Berikut kami ketengahkan sebuah tulisan dari Hakim al-Tirmidzi dalam kitab beliau yang berjudul Adab al-Muridin (Etika Murid Sufi) yakni Bab tentang Kebahagiaan Hati dan Obatnya, serta Kerusakan Hati dan Penyakitnya.
Kebahagiaan hati dapat dicapai setelah mengobati kesedihan dan kecemasan dengan selalu berdzikir (ingat) kepada Allah S.w.t. Kerusakan hati diakibatkan oleh kesenangan duniawi dan rasa puas terhadap keadaan (ahwal) jiwa, dan penyakit hati muncul karena tidak mengingat Allah dan mementingkan segala sesuatu yang mengganggu untuk mengingat-Nya.
Secara alami, ego (nafsu) menghendaki kesenangan duniawi sebagaimana ikan menghendaki air. Kehidupan ikan berada dalam air, jika tinggal di daratan, ia tidak akan hidup. Sama halnya, bila nafsu (ego) dijauhkan dari kesenangan dunia, ia akan layu dan lemah, kekuatannya menurun, dan aktivitasnya menghilang "karena kesedihan membunuh kehidupannya" hingga hatinya dibersihkan dari segala kotoran dunia yang bersarang di dalamnya dan noda-noda yang menyertainya.
Apabila hati telah mencapai Allah S.w.t, Dia akan memberinya kehidupan. Apabila Dia memberi kehidupan kepada hati, ego akan merasakan kehidupan hati dengan cahaya penerang dari Allah Yang Maha Tinggi. Sebelum itu, hati mati karena kesenangan ego; ketika seseorang telah menjinakkan egonya dan mengharamkan segala kesenangan ini, Tuhan akan berterima kasih kepadanya, karena ia telah berperang demi Allah dengan segala kekuatannya. Kemudian, Allah akan menunjukkan jalan untuknya seperti yang Dia janjikan dalam firman-Nya: "Mereka yang berjuang di jalan-Ku, sungguh akan Kutunjukkan kepada mereka jalan-jalan-Ku". (QS al-Ankabut [29]: 69).
Apabila pintu telah dibukakan, ia akan mantap berjalan di jalan Allah Yang Maha Kuasa. Setelah itu, ia akan mendapatkan bayaran untuk menggantikan seluruh biaya perjalanannya hingga ia mencapai Allah, yang menghidupkannya kembali dengan cahaya-Nya dalam kedekatan dengan-Nya. Maka, jadilah ia salah seorang dari mereka yang didekatkan (muqarrabin). Pada titik inilah ia mendapatkan kesenangan dalam Allah setelah sebelumnya mengalami kesenangan dalam dunia, dalam nafsu, dan setelah ia melewati berbagai keadaan yang berbeda-beda. Kini, ia mendapat kemuliaan di hadapan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.
Sebaliknya, orang yang menjauhi dzikir kepada Allah, hatinya akan mengeras, karena dzikir merupakan rahmat dari Allah S.w.t, yang telah Dia janjikan kepada hamba-hamba-Nya: "Ingatlah kepada-Ku dan Aku akan ingat kepadamu.". (QS al-Baqarah [21]: 152). Rahmat Allah akan melembutkan dan menghaluskan hati, serta melenyapkan panasnya ego sehingga ia tertarik kepada rahmat yang muncul dalam hati. Berkat rahmat Allah, hilanglah segala kekerasan dan kekasaran hati.
Kini, hati dan ego menjadi kawan seiring di dalam tubuh. Kekuatan hati terletak dalam pengetahuan batin (makrifat), akal, pengetahuan lahir (ilmu), pemahaman, intelek (zhihn), inteligensia (fithrah), ingatan (hafzh) dan kehidupan dalam Allah. Semua itu memotivasi hati, menguatkannya, dan memberinya kehidupan.
Kekuatan ego berasal dari kesenangan dan kenikmatan material, daya tarik seksual, kehormatan, kekuasaan, dan pangkat yang tinggi, serta terpenuhinya setiap keinginan yang terus bertambah. Semua kenikmatan itu memotivasi dan menguatkan ego. Semuanya merupakan bala tentara nafsu rendah, yang mengatur ego. Sementara, pengatur hati adalah pengetahuan batin, dan berbagai hal lain yang telah kami sebutkan merupakan bala tentaranya.
Tatkala ego tumbuh subur dan kesenangannya berkembang, ia akan menguasai hati. Akibatnya, hati menjadi padam seiring dengan redupnya berbagai hal yang membuatnya hidup. la merasa bahagia hanya jika kebutuhan duniawinya terpenuhi. Namun, tatkala ego dijauhkan dari segala kesenangan ini dan dari kepuasan seksual, ia akan semakin layu dan lemah hingga lenyap sama sekali, sementara kecemasan dan kesedihan bertumpuk di dalamnya. Karena kecemasan yang disebabkan penolakan dan penghindaran dari dunia, ego kehilangan kekuatannya, dan hati mendapatkan kekuatan melalui berbagai hal yang telah kami sebutkan.
Kebahagiaan hati bersama dan di dalam Allah semakin tampak. Karena itulah Allah berfirman: "Katakanlah: dengan karunia dan rahmat Allah hendaklah mereka bergembira: itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.". (QS Yunus [10]: 58). Diriwayatkan juga bahwa Nabi S.a.w, bersabda, "Ego manusia adalah api yang berkobar bahkan di ujung leher yang sudah tua, kecuali unruk mereka yang hatinya telah diuji oleh Allah dengan ketakwaan, dan mereka itu sungguh sedikit.".
Diriwayatkan dari Anas ibn Malik R.a, bahwa Nabi S.a.w bersabda, "Bahkan ketika manusia sudah tua dan beruban, ada dua hal yang tak beranjak tua dalam diri mereka, yakni ketamakan pada uang dan nafsu pada kehidupan.".
Karenanya, Nabi S.a.w mendesak kita untuk mengingat kematian, sebagaimana sabdanya, "Ingatlah pada penghancur kesenangan (yaitu kematian), Semakin sering diingat, kekuatannya semakin berkurang; semakin jarang diingat, kekuatannya semakin bertambah.".
Hadits itu diriwayatkan dari Abu Hurairah. Hadis itu berarti bahwa apabila kau ingat kematian, kau akan sadar bahwa sebenarnya kau tidak punya apa-apa dan bahwa pada akhirnya kau akan menghadapi kematian. Apabila kau mengingat akhir hidupmu ini, kau akan menghadapinya dengan mudah, apabila kau ingat bahwa kau diciptakan tanpa memiliki apa-apa, kau akan menyadari bahwa milikmu yang sedikit sekalipun di dunia ini, sesungguhnya itu sudah terlalu banyak. Tidak ada seorang pun yang tahu kapan maut akan menjemputnya, ia datang tiba-tiba. Karena itu, kematian adalah "penghancur kesenangan". Mengingat kehancuran yang disebabkannya akan menyingkirkan kenikmatan palsu dan memunculkan kemurungan dan kesedihan.
Jadi, ada dua jenis kegernbiraan: kegembiraan hati di dalam Allah, dalarn kebaikan-Nya, dalam rahmat-Nya, dan kegembiraan ego dalam kenikmatan duniawi. Siapa saja yang sungguh-sungguh ingin mencapai Allah Yang Maha Tinggi ia harus mewaspadai segala hal yang dinikmati ego, baik dalam urusan keagamaan maupun urusan keduniaan. Kemudian, ia harus membentengi egonya dari kegembiraan semacam itu sehingga ia menjadi lemah dan mati akibat duka cita.
Ketika seseorang menahan egonya dari kenikrnatan duniawi dan, pada saat yang sama, menggantinya dengan kenikmatan melalui aktivitas keagamaan, seperti melalui ibadah dan wirid, egonya akan tetap senang, tetap hidup dan baik. Sebab, nafsu rendahnya mewarnai setiap perbuatan baik yang dilakukannya. Dengan semua usahanya ini, ia tetap berada dalam kebingungan dan dosa. Jika ia berhenti melakukan ibadah dan amal baik lainnya, kotoran duniawi akan melekati egonya dan ia tidak akan pernah mencapai Allah yang Maha Tinggi. Karena itulah Allah berfirman, "Berjuanglah di jalan Allah dengan sepenuh kekuatanmu.". (QS ai-Hajj [22]: 78). "Sepenuh kekuatanmu" bermakna memberantas segala kenikmatan ego, baik dalam urusan agama maupun dunia. Perbuatan baik yang masih dilekati nafsu rendah berarti tidak murni untuk Allah, sebab ego masih merasakan kesenangan ketika melakukan perbuatan itu. Untuk memurnikannya, seseorang harus beralih ke tindakan lain yang dapat menyingkirkan kesenangan sang ego (nafsu).
Apabila seseorang melakukan hal itu dengan segenap kemampuannya, Allah S.w.t akan berterima kasih kepadanya di dunia ini, dan hatinya akan dibukakan oleh Allah untuk mendapatkan cahaya-Nya. Apabila cahaya itu masuk ke dalam hatinya, ia akan mendapatkan anugerah yang tak pernah didapatkan sebelumnya, ketika ia masih diganggu oleh kebahagiaan dan kesenangan duniawi.
Setelah itu, ia akan merasa perlu untuk menjaga egonya agar tak lagi mengharapkan kenikmatan yang hanya akan memerangkap dan membunuhnya. Apabila ia telah merasakan kenikmatan dalam karunia Allah ini, selamanya ia akan merasa senang dan bahagia setelah sebelumnya lemah dan merana, Narnun, di sanalah terletak bahaya yang paling besar, yaitu ketika kebanyakan salik menuju Allah menjadi mangsa pengkhianatan ego.
~ Syekh Hisyam Kabbani - Tasawuf dan Ihsan ~
1 Komentar:
Write KomentarSukron tausiahnya
ReplyEmoticonEmoticon