yang berhubungan dengan Rasulullah, baik itu sahabatnya, kelahirannya, dzuriyatnya, sejarahnya, serta lainnya yang masih tentang Rasulullah S.a.w.
Rasa cinta itu pula akan berbuah pada tindakan dan perbuatan baik terhadap sesama. Saling tolong-menolong, mentradisikan nasihat, dan saling menjaga satu sama lain. Dikisahkan, Sayyidina Abu Bakar R.a sangat mencintai Rasul, antara lain karena kemuliaan pekerti dan akhlak Beliau S.a.w yang dikenal dengan Al Amin dan peduli terhadap sesama.
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. at-Taubah [9]: 128)
Wallahu A'lam Bishawab, Wassalam
Related Posts: Takkan Menyamai Ketinggian Nabi S.A.W
EmoticonEmoticon