Termasuk kekhususan-kekhususan umat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Aalihi wa Shahbihi wa Salam ialah syariatnya yang sempurna.
Allah S.w.t berfirman di dalam Al Qur'an:
اليوم اكملت لكم دينكم واتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
"Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai agama Islam menjadi agama kalian". (QS. Al-Ma’idah: 3)
Itu merupakan pernyataan yang jelas dari Allah Yang Maha Benar tentang penyempurnaan aqidah dan penyempurnaan syariat. Tak ada kekurangan yang perlu dilengkapi dan tak ada kekurangan yang perlu ditambah. Kesempurnaan itu sudah merupakan kepastian yang mencakup sifat keumuman Risalah yang berlaku secara universal, tak pandang tempat dan waktu. Itu disebabkan karena setiap Rasul sebelum Nabi dan Rasul terakhir (Nabi Muhammad S.a.w) diutus Allah S.w.t kepada umat dalam zamannya. Jadi, merupakan Risalah khusus untuk masyarakat khusus dalam lingkungan khusus selama waktu terbatas. Hukum-hukumnya dan ketentuan-ketentuan syariatnya ditentukan sekadar mencukupi kebutuhan menurut situasi dan kondisi masyarakat dan lingkungan pada zaman itu.
Namun, karena Nabi kita Sayyidina Muhammad S.a.w diutus kepada segenap umat manusia, maka Risalah Beliau S.a.w merupakan Risalah bagi seluruh manusia di segala zaman dan segala tempat. Risalah yang berdialog dengan fitrah manusia yang tidak berganti, tidak bergilir dan tidak mengalami perubahan. Fitrah yang atas dasar fitrah itulah Allah S.w.t menciptakan manusia. Di dalam Risalah Nabi Muhammad S.a.w terinci ketetapan-ketetapan syariat yang mencakup semua segi kehidupan manusia; baik yang berupa ketetapan-ketetapan, pengarahan, ketentuan-ketentuan hukum maupun pengaturan-pengaturan, agar kehidupan umat manusia dapat terus berlangsung, tumbuh, berkembang, dan bernuansa baru. Semuanya berlangsung di sekitar poros Risalah dan di dalam lingkarannya.
Cahaya Mereka Memancar di Hadapan Masing-masing
Allah S.w.t berfirman di dalam Al Quran Al-Karim:
يوم لا يجزى الله النبي والذين أمنوا معه نورهم يسعى بين ايديهم وبأيمانهم يقولون ربنا أتمم لنا نورنا واغفر لنا
”Pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang beriman yang bersama dia. Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah cahaya bagi kami dan ampunilah kami.”. (QS. At-Tahrim: 8).
Hadits suci telah menjelaskan kekhususan ini, bahwasanya Rasulullah S.a.w menyatakan:
اني لا اعرف امتي يوم القيامة من بين الامم اعرفهم يؤتون كتبهم بايمانهم واعرفهم بسيماهم في وجوههم من اثرالسجود واعرفهم بنورهم يسعى بين ايديهم
“Pada Hari Kiamat, aku sungguh mengenal umatku di antara umat-umat (yang lain). Aku mengetahui mereka (umatku) menerima kitab-kitab (catatan-catatan amal perbuatan sewaktu hidup di dunia) mereka dengan tangan kanan, aku mengenal mereka melalui tanda-tanda bekas sujud di wajah-wajah (jidat-jidat) mereka, dan aku pun mengenal mereka melalui cahaya yang memancar di depan mereka.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad sahih).
Kemudahan Syariat Nabi Muhammad S.A.W
Di antara berbagai kekhususan yang ada pada umat Nabi Muhammad S.a.w ialah, bahwa syariatnya merupakan yang termudah dibanding dengan syariat-syariat agama lain.
Hal itu dinashkan dalam Anjuran. Setiap faridhah (kewajiban) yang oleh syariat diharuskan pelaksanaannya oleh Allah S.w.t, diberi keringanan dengan terbukanya pintu rukhshah (dispensasi) bila terjadi halangan. Taruhlah misalnya masalah shalat. Shalat adalah kewajiban terbesar yang harus ditunaikan, bahkan merupakan tiang agama dan azasnya yang paling fundamental.
Meski demikian Allah S.w.t menetapkan hukum-hukum khusus yang berbeda dengan hukum pokoknya, mengingat kemungkinan terjadinya keadaan tertentu, seperti sakit, bepergian jauh, dalam keadaan perang, dalam keadaan tidak terdapatnya pakaian yang menutup sekujur badan, tidak diketahuinya arah kiblat karena bingung atau lupa, dan ketiduran.
Kemudahan merupakan ciri khusus syariat agama Islam. Mengenai itu Allah S.w.t berfirman:
"Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian.". (QS. Al-Baqarah: 185)
Berkaitan dengan itu Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Aalihi wa Shahbihi wa Salam menyatakan:
”Sungguhlah, bahwa Allah meridhai kemudahan bagi umat ini dan tidak menyukai kesukaran baginya.” (Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dengan isnad shahih).
Ahmad (bin Hanbal) di dalam Musnadnya mengetengahkan sebuah hadits dari Hudzaifah yang menuturkan sebagai berikut. Pada suatu hari (saya melihat) Rasulullah S.a.w sujud (demikian lama) tidak mengangkat kembali kepalanya, sehingga saya mengira Beliau wafat. Mengenai hal itu Beliau S.a.w berkata:
“Tuhanku minta pendapatku” (al-hadits). Dalam hadits itu terdapat nash berikut, “Allah menghalalkan banyak hal bagi kita dari yang pernah diketatkan bagi orang-orang sebelum kita. Di dunia ini Allah tidak membebani kita dengan hal-hal yang memberatkan. Aku tidak menemukan bagaimana cara bersyukur kecuali dengan sujud itu.” (Al-Mawahib: 382).
Dengan karunia kemudahan tersebut Rasulullah S.a.w benar-benar merasa bangga. Beliau mengatakan:
“Aku diutus Allah membawakan agama yang lurus lagi toleran.” (Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan isnad baik [Kasyful-Khufa: 217]).
Rasulullah S.a.w mewanti-wanti para utusan dan delegasi yang diutus ke berbagai daerah dan negeri untuk menyampaikan agama Islam, supaya bersikap lemah lembut:
“Gembirakanlah mereka (dengan berita baik), janganlah kalian membentak-bentak. Permudahlah dan jangan kalian persukar.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Bukhari dan Muslim).
Itu merupakan kaidah penting mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan menurut akidah. Semuanya mudah, tak ada kesukaran. Kemudahan yang memberikan inspirasi kepada hati yang dapat dirasakan dengan mudah, dan itulah yang membuat orang Muslim mempunyai tabiat khusus, yaitu toleran. Tidak ada sesuatu yang dipaksakan dan dipersulit seperti yang dahulu pernah dialami oleh umat-umat sebelumnya.
Kemudahan Syariat Nabi Muhammad S.A.W
Di antara berbagai kekhususan yang ada pada umat Nabi Muhammad S.a.w ialah, bahwa syariatnya merupakan yang termudah dibanding dengan syariat-syariat agama lain.
Hal itu dinashkan dalam Anjuran. Setiap faridhah (kewajiban) yang oleh syariat diharuskan pelaksanaannya oleh Allah S.w.t, diberi keringanan dengan terbukanya pintu rukhshah (dispensasi) bila terjadi halangan. Taruhlah misalnya masalah shalat. Shalat adalah kewajiban terbesar yang harus ditunaikan, bahkan merupakan tiang agama dan azasnya yang paling fundamental.
Meski demikian Allah S.w.t menetapkan hukum-hukum khusus yang berbeda dengan hukum pokoknya, mengingat kemungkinan terjadinya keadaan tertentu, seperti sakit, bepergian jauh, dalam keadaan perang, dalam keadaan tidak terdapatnya pakaian yang menutup sekujur badan, tidak diketahuinya arah kiblat karena bingung atau lupa, dan ketiduran.
Kemudahan merupakan ciri khusus syariat agama Islam. Mengenai itu Allah S.w.t berfirman:
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
Berkaitan dengan itu Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Aalihi wa Shahbihi wa Salam menyatakan:
ان الله رضي لهذه الامة اليسر وكره لها العسر
Ahmad (bin Hanbal) di dalam Musnadnya mengetengahkan sebuah hadits dari Hudzaifah yang menuturkan sebagai berikut. Pada suatu hari (saya melihat) Rasulullah S.a.w sujud (demikian lama) tidak mengangkat kembali kepalanya, sehingga saya mengira Beliau wafat. Mengenai hal itu Beliau S.a.w berkata:
ربي استشارني (الحديث) وفيه : احل لنا كثيرا مما شدد على من قبلنا ولم يجعل علينا في الدنيا من حرج فلم اجد شكرالا هذه السجدة . رواه احمد بسند حسن
Dengan karunia kemudahan tersebut Rasulullah S.a.w benar-benar merasa bangga. Beliau mengatakan:
انى بعثت بالحنيفية السمحة
Rasulullah S.a.w mewanti-wanti para utusan dan delegasi yang diutus ke berbagai daerah dan negeri untuk menyampaikan agama Islam, supaya bersikap lemah lembut:
بشروا ولا تنفروا ويسروا ولا تعسروا
Itu merupakan kaidah penting mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan menurut akidah. Semuanya mudah, tak ada kesukaran. Kemudahan yang memberikan inspirasi kepada hati yang dapat dirasakan dengan mudah, dan itulah yang membuat orang Muslim mempunyai tabiat khusus, yaitu toleran. Tidak ada sesuatu yang dipaksakan dan dipersulit seperti yang dahulu pernah dialami oleh umat-umat sebelumnya.
~ Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani ~
Pembahasan Kitab Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
diteruskan dari sumber: www.alhabibahmadnoveljindan.org
Pembahasan Kitab Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
diteruskan dari sumber: www.alhabibahmadnoveljindan.org
Baca juga: Kekhususan Umat Nabi Muhammad S.A.W
EmoticonEmoticon