Zuhudnya Rasulullah S.A.W

Rasulullah S.a.w tidur di atas baju yang dilipat dua. Pada suatu malam baju itu dilipat empat, dan Beliau tidur di atasnya. Ketika bangun terlambat dari biasanya disebabkan hal itu, Beliau berkata, “Engkau semua telah menghalangiku dari shalat malam disebabkan baju ini. Lipatlah dua sebagaimana kalian melipatnya!”

Ketika Sayyidina Umar bin Khattab R.a memimpin sebagai khalifah, wilayah islam makin luas. Kaum muslimin memasuki masa kejayaannya. Sayyidah Hafsah, umahul mu'minin, pernah berkata kepada sang ayah, Sayyidah Hafsah, “Sebaiknya Ayah berpakaian dengan pakaian yang terbaik apabila kedatangan utusan dari berbagai negara, dan perintahkanlah untuk memasak untuk hidangan para utusan itu.”, Umar menjawab, “Hai Hafsah, bukankah engkau mengetahui bahwa yang lebih tahu akan keadaan seseorang adalah keluarga?”, Hafsah mengatakan, “Ya benar”.

Umar berkata, “Aku bertanya apakah engkau mengetahui bahwa, selama menjadi nabi dan rasul sekian tahun lamanya, Rasulullah S.a.w tidak kenyang bersama keluarganya di waktu pagi melainkan mereka lapar di waktu sore, dan tidak kenyang di waktu sore melainkan mereka lapar di waktu pagi?.

Aku bertanya, Apakah engkau mengetahui bahwa sebagai utusan Allah sekian tahun, Rasulullah S.a.w tidak pernah kenyang makan kurma, baik Beliau sendiri maupun bersamam keluarganya, sampai Khaibar dikuasainya?. (Khaibar adalah daerah terakhir sekitar Madinah yang menentang Islam).

Aku bertanya, apakah engkau mengetahui bahwa engkau pernah menghidangkan makanan di atas meja agak sedikit tinggi kepada Rasulullah S.a.w dan ketika itu Beliau keberatan, sehingga berubah warna wajahnya, lalu Beliau memerintahkan supaya meja itu disingkirkan dan makanan tersebut di letakkan di tempat yang lebih rendah atau di letakkan di atas tanah?

Aku bertanya lagi, apakah engkau mengetahui bahwasanya Rasulullah S.a.w tidur di atas baju yang dilipat dua? Pada suatu malam baju itu dilipat empat, dan Beliau tidur di atasnya. Ketika bangun, disebabkan itu, Beliau berkata, “Engkau semua telah menghalangiku dari shalat malam disebabkan baju ini, lipatlah dua sebagaimana kalian melipatnya.”.

Demikian Sayyidina Umar R.a berkata, sehingga Sayyidah Hafsah menangis dan Umar pun ikut menangis.

Jalan Para Sufi

Itulah zuhud Rasulullah S.a.w, yang telah menempati tingkat tertinggi. Karena sesungguhnya zuhudnya Beliau adalah zuhud seorang yang bebas, tidak terpaksa, dan zuhud seorang yang mampu, yang percaya bahwa bersuka ria dengan barang yang mubah adalah halal tapi Beliau lebih mengutamakan kepentingan orang-orang miskin dan kemaslahatan Islam daripada kepentingan dirinya sendiri.

Dengan sifat zuhudnya Beliau mendidik para pengikutnya agar mereka berakhlak seperti akhlaknya. Sayyidina Abu Bakr Ash-Shiddiq, Sayyidina Umar bin Khattab, Sayyidina Utsman Ibn Affan, Sayyidina Ali bin Ai Thalib dan sahabat-sahabat R.a yang lain, telah mengikuti jejak Beliau S.a.w.

Zuhudnya Rasulullah S.a.w merupakan pengamalan ayat, “Katakanlah (wahai Muhammad), ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar, sedangkan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa’.” – (QS An-Nisa [4]: 77). Inilah yang kemudian menjadi pegangan para sufi dan mukmin hingga sekarang.

Wassalam

Previous
Next Post »