Abu Bakar Al-Kattani - Si Pelita Masjidil Haram

Abu Bakar Muhammad bin Ali bin Ja'far Al-Kattani lahir di Baghdad. Setelah beranjak dewasa, ia menunaikan ibadah haji ke Mekkah lalu menetap di sana hingga wafatnya pada tahun 322 H/934 M. Abu Bakar Al-Kattani merupakan salah seorang anggota dari keluarga Imam Junaid, seorang sufi yang termashyur.

Abu Bakar Al-Kattani mendapat julukan "Pelita Masjidil Haram", karena ia menetap di kota Mekkah hingga wafatnya. Selama itu pula, setiap malam, waktunya diisi dengan shalat malam dan membaca Al-Qur'an sampai khatam. Bahkan, ketika thawaf di Ka'bah misalnya, ia bisa membaca 20.000 ayat. Yang mengherankan banyak orang, selama 30 tahun, Abu Bakar duduk sambil berdzikir di bawah air mancur di dalam Masjidil Haram. Itulah keperkasaan Abu Bakar Al-Kattani yang tahan tidak tidur sepanjang malam dan bersuci (berwudhu) hanya sekali dalam sehari semalam karena selalu menjaga kesuciannya.

Abu Bakar dan Khidir
Pada suatu hari, ketika Abu Bakar Al-Kattani sedang melewati gerbang Batu Syaibah, ada seorang tua berwajah cerah berseri-seri mengenakan sebuah jubah yang anggun menghampirinya. Saat itu, Abu Bakar Al-Kattani sedang berdiri dengan kepala tertunduk. Setelah saling mengucap salam, orang tua itu berkata, "Mengapa engkau tidak pergi ke Maqam Ibrahim? Seorang guru besar telah datang dan ia sedang menyampaikan hadis-hadis yang mulia. Marilah kita ke sana untuk mendengarkan kata-katanya!"

"Siapa perawi dari hadis-hadis yang dikhotbahkannya itu?", tanya Abu Bakar Al-Kattani,

"Dari Abdullah bin Ma'mar, dari Zhuhri, dari Abu Hurairah, dan dari Muhammad", jawab orang tua itu.

"Sebuah rantaian para perawi yang panjang," kata Abu Bakar Al-Kattani, "Segala sesuatu yang mereka sampaikan melalui rantaian panjang para perawi di tempat itu, dapat kita dengarkan secara langsung
di tempat ini",

"Melalui siapakah engkau mendengar?", tanya orang tua itu

"Hatiku menyampaikannya kepadaku langsung dari Allah", jawab Abu Bakar Al-Kattani.

"Apa kata-katarnu itu dapat dibuktikan?", tanya orang tua itu lagi.

"Inilah buktinya", kata Abu Bakar Al-Kattani. "Hatiku mengatakan bahwa engkau adalah Khidir"

Orang tua yang aslinya memang Khidir itu langsung berkata, "Selama ini, aku mengira tidak ada hamba Allah yang tidak kukenal". Setelah itu Khidir pergi, sambil berjalan, dia bergumam, "Demikianlah halnya sebelum aku bersua dengan Abu Bakar Al-Kattani, Aku tidak mengenal dia, tetapi dia mengenalku. Sekarang aku sadar bahwa masih ada para hamba Allah yang tidak kukenal, tapi mereka mengenalku".

Demikianlah, kekasih Allah itu bertingkat-tingkat;
Pertama, ada seorang kekasih Allah dan hanya Dia yang mengetahuinya, sedangkan para malaikat, rasul, nabi, dan wali-Nya tidak mengetahuinya.

Kedua, ada seorang kekasih Allah yang diketahui malaikat, tetapi gaib bagi para nabi dan rasul-Nya, termasuk para wali.

Ketiga, ada seorang kekasih Allah yang diketahui para nabi dan rasul-Nya, tetapi kebanyakan para wali tidak mengetahuinya.

Keempat, ada kekasih Allah yang diketahui oleh kekasih Allah lainnya yang sekelas, sedangkan wali-wali di bawahnya tidak mengetahuinya.

Begitu seterusnya hingga "tidak tahu wali kecuali wali". Artinya, sesama kekasih Allah (wali-Nya) saling mengetahui maqam masing-masing dihadapan Allah S.w.t.

~ Wassalam ~

Kisah Para Sufi - Perjalanan Menuju Maqam Cinta Sejati
Penulis Wawan Susetya | Cetakan pertama 2006 | Penerbit Tiga Serangkai

Previous
Next Post »