Menahan Emosi

Pada masa Rasulullah S.a.w, seorang sahabat yang kecanduan khamar dibawa ke hadapan Beliau untuk dihukum. Berkali-kali ia minum khamar. Namun meski telah dihukum, kebiasaan buruknya tak bisa dihentikan. Ia kembali meminum khamar sehingga kembali dihukum.

Karena kemarahan yang memuncak, seorang sahabat berkata, "Ya Allah laknatlah ia. Ia sangat sering minum khamar dan sudah sering dihukum.". Mendengar ucapan sahabat itu, Rasulullah S.a.w segera menegurnya. "Janganlah engkau melaknatnya. Sebab, ia masih mencintai Allah dan Rasul-Nya.". (Mushonnaf Abdur Razzaq). Dalam riwayat lain disebutkan, "Janganlah kalian menjadi pembantu setan dalam menghadapi saudaramu.".

Demikianlah sikap yang diajarkan Rasul S.a.w. Rasul S.a.w melarang para sahabat untuk mencela dan menghujat orang yang jelas bersalah. Rasul mengajarkan untuk senantiasa mendoakannya supaya yang bersangkutan bertaubat.

Menghujat orang lain merupakan tindakan destruktif. Sebab, di samping hal itu bisa membuat putus asa si pelaku untuk kembali ke jalan yang benar, juga akan membuat setan tertawa karena berhasil mengoyak persaudaraan.

Ibnu Athaillah berkata, "Maksiat yang melahirkan rasa hina dan papa lebih baik daripada ketaatan yang melahirkan kecongkakan dan kesombongan.".

Dulu, ketika Khalid bin Walid R.a memaki seorang wanita yang berzina dan kemudian dirajam, Rasulullah S.a.w langsung menegurnya. "Wahai Khalid, apakah engkau memakinya? Demi Allah, ia benar-benar telah bertaubat, yang andaikan taubatnya dibagikan kepada 70 rumah penduduk Madinah, tentu akan mencukupi mereka.". (HR Muslim).

Rasulullah S.a.w mengajarkan sahabat untuk tetap bersikap baik, tidak melampaui batas, dan tidak menghujat orang yang bersalah. Begitu pula kepada mereka yang masih belum terbukti bersalah.

Saat ini, kita banyak menyaksikan kondisi umat yang sudah berubah. Syahwat untuk menghujat demikian meluap. Iman yang terdapat di dalam dada belum bisa melahirkan perasaan ukhuwah. Ruku' dan sujud yang dilakukan tak menimbulkan sifat rendah hati dan sikap waspada.

Seakan, kepuasan tertumpahkan kala berhasil mencaci-maki dan menghujat mereka yang bersalah. Tak jarang, sikap main hakim sendiri kita lakukan demi menumpahkan kekesalan. Lihatlah, betapa seorang pencuri sandal harus meregang nyawa karena dihakimi massa?

Dengan jelas Allah befirman dalam  Al Qur'an, "Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik.". (QS al-Hujurat: 11-12).

Rasulullah S.a.w bersabda, "Menghujat orang mukmin adalah kefasikan dan memeranginya adalah kekufuran.". (HR Muslim).

Alangkah indahnya jika setiap Muslim saling menahan diri, saling mengingatkan, saling membantu dalam kebenaran, saling berbaik sangka, sehingga umat Islam tumbuh menjadi umat yang kuat yang bisa dibanggakan oleh Allah S.w.t.

Wallahu a'lam. Wassalam

~ Ustadz Fauzi ~

Baca juga: Hati yang Pemaaf
Previous
Next Post »