“Kupertaruhkan ayah dan ibuku demi engkau Ya Rasulullah! Janganlah engkau mengintai, aku khawatir panah mereka akan mengenaimu. Biar aku melindungimu!”
Sirah Nabi, Sarana Mencintainya
Agar merasakan cinta kepada Rasulullah S.a.w dan menjadikannya sebagai teladan, kita mesti mengenal kehidupan dan sirahnya, karena itu merupakan contoh faktual dan hakiki. Bagaimana kita akan mencintai Beliau kalau kita tidak tahu dan tak mengenal perjalanan hidup Beliau? Bukankah pepatah mengatakan “Tak kenal, maka tak sayang”?
Dari sirah Beliau, sebagaimana juga yang ditegaskan dalam hadits, kita mengetahui bahwa akhlaq Beliau adalah Al-Qur’an. Beliau lah yang menerapkan Al-Qur’an sebagaimana yang datang dari Allah dan yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang mencintai Al-Qur’an, ia mesti mencintai sirah Rasulullah S.a.w, karena Al-Qur’an merupakan akhlaq Beliau, sebagaimana Shalawat terhadap Beliau merupakan rahmat yang agung, nikmat yang besar, dan keutamaan yang besar dari Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Berkuasa.
Karena itulah, penting bagi kita untuk memperhatikan sirah Rasul, makhluk termulia yang dilahirkan pada satu suku Arab termulia, pada nasab terhormat di antara mereka, pada kabilah teragung di antara kabilah-kabilah mereka, dan paling tinggi kedudukan dan derajatnya. Al-Abbas meriwayatkan dari Rasulullah S.A.W bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya, Allah telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya, lalu menjadikan aku dari kelompok yang terbaik dan dari yang terbaik di antara dua kelompok. Kemudian Dia memilih kabilah-kabilah, lalu menjadikan aku dari kabilah yang terbaik. Lalu Dia memilih rumpun-rumpun, lalu menjadikan aku dari rumpun yang terbaik. Maka aku adalah yang terbaik di antara mereka, baik diri maupun asal-usul.” (HR At-Tirmidzi).
Tidak diragukan lagi, di antara kewajiban umat Islam adalah menjunjung tinggi sirah Nabi. Anugerah yang paling agung yang Allah limpahkan untuk umat ini adalah bahwa Dia mengutus kepada kita penutup para nabi dan rasul yang memiliki kedudukan teragung, dan Allah menyaksikan baginya bahwa ia benar-benar berbudi pekerti yang luhur. “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS Al-Qalam: 4).
Sejak periode awal, umat Islam terdahulu sangat menghormati sirah beliau dan perangai-perangai beliau yang utama, menjadikan kehidupan dan perilakunya sebagai pelita penerang jalan. Generasi demi generasi memberikan perhatian yang penuh untuk membukukan sirah ini, baik berupa ucapan, sikap, maupun perbuatan yang dapat dipastikan sumbernya dari beliau, agar tercipta catatan yang otentik dan shahih tentang beliau, sejarah seorang nabi utusan Allah S.W.T.
Kini, sirah Rasulullah S.A.W telah sampai kepada kita, melalui metode ilmiah yang benar dan paling kuat, yang tak menyisakan ruang sedikit pun bagi keraguan, mencatat semua peristiwa kejadian yang berhubungan dengan beliau. Karenanya, dengan mudah kita mengetahui bila ada hal-hal yang ditambahkan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya dari sirah Beliau.
Keistimewaan terpenting dari sirah Rasulullah S.A.W adalah bahwa ia begitu jelas, teliti, dan terpercaya, dalam semua tahap dan fasenya yang berbeda. Beberapa orientalis yang obyektif mengomentari sirah Rasulullah S.A.W sebagai sirah seorang rasul atau pembesar yang paling teliti. Ringkasan pernyataan mereka, Muhammad S.A.W adalah satu-satunya orang yang dilahirkan di bawah sinar matahari. Ini adalah suatu kiasan untuk menunjukkan ketelitan, keshahihan, dan kecocokan apa yang tertulis dengan segala yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W. Di antara keistimewaan sirah beliau adalah ia hadir sebagi pembenar bagi risalahnya, memberikan dalil atas kebenaran risalahnya, dan menunjukkan bahwa Allah telah mengutusnya dengan kebenaran, yang tak bisa diubah, baik dengan cara menambahkan sesuatu ke dalamnya maupun mengurangi apa yang ada di dalamnya.
Sirah beliau adalah sirah yang jelas dan sempurna mengenai seorang manusia sempurna yang menyeru kepada Allah, dan berjihad di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya, dengan cara yang wajar dan lumrah. Beliau menyeru kaumnya bersatu, tetapi mereka memusuhinya dan memeranginya. Ketika terpaksa untuk berperang, beliau pun berperang dan Allah menolongnya sehingga beliau dapat melanjutkan dakwahnya dan meraih kemenangan. Kemudian Islam tersebar di berbagai belahan dunia dengan kalimah thayyibah, nasihat yang bagus, dan dekat dengan cara yang lebih bagus. Sehingga, beliau mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kekotoran syirik menuju cahaya tauhid kepada Allah, Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.
Sirah Nabi tetap menjadi sirah yang harum dan suci, tak dapat dikotori oleh seorang pun selamanya. Di dalam sirah Nabi, tidak ada yang berani mendiskreditkan dengan apa pun terhadap akhlaq mulia dan perilakunya yang agung, meskipun musuh-musuh Islam selalu mencari kesempatan, mendengki, dan iri tehadap beliau.
Pengakuan para Musuh
Sirah Nabi begitu jelas dan nyata. Semuanya benar, seluruhnya jujur, jelas di hadapan para musuh maupun para sahabat. Mereka mengenal kejujurannya, kehormatannya, kemuliaannya, keunggulan akalnya, dan amanahnya, sehingga tak ada alasan bagi mereka menuduh beliau sebagai pendusta, orang gila, pengkhianat, maupun tukang sihir. Seandainya di dalam kehidupan beliau terdapat sesuatu yang tidak bagus atau tercela, niscaya hal itu akan dimanfaatkan oleh pemuka kafir Quraisy, sebagaimana kita ketahui ihwal sikap mereka terhadap beliau dan risalahnya. Tetapi sulit bagi mereka untuk menuduh beliau sedangkan mereka telah mengetahui bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya.
Bukankah cukup bagi kaum Quraisy dalam menolak Rasulullah S.A.W dengan menyebutkan secara tidak benar apa yang dilakukan oleh Rasulullah S.A.W atau memberikan pengakuan bahwa beliau mengingkari janji atau mengkhianati harta mereka, atau beliau berdusta kepada mereka pada suatu perkara. Sungguh, orang-orang Quraisy telah mengerahkan harta dan jiwa dalam memusuhi Rasulullah S.A.W serta telah mengorbankan segala sesuatu untuk membunuhnya sehingga di antara mereka ada yang terbunuh dan banyak pula yang terluka. Namun mereka tidak dapat mengotori peribadinya yang suci dan tak dapat mencacinya dengan sesuatu pun pada akhlaqnya yang agung. Hal-ihwal Rasulullah S.A.W adalah jelas bagi semua manusia dan diketahui oleh mereka, baik yang mencintainya maupun para musuhnya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari mereka.
Pada suatu hari para musuh Rasulullah berkumpul di tempat pertemuan untuk bermusyawarah mengenai masalah beliau. Lalu majulah ke hadapan mereka An-Nadhr bin Al-Harits, seorang yang cerdik, memiliki kedudukan, pengetahuan tentang perkara-perkara yang pelik, dan berpengalaman. Lalu ia berbicara kepada kaum Quraisy, “Wahai kaum Quraisy! Sungguh kalian telah dibuat lelah oleh perkara Muhammad dan kalian tak mampu mengatasi masalah ini.”
Kemudian ia melanjutkan pembicaraannya, “Muhammad telah tumbuh di tengah-tengah kalian hingga menjadi seorang tokoh. Dahulu ia seorang yang paling kalian cintai dan kalian anggap paling jujur sehingga kalian menganggapnya sebagai seorang yang terpercaya. Tetapi setelah ia tua dan menyatakan dakwahnya, kalian mengatakan bahwa ia seorang tukang sihir, dukun, penyair, dan orang gila. Demi Allah, aku telah mendengar perkataannya dan kalian pun telah mendengarnya. Tidak ada padanya sesuatu pun sebagaimana yang kalian sebutkan.”
Inilah pengakuan yang menghantam dan membungkam para pemuka Quraisy. Jadi, mereka mengetahui Muhammad yang sesungguhnya. Mereka tahu bahwa beliau seorang yang jujur, bukan penyair dan bukan orang gila, tetapi mereka dikuasai oleh kemalangan mereka.
Demikian juga Allah membuat mereka bertutur dengan benar pada saat terjadi dialog antara Abu Sufyan dan Heraclius, penguasa Romawi. Walaupun Abu Sufyan memusuhi Nabi ketika itu, ia tidak dapat merusak nama baik beliau dan tak dapat mengotori akhlaq beliau dengan sesuatu pun, padahal ia musuh besar beliau saat ia menjadi pemuka kaum kafir Quraisy. Dan saat itu adalah kesempatan bagi Abu Sufyan di hadapan Heraclius untuk menyatakan ihwal Muhammad S.A.W bahwa ia seorang pendusta, orang gila, atau orang yang memiliki nasab atau asal-usul yang tak jelas. Tetapi Allah memeliharanya dari manusia dan menampakkan agamanya walaupun orang-orang musyrik membencinya. Mari kita perhatikan.
Kaisar Heraclius bertanya kepada Abu Sufyan mengenai Nabi S.A.W, “Bagaimana nasabnya di antara kalian?”
Abu Sufyan menjawab, “Di antara kami ia seorang yang memiliki nasab yang mulia.”
“Apakah ada seseorang di antara kalian sebelum dia yang mengatakan apa yang dikatakan olehnya?”
“Tidak.”
“Apakah salah seorang di antara nenek moyangnya seorang raja?”
“Bukan.”
“Apakah orang-orang besar ataukah orang-orang yang lemah yang mengikutinya?”
“Orang-orang lemah.”
“Apakah mereka semakin bertambah atau berkurang?”
“Semakin bertambah.”
“Apakah ada di antara mereka yang murtad karena benci kepada agamanya?”
“Tidak.”
“Apakah kalian menuduhnya berdusta?”
“Tidak.”
“Apakah ia suka menipu?”
“Tidak, selama kami bersamanya tak pernah kami mengetahui ia melakukan hal tersebut.”
“Apa yang ia perintahkan kepada kalian?”
“Ia mengatakan, ‘Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan tinggalkanlah apa yang dikatakan oleh orang-orang tua kalian.’ Ia juga menyuruh kami untuk melakukan shalat, berkata jujur, menjaga diri, dan menyambung silaturahim.”
Inilah pengakuan dari seorang musuh besar. Peribahasa mengatakan, “Keutamaan yang hakiki adalah apa yang dinyatakan oleh para musuh.” Apakah Anda mendapati pengakuan yang lebih besar daripada pengakuan ini? Sesungguhnya situasi saat itu sulit, sedangkan yang bertanya adalah seorang raja, pemilik kekuasaan. Ia bertanya kepada seseorang yang hatinya dipenuh rasa dengki kepada Rasulullah S.A.W. Tetapi ternyata Abu Sufyan tidak dapat menyatakan ihwal beliau kecuali perkataan yang jujur dan benar. Pengakuan apa yang lebih jujur daripada pengakuan ini?
Allah Maha Berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
alKisah
(Tamat) ~ Sambungan dari Bagian 1 dan Bagian 2
1 Komentar:
Write KomentarAlhmdu lillaah syukran tlah berbagi
ReplyEmoticonEmoticon