Suatu saat beberapa sahabat menunggu Rasulullah S.a.w di masjid Madinah. Mereka berdiskusi soal agama. Sampai pada suatu tema, mereka berbicara tentang topik kelebihan para Rasul dan Nabi.
Ibnu Abbas R.a menuturkan, sebagaimana dicatat Ad-Darami dan At-Tirmidzi dalam kumpulan hadist mereka, ada seorang sahabat berkata; “Sungguh menakjubkan! Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai kawan dekat-Nya”. Yang lain menyahut, “Lebih hebat lagi Allah telah bercakap-cakap secara langsung dengan Musa!”. Sebagian lagi mengutarakan; “Isa sebagai kalimat Allah dan Ruh-Nya”. Ada lagi yang mengatakan; “Allah telah memilih Adam”.
Pernyataan-pernyataan para sahabat itu telah menimbulkan perbedaan pendapat. Dan mereka belum menemukan kata akhir, siapakah yang lebih dari yang lain. Sementara dalam ayat disebutkan, “Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian Nabi itu atas sebagian yang lain”. (QS Al-Isra’ [17]: 55). Tanpa disadari para sahabat, ternyata yang dinanti, Rasulullah S.a.w, sudah berdiri dibelakang mereka. Dan Beliaupun sudah mendengar apa yang mereka bicarakan.
Dengan wajah mengekspresikan tanya, para sahabat R.a menunggu Nabi S.a.w bersabda. Bukan kesombongan, "Aku telah mendengar apa yang kalian percakapkan dan memaklumi keheranan kalian terhadap keberadaan Ibrahim sebagai kawan dekat Allah, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Musa sebagai orang yang diajak bercakap-cakap langsung, memang begitulah adanya. Terhadap keberadaan Isa sebagai kalimat dan Ruh-Nya, juga memang begitulah adanya. Sedang aku adalah Kekasih Allah (Habib Allah), dan ini bukan kesombongan.".
Beberapa sahabat yang mendengar keterangan, sedikit plong hatinya. Berarti mereka sudah menemukan jawaban atas apa yang mereka perdebatkan.
Beberapa sahabat yang mendengar keterangan, sedikit plong hatinya. Berarti mereka sudah menemukan jawaban atas apa yang mereka perdebatkan.
Nabi S.a.w melanjutkan; “Aku menjadi pembawa bendera kemulian pada hari kebangkitan, Aku adalah pembela pertama dan orang pertama yang dikabulkan syafa’atnya, dan ini bukan sebuah kesombongan. Aku adalah orang pertama yang mengetuk pintu surga, dan Allah akan membuka pertama kalinya untukku dan mempersilahkan aku memasukinya dengan orang-orang miskin diantara kalian. Aku adalah orang yang paling dimuliakan di zaman awal dan di zaman akhir, dan sungguh ini bukan sebuah kesombongan”.
Istilah Habib Allah inilah yang sering disebut-sebut dalam syair dan qashidah maulid. Mayoritas ulama berpendapat, Kekasih Allah (Habib Allah) lebih tinggi daripada Kawan Dekat Allah (Khalilullah). Salah satunya pendapat Imam Abu Bakar bin Furak, berdasarkan sebuah pendapat ahli kalam, “Khalil mencapai Allah melalui sebuah perantaraan sebagai yang diisyaratkan dalam firman-Nya, “Demikianlah langit dan perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda kekuasaan Kami di langit dan di bumi.” – QS Al-An’am (6):75. Sementara bagaimana “Seorang yang cinta” mencapai Allah, diisyaratkan dalam firman-Nya, “…Dia sangat dekat dua ujung busur mata panah atau lebih dekat lagi.”- QS An-Najm (53):9. Khalil berkata, “Dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.” – QS As-Syu’ara (26):84. Sedang kepada orang yang dicintai dikatakan, “Dan Kami tinggikan bagimu sebutan namamu.” – QS Alam Nasyrah (Al Insyirah): 4.
Nabi Muhammad S.a.w dianugerahi sejumlah kemuliaan tersebut tanpa Beliau memintanya. Masih banyak lagi perbandingan yang menguatkan bahwa istilah Habib lebih tinggi dari Khalil. Dalam kehidupan sehari-hari, umumnya kita pun lebih mengutamakan kekasih kita daripada kawan kita. Sejumlah keterangan yang telah disampaikan, menurut Qadhi Iyadh bin Musa Al Yahsubi, dalam bukunya yang berjudul “Keagungan kekasih Allah, Muhammad S.a.w” menunjukkan ketinggian derajat Nabi Muhammad S.a.w.
Allahuma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa 'Ala Alihi Washahbihi Wasallim
Allahuma Shalli 'Ala Sayyidina Muhammad Wa 'Ala Alihi Washahbihi Wasallim
Sumber: Majalah Alkisah No.06/Tahun VI/10
EmoticonEmoticon