Shalawat Nariyah (Tafrijiyyah)

Shalawat ini berasal dari Kanzul As'rar dan ia membuka tujuh langit dan telah diuji oleh para Awliya besar seperti Syekh Sanusi, Sidi Omar Mukhtar, Sidi ibn Hajar Asqalani, Imam Al Qurtubi.

Shalawat ini banyak digunakan di Maroko, dan jika ada bencana, tekanan atau bahaya, biasanya kaum Sufi dan Ahlul Khayr (para ahli kebajikan), mereka berkumpul dan membaca shalawat ini sebanyak 4.444 kali, setelah itu mereka bertawassul kepada Nabi S.a.w, dan Insya Allah, keselamatan akan datang.


Shalawat Nariyah (Tafrijiyyah)


Allahumma Shalli Shalatan Kamilah, wa Sallim Salaman taman `Ala Sayyidina Muhammadinilladzi tanhallu bihil `uqad, wa Tanfariju bihil kurab, wa Tuqdha bihil hawa’ij, wa Tunalu bihir ragha’ib, wa Husnul khawatimi wa Yustasqal ghamamu bi Wajhihil Karim,  wa `Ala Aalihi, wa Shahbihi fii kulli lamhatin wa Nafasin bi`adadi kulli ma`lumil-lak

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan keselamatan yang sempurna kepada junjungan kami, Nabi Muhammad S.a.w yang dengan perantaraannya terurai segala ikatan, dihilangkan segala kesusahan, dipenuhi segala kebutuhan, diraih segala keinginan, dicapai akhir yang baik, diturunkan hujan dari awan berkat wajahnya yang mulia, dan juga kepada keluarga dan sahabatnya, dalam setiap kedipan mata dan tarikan napas, sebanyak pengetahuan yang Engkau miliki.".

Shalawat ini dikenal juga dengan sebutan Shalawat Tafrijiyah. Tentang shalawat ini, Imam Al Qurtubi menuturkan bahwa, barangsiapa yang membacanya secara rutin setiap hari sebanyak 41 kali atau 100 kali atau lebih, Allah akan melenyapkan kecemasan dan kesusahannya, menghilangkan kesulitan dan penyakitnya, memudahkan urusannya, menerangi hatinya, meninggikan kedudukannya, memperbaiki keadaannya, meluaskan rezekinya, dan membukakan baginya segala pintu kebaikan, dan lain-lain.

Penjelasan Mengenai Shalawat Nariyah

Mengenai Shalawat Nariyah, tidak ada dari isinya yang bertentangan dengan syariah.

Makna kalimat: “yang dengan Beliau (S.a.w) terurai segala ikatan, hilang segala kesedihan, dipenuhi segala kebutuhan, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik”

adalah kiasan, bahwa Beliau S.a.w pembawa Al Qur’an, pembawa hidayah, pembawa risalah, yang dengan itu semua lah terurai segala ikatan dosa dan sihir, hilang segala kesedihan yaitu dengan sakinah, khusyu' dan selamat dari siksa neraka, dipenuhi segala kebutuhan oleh Allah S.w.t, dicapai segala keinginan dan kesudahan yang baik yaitu khusnul khatimah dan surga.

Ini adalah kiasan saja dari sastra balaghah arab dari cinta, sebagaimana pujian Sayyidina Abbas bin Abdul Mutthalib R.a kepada Nabi S.a.w di hadapan Beliau S.a.w; “… dan engkau (wahai Nabi) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya di bumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur’an) kami terus mendalaminya”. (Mustadrak ‘ala Shahihain hadits No.5417), tentunya bumi dan langit tidak bercahaya terang yang terlihat mata, namun kiasan tentang kebangkitan risalah.

Sebagaimana semua orang yang mengerti bahasa arab memahami ini, cuma kalau mereka tak faham bahasa maka langsung memvonis musyrik, tentunya dari dangkalnya pemahaman atas tauhid, mengenai kalimat diminta hujan dengan wajahnya yang mulia, adalah cermin dari bertawassul pada Beliau S.a.w para sahabat sebagaimana riwayat Shahih Bukhari.

Mengenai dibaca 4.444 kali atau lainnya, itu adalah ucapan sebagian ulama, tidak wajib dipercayai dan tidak ada larangan untuk mengamalkannya.

Shalawat ini bukan berasal dari Rasul S.a.w, namun siapa pun boleh membuat Shalawat atas Nabi S.a.w, Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq R.a membuat shalawat atas Nabi S.a.w, Sayyidina Ali bin Abi Thalib K.w membuat shalawat, juga para Imam dan Muhadditsin, Shalawat Imam Nawawi, Shalawat Imam Syadzilli, dan banyak lagi, bahkan banyak para Muhadditsin yang membuat (kitab-kitab) Maulid, bukan hanya Shalawat.

Tawassul adalah diajarkan oleh Nabi S.a.w, tawassul pada Beliau S.a.w dan pada amal shalih dan pada orang shalih, demikian riwayat Shahih Bukhari dari Sayyidina Umar bin Khatthab R.a dan lainnya.

Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah S.a.w bertawassul pada tanah dan air liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa Beliau S.a.w ketika ada yang sakit; “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah yang sakit pada kami, dengan izin Tuhan kami”. (Shahih Bukhari hadits No.5413, dan Shahih Muslim hadits No.2194).

Hanya mereka saja yang mengingkarinya dari dangkalnya pemahaman mereka pada tauhid dan ilmu hadits. Dan mengenai tabarruk pun merupakan sunnah Rasul S.a.w, dan Rasul S.a.w mengajari Tabarruk bahkan Istighatsah.

Wassalam
Previous
Next Post »