Cobaan Hidup

Ujian atau cobaan hidup sudah merupakan Sunnatullah, hukum Allah yang bersifat pasti dan tetap, berlaku kapan dan di mana pun, bacalah QS 29: 1-3. Cobaan hidup ini bisa dalam bentuk sesuatu yang dirasakan berat dan menyakitkan, namun bisa pula dalam bentuk kebaikan dan kenikmatan yang menyenangkan.

Allah S.w.t berfirman; "Tiap-tiap yang bernyawa itu akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan, sebagai cobaan yang sebenar-benarnya. Dan hanya kepada Kami-lah kamu semua akan dikembalikan.". (QS 21: 23).

Dalam kitab Al-Asaasu fi at-Tafsier (VII: 3457) menjelaskan, berbagai cobaan hidup yang ditimpakan kepada manusia itu adalah untuk mengetahui mana diantara mereka yang pandai bersyukur dan mana pula yang kufur, mana yang bisa bersabar dan mana pula yang cepat putus asa.

Cobaan hidup yang berupa keburukan dan kesulitan akan mudah dipahami. Biasanya, orang yang mengalami cobaan hidup, misalnya mengalami sakit, hilang harta benda, dan seterusnya, yang bersangkutan akan segera berdoa dan mengharapkan pertolongan dan rahmat Allah S.w.t. Berbeda dengan cobaan hidup yang berupa kebaikan dan kenikmatan. Ujian jenis ini memerlukan penjelasan dan perhatian yang mendalam, sebab banyak orang yang beranggapan bahwa jabatan, kekuasaan, harta kekayaan dan ilmu pengetahuan itu bukanlah suatu ujian. Banyak orang yang bisa bersabar ketika menghadapi cobaan kesulitan, akan tetapi lalai dan lupa (dari bersyukur) ketika mendapatkan ujian kenikmatan, kesehatan, kekayaan, dan kekuasaan.

Ketika ditimpa kesulitan, banyak orang yang langsung ingat kepada Allah dan selalu menyebut Asma-Nya, bahkan berjanji akan menjadi orang yang baik. Namun, begitu mereka berhasil mengatasi kesulitan dan mampu tegak berdiri tanpa bantuan orang lain, berubahlah sikap mereka. Banyak di antara mereka yang kemudian menjadi congkak, sombong, berlaku zalim kepada sesamanya, dan bahkan berani menentang perintah-Nya. Allah S.w.t mengingatkan: "Dan orang-orang yang mendustakan ayat Kami, akan Kami lalaikan mereka dengan kesenangan-kesenangan dari arah yang mereka tidak ketahuinya". (QS 7: 182).

Imam Baedlawi di dalam tafsir Al-Baedlawi (halaman 205) menyatakan bahwa proses ini terjadi karena mereka terhanyut oleh berbagai kemudahan, tertipu oleh berbagai perasaan, seolah-olah situasi dan kondisi seluruhnya telah menguntungkan dirinya. Mereka tertipu oleh hawa nafsunya dan hawa nafsu orang-orang yang mengelilinginya.

Menurut Al Qur'an, orang mukmin yang benar-benar bertakwa adalah orang yang bisa bersabar ketika menghadapi kesulitan dan penderitaan. Mereka mampu bersyukur ketika mendapatkan berbagai macam kenikmatan, sehingga mampu mempergunakan untuk sesuatu yang diridhai-Nya dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Sabar dan syukur inilah yang harus senantiasa kita jaga dalam kehidupan ini.

Wallahu A'lam bi Shawab. Wassalam

Previous
Next Post »