Segala puji bagi Allah, pujian hamba yang teramat membutuhkan limpahan karunia dan kebajikan-Nya, kemurahan dan pemberian-Nya. Semoga shalawat, salam, dan keberkahan senantiasa Allah curahkan dan limpahkan kepada pemimpin segenap pribadi yang teramat berharap terhadap rahmat Tuhannya, pribadi-pribadi yang penuh kegundahan, penuh ketundukan, dan penuh pengharapan terhadap rahmat Tuhannya, penghulu kami, Nabi Muhammad S.A.W, atas keluarganya, dan seluruh sahabatnya serta orang-orang yang meniti jalannya hingga hari Kiamat.
Wahai saudaraku, semoga saja engkau telah berdialog dengan hatimu setelah mengikuti pelajaran yang telah lalu. Dan engkau telah pula menggunakan timbangan muraqabah (penglihatan dan pandangan) Allah S.W.T terhadap semua makhluk-Nya dalam menyikapi berbagai lintasan yang datang ke dalam hatimu, dengan cara yang tepat dan benar.
Setelah pelajaran yang lalu hingga pelajaran kali ini, sudah dapatkah engkau membedakan lintasan-lintasan baik dan lintasan-lintasan buruk yang datang ke dalam hatimu?
Ada sesuatu yang cukup membahagiakan hati bahwa, selepas shalat Isya tadi, dalam perjalanan ke majelis ini, seseorang bertanya kepada saya, “Saya shalat dua rakaat. Kemudian datang lintasan dalam hati saya untuk menyegerakan dan menyingkat dua rakaat saya agar segera niat untuk shalat lagi empat rakaat supaya lebih utama dan lebih besar lagi pahalanya.
Dari manakah lintasan semacam ini berasal, dan termasuk lintasan baik atau lintasan buruk?”
Sungguh saya gembira bahwa setelah keluar dari majelis ini banyak jama’ah yang langsung menerapkannya dalam kesehariannya.
Saya katakan kepadanya, “Bila engkau dalam shalat, yang dituntut dalam shalat adalah hadirnya hati mengingat Allah SWT, dan engkau sudah memiliki tekad untuk itu. Ketika hendak melakukan shalat dua rakaat, engkau sudah berniat. Sekarang coba perhatikan, bagaimana keadaanmu dalam dua rakaat itu. Setiap lintasan yang datang ke dalam hatimu untuk memalingkanmu dari hadir bersama Allah SWT dalam dua rakaat itu, tidaklah diragukan bahwa lintasan itu termasuk lintasan buruk. Pada awalnya lintasan itu datang untuk memperbanyak rakaat, tapi bisa saja lintasan itu datang dengan bentuk ajakan yang lain. Misalnya, mengajakmu untuk mempercepat dua rakaat itu agar segera memperbanyak sedekah. Dari mana lintasan semacam itu datang? Lintasan itu berasal dari setan.
Mengapa? Karena, misi utama setan adalah bagaimana memalingkanmu dari hadir mengingat Allah SWT dalam shalatmu.
Itulah sebabnya, bila seseorang hendak masuk ke tengah medan ibadah kepada Allah, hendaklah ia menetapkan hal-nya (keadaan hatinya) dalam ibadah itu.
Ambillah Sekadarnya
Pada pelajaran kali ini, kita akan membahas bagaimana hadir bersama Allah dalam ibadah.
Setelah berlalu empat pelajaran, menjelaskan ihwal jalan-jalan masuk setan ke dalam hati, selanjutnya kita masuk ke dalam pelajaran tentang hati.
Engkau telah menetapkan satu timbangan yang engkau gunakan untuk mengukur segala sesuatu yang masuk ke dalam hatimu. Pandanganmu, pendengaranmu, lisanmu, dan segala apa yang masuk ke dalam ronggamu, telah engkau perhatikan. Segala bentuk lintasan sudah dapat engkau kenali. Lintasan yang baik dan lintasan yang buruk telah dapat engkau bedakan. Nafsumu sudah mulai engkau latih, bagaimana berinteraksi dengan berbagai macam lintasan yang datang. Dan engkau pun sudah dapat mengenali dengan baik tujuh jalan masuk setan dan telah kau sandarkan dirimu kepada Allah untuk dapat menutupnya.
Setelah jendela-jendela hati ditutup, sejak engkau gunakan penyaring sehingga dapat melindungi jendela-jendela itu dari segala kotoran yang dapat masuk, selanjutnya tinggallah hati itu sendiri.
Bagaimana dengan hati itu sendiri? Setelah jendela-jendala hati tempat masuknya segala keburukan kita tutup, apakah masih terdapat suatu keburukan di dalam hati?
Hal inilah yang akan menjadi pembahasan kita pada pelajaran kali ini.
Ketahuilah, bila tempat-tempat masuknya keburukan ke dalam hati telah ditutup, seyogianya engkau bersegera untuk mulai menyucikan hati, membersihkannya, dan mensucikannya dari segala sesuatu yang telah menempel padanya. Yakni dari keburukan-keburukan yang telah menempel pada hati selama itu, sepanjang hari-hari yang telah berlalu.
Sebelum engkau menjaga matamu, telingamu, dan lisanmu, sebelum engkau mengenali dan menyaring berbagai lintasan, segala sesuatu begitu bebasnya masuk ke dalam hatimu. Dari segala sesuatu yang masuk itu, sebagiannya kemudian menempel dan tetap berada di dalam hati.
Hati, pada awal penciptaannya tercipta dalam keadaan suci bersih. Allah SWT menciptakan manusia dalam sebaik-baik rupa. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptaka manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya.” — QS At-Tin (95): 4-5.
Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci, kemudian kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Itulah sebabnya, asal manusia adalah suci dan bersih. Tidaklah benar keyakinan bahwa asal manusia adalah kesalahan. Sama sekali tidak benar.
Sesungguhnya kemurahan Allah SWT menghendaki bahwa asal manusia adalah kesucian, akan tetapi kelalaian dalam menjaga hati menjadikannya kotor dan ternodai.
Bukankah kain yang putih bersih, bila debu beterbangan ke arahnya, teramat cepat debu-debu itu menempel padanya. Dan butuh kesungguhan untuk dapat kembali menjadikannya bersih.
Demikian pula dengan hati. Sesungguhnya hati itu putih dan bersih. Jika noda-noda keburukan itu masuk ke dalam hati, kotoran itu akan mudah menempel pada hati. Sehingga butuh dicuci dan dibersihkan. Butuh diobati.
Karena itulah, bila jendela-jendela hati itu sudah engkau tutup dari masuknya kotoran dan noda-noda ke dalam hati, bersegeralah melangkah untuk membersihkannya. Sucikan hatimu dari condong kepada mencintai kesenangan-kesenangan duniawi. Katakan kepada hatimu, “Tidaklah mengapa mengambil yang halal dari kesenangan-kesenangan duniawi. Apa yang dapat kita peroleh darinya, ambillah sekadar apa yang Allah mudahkan bagi kita dan yang Allah halalkan bagi kita untuk memperolehnya.”
Hati dan Dunia
Hati tidaklah diciptakan untuk bersenang-senang dengan kenikmatan dunia.
Benar, makanan dan minuman dapat dinikmati oleh mulut, pemandangan yang indah dapat pula dinikmati oleh matamu, demikian pula segala sesuatu yang dibolehkan untuk dinikmati oleh nafsumu dan semua anggota tubuh yang berkaitan dengannya berdasarkan bentuk-bentuk kenikmatannya masing-masing. Akan tetapi, tidaklah patut bagi hati untuk memiliki ketergantungan terhadap kesenangan-kesenangan dunia itu. Sesungguhnya cinta terhadap dunia adalah pangkal dari setiap kesalahan.
Karenanya, tampillah terhadap hatimu untuk mengobati masalah ini, yakni hubbud dunya (cinta dunia).
~ Al Habib Ali Al Jufri ~
Madrasah Hadhramaut
Madrasah Hadhramaut
EmoticonEmoticon