Seseorang yang menempatkan dirinya di atas kesombongan dan berdiam diri serta menganggap perkara ini sesuatu yang sepele, sesungguhnya bahaya yang pertama baginya adalah bahwa ia telah mempertunjukkan dirinya untuk melakukan perang terhadap Allah S.W.T.
Imam As-Suyuthi mengeluarkan sebuah hadits dengan sanad yang shahih, Allah SWT berfirman, “Kesombongan adalah pakaian kebesaran-Ku. Barang siapa mengambil pakaian kebesaran itu dari-Ku, niscaya Aku binasakan.”.
Apakah engkau melihat ada satu bahaya yang lebih besar dari ini?
Seseorang yang menempatkan dirinya di atas kesombongan dan berdiam diri serta menganggap perkara ini sesuatu yang sepele, sesungguhnya bahaya yang pertama baginya adalah bahwa ia telah mempertunjukkan dirinya untuk melakukan perang terhadap Allah SWT. Apa sebab ia dikatakan telah menabuh genderang peperangan terhadap Allah SWT? Karena perbuatan tersebut merupakan puncak dari permusuhan yang sesungguhnya.
Mengapa dikatakan permusuhan? Karena engkau menyatakan sesuatu yang bukan milikmu. Engkau merebut hak Allah SWT di dalam sifat-sifat-Nya, karena hanya milik-Nya-lah segala bentuk kesombongan dan kebesaran.
Kata al-kibriya’ diambil dari kata akbar, sesuatu yang paling besar. Dia-lah Yang Mahabesar. Ini berarti engkau menantang Yang Mahabesar SWT. Di dalam shalat engkau ucapkan, “Allah Mahabesar.” Lalu bagaimana mungkin engkau merasa besar dan menyombongkan diri? Sungguh ini sesuatu yang sangat berbahaya.
Para ulama mengatakan, sesungguhnya Allah SWT memiliki sifat Jalaliyah (Keagungan), Kamaliyah (Kesempurnaan), dan sifat Jamaliyah (Keindahan). Dan ibadah kita kepada Allah SWT adalah bahwa di hadapan sifat keagungan-Nya kita harus berbuat dengan apa-apa yang menjadi lawanannya.
Allah memiliki sifat kesombongan, apa yang semestinya kita miliki? Yang mesti kita miliki adalah kerendahan hati (at-tawadhu‘).
Allah memiliki sifat ketinggian dan kemuliaan, apa yang seharusnya kita miliki? Kita semestinya memiliki sifat merendahkan diri dan merasa hina.
Allah memiliki sifat Mahakaya, kita semestinya memiliki sifat faqir dan teramat bergantung. Bagi Allah kemahakuasaan, bagi kita adalah kelemahan.
Bila Allah SWT memadang kepadamu sedangkan engkau berakhlaq dengan akhlaq yang patut dan semestinya untukmu, yakni berakhlaq dengan akhlaq yang menjadi kebalikan dari sifat-sifat keagungan dan akhlaq-akhlaq ketuhanan, niscaya Allah pun akan ridha kepadamu.
Adapun sifat-sifat kemahaindahan ketuhanan Allah SWT, kita mengikutinya dan berakhlaq dengan sifat-sifat kemahaindahan-Nya tersebut. Allah bersifat Maha Pengasih, jadilah engkau seorang pengasih. Allah Maha Dermawan, jadilah engkau seorang dermawan. Allah Mahabijaksana, jadilah engkau seorang yang bijaksana. Sifat-sifat ini keseluruhannya adalah sifat-sifat yang disukai Allah untuk ditiru dan diikuti.
Di sana terdapat sifat-sifat kesempurnaan Allah SWT. Apabila engkau telah dapat mewujudkan kebalikan dari sifat-sifat keagungan-Nya, kesombongan dengan kerendahan hati, kebesaran dan kemuliaan dengan kerendahan diri, kemahakayaan dengan kefaqiran dan teramat butuh terhadap Allah SWT, dan engkau pun telah pula mewujudkan sifat-sifat keindahan Allah SWT dalam dirimu, Allah bersifat Maha Pengasih, engkau menjadi seorang pengasih, Allah Maha Dermawan, engkau menjadi seorang dermawan, Allah Mahabijaksana, engkau menjadi seorang yang bijak... Allah SWT akan bertajalli terhadap dirimu dengan sifat-sifat kemahasempurnaan-Nya.
Engkau lemah, Allah akan memberikan kekuatan kepada-Mu dari kekuatan-Nya, Allah akan memberikan ketegaran dari kekuatan-Nya. Engkau bodoh, Allah akan memberikan pengetahuan dan hikmah dari ilmu dan hikmah-Nya. “Dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” — QS Al-Kahfi (18): 65. Allah SWT memberikan ilmu kepadamu, karena engkau telah melakukan muamalah yang baik dengan asma-asma Allah SWT dan sifat-sifat-Nya.
Hamba yang sombong adalah sebab dari kerusakan yang terjadi di atas muka bumi ini. Bagaimana mungkin engkau berjalan menuju Allah SWT sedangkan engkau berbuat kerusakan di atas muka bumi, yang Allah amanahkan kepadamu agar engkau menjadi khalifah Allah di atasnya?
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” — QS Al-Baqarah (2): 30.
Peliharalah bumi ini, dan jangan merusaknya
Apa maknanya?
Sesungguhnya sebagian besar dari segala kesulitan yang ada di muka bumi ini sumbernya adalah dari kesombongan (al-kibr). Segala apa yang engkau lihat dan saksikan dari berbagai pertumpahan darah, perampasan hak orang lain, dan tindakan anarkis, penipuan, suap-menyuap, pencurian, pemutusan silaturahim, kebencian dan tidak saling menyapa, dan sebagainya, awalnya tidak lain adalah tunduknya jiwa terhadap kesombongan.
Dalam hal ini berarti kita sedang berbicara tentang sesuatu yang berkaitan dengan bagaimana menyelesaikan berbagai masalah yang melingkupi kita di dunia ini.
Akan tetapi dari manakah dimulainya jalan keluar dari berbagai masalah yang ada di dunia ini?
Jalan keluar dari semua masalah itu sesungguhnya tidaklah dapat dimulai dengan seseorang di antara kita membusungkan dadanya, menghentakkan napasnya, dan memandang bahwa hanya dirinyalah orang shalih yang akan membenahi bumi ini dari kerusakan, sekalipun itu dengan nama Islam. Melainkan hal itu dimulai dengan kembalinya setiap manusia kepada hatinya untuk membersihkannya dari segala penyakit yang ada di dalamnya.
Mengobati Penyakit Takabbur
Ada dua cara mengobati penyakit takabbur, yaitu ilmu dan amal.
Pertama, ilmu. Yakni hendaklah engkau mengetahui siapa dirimu? Coba ingatlah, renungkanlah, baca, pelajari, dan cari tahu siapa dirimu sesungguhnya? Awalmu adalah setetes air mani dan akhirmu adalah bangkai yang kotor dan di antara keduanya itu engkau membawa kotoran.
Apa sesungguhnya dirimu? Dari apa engkau diciptakan? Dan apa kelak akhir dari dirimu? Engkau adalah si lemah yang teramat rapuh hanya oleh lapar dan letih yang menderamu!
Imam Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, “Sungguh aku heran terhadap orang yang berlaku sombong padahal ia hanyalah si lemah yang bau tak sedap karena keringatnya, dapat terbunuh bila mencuri, dan tak dapat tidur hanya karena kuman kecil yang menggerogoti tubuhnya.”
Hakikatnya memang engkau adalah makhluk yang lemah, yang tiada berdaya. Akan tetapi kekuatan akan datang kepadamu dengan penyandaranmu kepada Allah SWT.
Bila engkau telah memahami perkara ini dan kemudian ilmu ini telah berubah menjadi sesuatu yang mengkristal di dalam dirimu, ia membutuhkan sesuatu yang lain di sampingnya, yakni obat yang kedua bagi takabur, yaitu amal perbuatan.
Maka, cara mengobati penyakit takabbur yang kedua adalah amal perbuatan. Dalam hal ini ada dua perkara yang hendaknya dilakukan.
Pertama, hauslah akan perbuatan-perbuatan yang dapat menumbuhkan sifat tawadhu‘, sifat rendah hati. Untuk berbuat lebih dulu dalam perbuatan-perbuatan itu. Setiap kali engkau berjumpa dengan siapa pun, lakukanlah lebih dahulu untuk menyapa mereka. Ucapkanlah salam kepadanya, dan jabatlah tangannya, siapa pun orangnya, kecil ataupun besar, teman, atau bahkan musuh.
Engkau yang harus terlebih dahulu memulainya. Jangan biarkan bisikan-bisikan nafsumu mendiktemu.
Wahai murid pencari ridha Allah, hati-hatilah! Jangan sampai nafsumu menertawakanmu dan berkata kepadamu, “Lakukanlah sesuatu dari sifat kesombongan, karena kesombongan adalah keutamaan!” Tinggalkan bisikan itu. Mulailah terlebih dahulu untuk mengucapkan salam dan berjabat tangan kepada siapa pun yang engkau jumpai.
Kedua, bersegeralah untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang memiliki keutamaan dan dapat mengalahkan nafsu.
Engkau masuk ke dalam masjid, misalnya, dan engkau dapati ada sesuatu yang kotor di dalamnya, ambil dan bersihkanlah. Syaikh Muhammad Mutawalli Asy-Sya‘rawi adalah salah seorang pembesar ulama ahli hati. Di waktu-waktu tertentu beliau tidak terlihat di kediamannya. Murid-murid beliau pun mencarinya ke sana-kemari dan tidak menemukannya. Ternyata beliau sedang berada di dalam WC masjid. Beliau menutup pintu WC dan membersihkan kotoran-kotorang yang ada di kloset dan sekitarnya.
Ketika orang-orang dekatnya bertanya kepada beliau tentang hal itu, beliau menjawab, “Aku takut terhadap takabur atas diriku... aku takut kalau-kalau aku merasa ujub atas diriku... di saat orang-orang memanggilku, ‘Syaikh Sya`rawi... Syaikh Sya`rawi... ’, insan televisi, menteri, para pembantu, sanak keluargaku, dan semua kepercayaan orang terhadapku. Aku takut semua itu menjadi rusak. Karenanya aku bermaksud mengingatkan diriku dengan sesuatu dari pekerjaanku ini.”
Itulah sebabnya, engkau akan mendapati bahwa, bagi orang yang hatinya telah takluk oleh sifat takabur, sulit baginya untuk menerima hal semacam ini. Jika engkau katakan kepadanya “Bangkitlah dan bersihkan kotoran itu”, ia akan berkata, “Apa urusanku dengan kotoran ini? Engkau ingin aku membersihkannya?”
Mari kita mengingat riwayat tentang Uwis Al-Qarni – semoga Allah merahmatinya. Suatu hari ia mengumpulkan sisa-sisa makanan dari tempat-tempat sampah, mengaisnya dan membersihkannya. Setelah itu makanan-makanan itu ia bagi-bagikan kepada para faqir miskin yang sangat membutuhkan, yang tidak menemukan makanan di hari itu. Dan dalam munajatnya, ia selalu berkata, “Ya Allah, janganlah Engkau adzab diriku karena orang-orang yang tidur dalam keadaan lapar dari umat Nabi Muhammad.”
Dengarlah, wahai saudara-saudaraku pengusaha, yang dikaruniai harta yang berlimpah. Beliau yang tiada berharta dan tidak pula memiliki makanan ini telah mengais sisa-sisa makanan dari tempat-tempat sampah, membersihkannya, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang faqir yang membutuhkan dan berkata dalam munajatnya, “Ya Allah, janganlah Engkau adzab diriku karena orang-orang yang tidur dalam keadaan lapar dari umat Nabi Muhammad.”
Suatu hari seekor anjing yang tengah lapar mendekati Uwis Al-Qarni yang tengah mengais sisa-sisa makanan di tempat sampah dan menggonggong di hadapannya karena merasa terganggu terhadap kehadiran Uwis di tempat itu. Uwis pun berkata kepada anjing itu, “Wahai anjing, janganlah engkau menyakitiku, karena aku pun tidak akan menyakitimu. Aku hanya mengambil yang layak untukku dan engkau pun mengambil yang layak untukmu. Jika kelak aku dapat melewati shirath dan masuk ke dalam surga, sungguh keadaanku lebih baik darimu. Namun jika aku tergelincir dari shirath dan jatuh ke dalam neraka, sungguh engkau lebih baik dariku.”
Benar, di hari Kiamat nanti anjing akan kembali menjadi debu. Dan seseorang dari kita – nauzhu billahi min dzalik – bila masuk ke dalam neraka, apa yang dapat berguna baginya? Maka sungguh anjing lebih baik baginya.
Kisah ini tidaklah dimaksudkan agar engkau memberi makan orang-orang faqir dari tempat sampah. Sama sekali tidak! Melainkan yang kami inginkan adalah agar sifat takabur yang ada di dalam hati kita keluar dan pergi. Kita hendak mengobati penyakit-penyakit yang ada di dalam hati kita.
Hendaklah kita haus untuk melakukan perbuatan-perbuatan itu. Dan di antara perbuatan-perbuatan tersebut adalah berkhidmah kepada para faqir miskin. Carilah anak yatim piatu, orang-orang faqir, atau mereka yang telah jompo. Bantulah untuk mencucikan pakaian mereka atau membantu menuntun mereka masuk ke kamar mandi untuk membantu mereka mandi, karena dalam setiap pekerjaan ini terdapat makna mengalahkan sifat takabur dalam jiwa. Berat memang terasa bagi nafsu, akan tetapi padanya terdapat pengekangan bagi nafsu dan pendidikan terhadapnya.
Bila kedua langkah ini, ilmu dan amal, sudah dilakukan, mengobatinya haruslah disertai dengan kesungguhan doa kepada Allah S.W.T.
- Al Habib Ali Al-Jufri ~
Madrasah Hadhramaut
- Al Habib Ali Al-Jufri ~
Madrasah Hadhramaut
EmoticonEmoticon