Kisah Para Pecinta Rasulullah - “Duri Menyentuhmu pun, Aku Tak Rela..” (3)

“Kupertaruhkan ayah dan ibuku demi engkau Ya Rasulullah! Janganlah engkau mengintai, aku khawatir panah mereka akan mengenaimu. Biar aku melindungimu!”

Sirah Nabi, Sarana Mencintainya

Agar merasakan cinta kepada Rasulullah S.a.w dan menjadikannya sebagai teladan, kita mesti mengenal kehidupan dan sirah­nya, karena itu merupakan contoh fak­tual dan hakiki. Bagaimana kita akan men­cintai Beliau kalau kita tidak tahu dan tak mengenal perjalanan hidup Beliau? Bukan­kah pepatah mengatakan “Tak ke­nal, maka tak sayang”?

Dari sirah Beliau, sebagaimana juga yang ditegaskan dalam hadits, kita mengetahui bahwa akhlaq Beliau adalah Al-Qur’an. Beliau lah yang menerapkan Al-Qur’an sebagaimana yang datang dari Allah dan yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mencintai Al-Qur’an, ia mesti mencintai sirah Rasulullah S.a.w, karena Al-Qur’an merupakan akhlaq Be­liau, se­bagaimana Shalawat terhadap Be­liau me­rupakan rahmat yang agung, nikmat yang besar, dan keutamaan yang besar dari Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Ber­kuasa.

Karena itulah, penting bagi kita untuk memperhatikan sirah Rasul, makhluk termulia yang dilahirkan pada satu suku Arab termulia, pada nasab terhormat di antara mereka, pada kabilah teragung di antara kabilah-kabilah mereka, dan paling tinggi kedudukan dan derajatnya. Al-Abbas meriwayatkan dari Rasulullah S.A.W bahwa beliau bersabda, “Sesung­guh­nya, Allah telah menciptakan makh­luk-makhluk-Nya, lalu menjadikan aku dari kelompok yang terbaik dan dari yang terbaik di antara dua kelompok. Kemudi­an Dia memilih kabilah-kabilah, lalu men­jadikan aku dari kabilah yang terbaik. Lalu Dia memilih rumpun-rumpun, lalu men­jadi­kan aku dari rumpun yang ter­baik. Maka aku adalah yang terbaik di antara mereka, baik diri maupun asal-usul.” (HR At-Tirmidzi).

Tidak diragukan lagi, di antara ke­wajiban umat Islam adalah menjunjung tinggi sirah Nabi. Anugerah yang paling agung yang Allah limpahkan untuk umat ini adalah bahwa Dia mengutus kepada kita penutup para nabi dan rasul yang me­miliki kedudukan teragung, dan Allah me­nyaksikan baginya bahwa ia benar-benar berbudi pekerti yang luhur. “Dan sesung­guhnya engkau benar-benar ber­budi pe­kerti yang luhur.” (QS Al-Qalam: 4).

Sejak periode awal, umat Islam ter­dahulu sangat menghormati sirah beliau dan perangai-perangai beliau yang uta­ma, menjadikan kehidupan dan perilaku­nya sebagai pelita penerang jalan. Ge­ne­rasi demi generasi memberikan per­hatian yang penuh untuk membukukan sirah ini, baik berupa ucapan, sikap, mau­pun per­buatan yang dapat dipasti­kan sumbernya dari beliau, agar tercipta catatan yang otentik dan shahih tentang beliau, sejarah seorang nabi utusan Allah S.W.T.

Kini, sirah Rasulullah S.A.W telah sam­­pai kepada kita, melalui metode ilmiah yang benar dan paling kuat, yang tak me­nyisakan ruang sedikit pun bagi keragu­an, mencatat semua peristiwa ke­jadian yang berhubungan dengan beliau. Kare­nanya, dengan mudah kita menge­tahui bila ada hal-hal yang ditambahkan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya dari sirah Beliau.

Keistimewaan terpenting dari sirah Rasulullah S.A.W adalah bahwa ia begitu jelas, teliti, dan terpercaya, dalam semua tahap dan fasenya yang berbeda. Bebe­rapa orientalis yang obyektif mengomen­tari sirah Rasulullah S.A.W sebagai sirah seorang rasul atau pembesar yang pa­ling teliti. Ringkasan pernyataan mereka, Muhammad S.A.W adalah satu-satunya orang yang dilahirkan di bawah sinar matahari. Ini adalah suatu kiasan untuk menunjukkan ketelitan, keshahihan, dan kecocokan apa yang tertulis dengan se­gala yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. Di antara keistimewaan sirah be­liau adalah ia hadir sebagi pembenar bagi risalahnya, memberikan dalil atas kebe­naran risalahnya, dan menunjukkan bah­wa Allah telah mengutusnya dengan ke­benaran, yang tak bisa diubah, baik de­ngan cara menambahkan sesuatu ke da­lamnya maupun mengurangi apa yang ada di dalamnya.

Sirah beliau adalah sirah yang jelas dan sempurna mengenai seorang manu­sia sempurna yang menyeru kepada Allah, dan berjihad di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, dengan cara yang wajar dan lumrah. Beliau me­nyeru kaumnya bersatu, tetapi mereka memusuhinya dan memeranginya. Ke­tika terpaksa untuk berperang, beliau pun berperang dan Allah menolongnya se­hingga beliau dapat melanjutkan dak­wah­nya dan meraih kemenangan. Ke­mudian Islam tersebar di berbagai belah­an dunia dengan kalimah thayyibah, na­sihat yang bagus, dan dekat dengan cara yang lebih bagus. Sehingga, beliau mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kekotoran syirik menuju cahaya tauhid kepada Allah, Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.

Sirah Nabi tetap menjadi sirah yang harum dan suci, tak dapat dikotori oleh seorang pun selamanya. Di dalam sirah Nabi, tidak ada yang berani mendis­kre­ditkan dengan apa pun terhadap akhlaq mulia dan perilakunya yang agung, mes­kipun musuh-musuh Islam selalu men­cari kesempatan, mendengki, dan iri tehadap beliau.

Pengakuan para Musuh

Sirah Nabi begitu jelas dan nyata. Semuanya benar, seluruhnya jujur, jelas di hadapan para musuh maupun para sahabat. Mereka mengenal kejujuran­nya, kehormatannya, kemuliaannya, ke­ung­gul­an akalnya, dan amanahnya, se­hingga tak ada alasan bagi mereka me­nuduh be­liau sebagai pendusta, orang gila, peng­khianat, maupun tukang sihir. Seandai­nya di dalam kehidupan beliau terdapat sesuatu yang tidak bagus atau tercela, niscaya hal itu akan dimanfaat­kan oleh pemuka kafir Quraisy, seba­gaimana kita ketahui ihwal sikap mereka terhadap beliau dan risalahnya. Tetapi sulit bagi me­reka untuk menuduh beliau sedang­kan mereka telah mengetahui bah­wa beliau adalah seorang yang ter­percaya.

Bukankah cukup bagi kaum Quraisy dalam menolak Rasulullah S.A.W dengan menyebutkan secara tidak benar apa yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W atau memberikan pengakuan bahwa beliau mengingkari janji atau meng­khianati harta mereka, atau beliau ber­dusta kepada me­reka pada suatu per­kara. Sungguh, orang-orang Quraisy te­lah mengerahkan harta dan jiwa dalam memusuhi Rasul­ullah S.A.W serta telah mengorbankan se­gala sesuatu untuk mem­bunuhnya se­hingga di antara me­reka ada yang ter­bunuh dan banyak pula yang terluka. Namun mereka tidak dapat mengotori peribadinya yang suci dan tak dapat men­cacinya dengan sesuatu pun pada akh­laqnya yang agung. Hal-ihwal Rasulullah S.A.W adalah jelas bagi se­mua manusia dan diketahui oleh me­reka, baik yang mencintainya maupun para musuhnya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari mereka.

Pada suatu hari para musuh Rasul­ullah berkumpul di tempat pertemuan untuk bermusyawarah mengenai masa­lah beliau. Lalu majulah ke hadapan me­reka An-Nadhr bin Al-Harits, seorang yang cerdik, memiliki kedudukan, penge­tahuan tentang perkara-perkara yang pe­lik, dan berpengalaman. Lalu ia ber­bicara kepada kaum Quraisy,  “Wahai kaum Quraisy! Sungguh kalian telah dibuat lelah oleh perkara Muhammad dan kalian tak mampu mengatasi masa­lah ini.”

Kemudian ia melanjutkan pembica­ra­­annya, “Muhammad telah tumbuh di te­ngah-tengah kalian hingga menjadi se­orang tokoh. Dahulu ia seorang yang paling kalian cintai dan kalian anggap paling jujur sehingga kalian mengang­gapnya sebagai seorang yang terper­caya. Tetapi setelah ia tua dan menyata­kan dakwahnya, kalian mengatakan bah­wa ia seorang tukang sihir, dukun, pe­­nyair, dan orang gila. Demi Allah, aku te­lah mendengar perkataannya dan ka­lian pun telah mendengarnya. Tidak ada padanya sesuatu pun sebagaimana yang kalian sebutkan.”

Inilah pengakuan yang menghantam dan membungkam para pemuka Qu­raisy. Jadi, mereka mengetahui Muham­mad yang sesungguhnya. Mereka tahu bahwa beliau seorang yang jujur, bukan penyair dan bukan orang gila, tetapi me­reka di­kuasai oleh kemalangan mereka.

Demikian juga Allah membuat me­reka bertutur dengan benar pada saat terjadi dialog antara Abu Sufyan dan Heraclius, penguasa Romawi. Walau­pun Abu Sufyan memusuhi Nabi ketika itu, ia tidak dapat merusak nama baik beliau dan tak dapat mengotori akhlaq beliau dengan sesuatu pun, padahal ia musuh besar beliau saat ia menjadi pe­muka kaum kafir Quraisy. Dan saat itu adalah kesempatan bagi Abu Sufyan di hadapan Heraclius untuk menyatakan ihwal Mu­hammad S.A.W bahwa ia se­orang pen­dus­ta, orang gila, atau orang yang memiliki nasab atau asal-usul yang tak jelas. Tetapi Allah memeliharanya dari manusia dan menampakkan agama­nya walaupun orang-orang musyrik mem­bencinya. Mari kita perhatikan.

Kaisar Heraclius bertanya kepada Abu Sufyan mengenai Nabi S.A.W, “Bagai­mana nasabnya di antara kalian?”

Abu Sufyan menjawab, “Di antara kami ia seorang yang memiliki nasab yang mulia.”

“Apakah ada seseorang di antara kalian sebelum dia yang mengatakan apa yang dikatakan olehnya?”

“Tidak.”

“Apakah salah seorang di antara nenek moyangnya seorang raja?”

“Bukan.”

“Apakah orang-orang besar ataukah orang-orang yang lemah yang meng­ikuti­nya?”

“Orang-orang lemah.”

“Apakah mereka semakin bertambah atau berkurang?”

“Semakin bertambah.”

“Apakah ada di antara mereka yang murtad karena benci kepada agama­nya?”

“Tidak.”

“Apakah kalian menuduhnya berdus­ta?”

“Tidak.”

“Apakah ia suka menipu?”

“Tidak, selama kami bersamanya tak pernah kami mengetahui ia melakukan hal tersebut.”

“Apa yang ia perintahkan kepada kalian?”

“Ia mengatakan, ‘Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menye­kutu­kan-Nya dengan sesuatu pun, dan ting­galkanlah apa yang dikatakan oleh orang-orang tua kalian.’ Ia juga menyu­ruh kami untuk melakukan shalat, ber­kata jujur, menjaga diri, dan me­nyam­bung sila­turahim.”

Inilah pengakuan dari seorang mu­suh besar. Peribahasa mengatakan, “Keuta­maan yang hakiki adalah apa yang dinya­takan oleh para musuh.” Apakah Anda men­dapati pengakuan yang lebih besar daripada pengakuan ini? Sesungguhnya situasi saat itu sulit, sedangkan yang ber­tanya adalah se­orang raja, pemilik ke­kuasaan. Ia ber­tanya kepada seseorang yang hatinya dipenuh rasa dengki kepada Rasulullah S.A.W. Tetapi ternyata Abu Sufyan tidak dapat menyatakan ihwal beliau kecuali perkataan yang jujur dan benar. Peng­akuan apa yang lebih jujur daripada peng­­akuan ini?

Allah Maha Berkuasa terhadap urus­an-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.

alKisah

(Tamat) ~ Sambungan dari Bagian 1 dan Bagian 2

Previous
Next Post »

1 Komentar:

Write Komentar
Unknown
AUTHOR
22 September, 2016 delete

Alhmdu lillaah syukran tlah berbagi

Reply
avatar