Semenjak kita dilahirkan atau bahkan semenjak terbentuknya segumpal darah di perut ibunda kita hingga detik ini Allah S.w.t dengan Kasih dan Rahmat-Nya tiada henti-hentinya mencurahkan nikmat-Nya kepada kita. Baik nikmat yang pernah dan selalu kita pinta atau yang tidak pernah kita pinta.
Akan tetapi kenapa semakin hari kita terus merasakan kekurangan? Padahal jika kita melihat baju yang kita kenakan, makanan yang kita makan saat ini, semua jauh lebih baik jika kita banding dengan masa-masa lalu. Dahulu orang tidak merasa malu mengenakan baju yang bertambal atau makan hanya dengan ikan asin atau telur dadar yang kadang dicampur dengan tepung untuk bisa dibagi dengan saudara yang lainnya. Kendaraan hanya delman atau sepeda, namun justru yang demikian itu amat terasa sekali bahwa itu adalah nikmat besar dari Allah S.w.t.
Akan tetapi kenapa di saat kemudahan diberikan oleh Allah S.w.t, beraneka-ragam makanan masuk ke perut dan kendaraan yang bermacam-macam pun bisa dinikmati, yang ada adalah justru "merasa kurang". Jangankan bersyukur, menyadari kalau itu adalah nikmat saja belum bisa.
Jika benar hal ini terjadi, maka ada sesuatu yang rusak dalam program hati kita, yaitu adanya virus ketamakan yang akan menjadikan kita kebal nikmat hingga tidak bisa bersyukur walaupun Allah S.w.t telah memberi kita banyak nikmat. Virus yang akan menjadikan orang kaya seperti tidak punya apa-apa. Virus yang sangat merusak kinerja hati kita.
Sahabatku, kalau kita teliti dengan hati, ternyata ada tiga hal yang menyebabkan virus tersebut masuk ke hati kita, yaitu:
1). Kurang merenungi nikmat yang dianugerahkan oleh Allah S.w.t. Maka yang tidak merenungi nikmat Allah S.w.t tidak akan bisa mengagungkan nikmat tersebut, dan yang tidak bisa mengagungkan nikmat tidak akan bisa mensyukurinya.
2). Selalu melihat kepada orang yang diberi kelebihan oleh Allah S.w.t dalam urusan dunia. Hal ini amatlah mempengaruhi ketamakan hati seseorang. Sehingga dengan berbagai cara mencari alasan untuk menjadikan dirinya butuh kepada hal-hal yang sebenarnya tidak dibutuhkannya.
3). Adanya kesombongan yang telah menjadikan seseorang gengsi melakukan kesederhanaan. Inginnya selalu dilihat dan diperhatikan oleh orang lain dengan segala kelebihan, baik dalam pekerjaan, cara berpakain, makanan minuman, tempat tinggal dan kendaraannya.
Padahal jika kita semua kembali kepada, kesederhanaan dan ketawadhuan yang diajarkan oleh Rasulullah S.a.w maka tidaklah kita akan tersiksa dengan gengsi dan gaya hidup. Dan jika kita mendahulukan yang halal dan diridhai Allah S.w.t maka tidaklah kita akan tersiksa dengan kesederhanaan dalam hidup kita.
Sungguh.. Jika kesadaran akan hal ini telah ada di hati kita, maka menjadi tukang becak dan tukang kebun jauh lebih mulia dari seorang Direktur yang korup. Menjadi tukang batu jauh lebih mulia dari seorang Ustadz yang menjual agamanya demi dunia. Menjadi pekerja yang jujur jauh lebih mulia dari seorang Saudagar yang curang. Dan pergi ke sawah jauh lebih mulia walau tersengat panasnya matahari, daripada bekerja di ruangan ber-Ac akan tetapi dimurkai oleh Allah S.w.t.
Begitu juga jika menjadi orang kaya, menjadilah orang kaya yang diridhai oleh Allah karena kaya yang tidak tamak. Menjadi ustadz yang mulia di hadapan Allah karena tidak tamak. Dan menjadi apapun, menjadilah orang kaya yang sesungguhnya yaitu kaya hati dengan menjadi orang tidak rakus akan dunia dan pandai mensyukuri nikmat.
Wallahu a'lam bissawab.
~ Mutiara Hikmah - Buya Yahya (Majelis Al Bahjah, Cirebon - www.buyayahya.org) ~
Baca juga: Hati yang Pemaaf
EmoticonEmoticon