Waspada! Jaringan Islam Liberal (JIL) Menyeru Pada Kekafiran

Kita tidak perlu khawatir bila ada orang menjual racun secara terang-terangan, bahkan diiklankan secara besar-besaran pula. Tanpa susah-susah melarangnya pun, semua orang sudah tau bahwa racun berbahaya dan jelas mudharatnya, sehingga mereka akan waspada dan menghindari.

Akan tetapi sangatlah berbahaya bila ada orang menjual makanan atau minuman yang beracun, apalagi disajikan dalam kemasan yang sangat menarik. Kita tidak boleh diam dan wajib untuk melarang perdagangan berbahaya itu. Barang dagangannya harus disita dan dihanguskan, yang menjual harus dihukum, sebab ia dengan sengaja telah melakukan perbuatan yang membahayakan jiwa orang lain. Sungguh salah bila perdagangan itu dianggap suatu 'kebebasan' yang  harus dibiarkan dan tidak boleh dilarang.

Begitu pula kita tidak takut dan khawatir dengan adanya agama-agama lain selain agama Islam yang diakui keberadaannya oleh negara Indonesia. Adanya agama yang berbeda-beda tidak menghalangi kita untuk hidup berdampingan, saling menghormati dan menghargai keyakinan serta kepercayaan masing-masing. Islam adalah agama yang damai dan menyeru pada kedamaian, agama Islam tersebar keseluruh penjuru dunia dengan damai pula, karena pada dasarnya tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam. Hal ini ditegaskan Allah S.w.t dalam firmannya:

لا إكراه في الدين

Artinya: "Tidak ada paksaan dalam agama". (QS Al-Baqarah: 256).

Akan tetapi sangatlah berbahaya bila ada kelompok kelompok tertentu menyebarkan suatu pemahaman yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah S.a.w kemudian mereka menggunakan label Islam. Hal itu adalah suatu kedustaan atas nama Islam dan merupakan usaha untuk menghancurkan Islam dari dalam, yang tentunya kita harus bertindak tegas dan tidak boleh diam. Kita harus menuntut kepada pemerintah untuk mencekal kelompok-kelompok yang seperti itu. Karena mereka dengan sengaja telah menyakiti hati ummat Islam, dengan mencabik-cabik keyakinan yang ada di hati mereka.

Jaringan Islam liberal (JIL)

Belakangan ini muncul di pentas pemikiran yang berkembang di Indonesia kelompok yang menamakan diri dengan JIL (Jaringan Islam liberal). Liberal mempunyai arti: "kebebasan dan pembebasan". Dan seperti pada kenyataannnya mereka mengajak untuk menafsirkan Islam dengan landasan-landasan bebas yang bertentangan dengan Syariat Rasulullah S.a.w.

Kolompok inilah yang telah menyebarkan kekafiran dan menyeru ummat Islam untuk keluar dari agamanya dengan mengatasnakamakan Islam. Inilah yang coba digambarkan di atas suatu perbuatan yang sangat berbahaya. Ibarat menjual makanan dan minuman dengan kemasan yang menarik, akan tetapi makanan dan minuman itu mengandung racun yang sangat berbahaya yang bisa mengakibatkan penyakit parah atau kematian.

Di antara kesesatan pemikiran liberal adalah mereka menyatakan bahwa "Semua Agama itu Sama, dan Semua Agama itu Benar".

Dapat kita lihat pemahaman semacam ini pada buku "Satu tuhan banyak agama, Pandangan sufistik Ibnu Arabi Rumi dan Jili yang ditulis oleh Dr. Media Zainul bahri" Di dalam buku ini penulis mengemukakan beberapa kesesatan dan berusaha untuk mengelabuhi pembaca untuk menutupi kesesatan itu dengan mengutip perkataan dua tokoh sufi ini sebagai dalil. Padahal pada hakikatnya pemahaman sufi sangat jauh dari kesesatan yang ia suguhkan.

Disebutkan di  buku ini di (hal 380):  "Semua agama adalah sama, dalam arti sama-sama mengandung kebenaran yang terbatas. Tidak ada yang lebih baik atau lebih sempurna antara satu dengan yang lain. Tuhan Yang Maha Benar secara mutlak".

Dr. Adian Husaini menulis bantahan dan ulasan buku ini yang dimuat di www. hidayatullah.com dalam artikel yang berjudul "Satu Tuhan Satu Agama!"

Apa yang ditulis dalam buku ini tidak dilandasi dengan bukti-bukti yang benar dan sebagian pemikiran yang dilontarkan jauh dari fakta yang ada bahkan bertentangan. Sebagai contoh:

Pertama: Penulis dalam pernyataannya bahwa semua agama itu sama mengatakan. "Bahwa setiap agama lahir dan terikat pada konteks tertentu menjadi argumen bahwa tidak ada agama yang lebih tinggi/sempurna atas yang lain. Semua bentuk-bentuk agama adalah sederajat, karena semuanya sedang mewadahi ke-Mahabenaran dan ke-Mahamutlakan Tuhan.” (hal. 21).

Adian husaini berkata : "Itulah salah satu keganjilan pemikiran pluralisme agama. Mereka menolak “klaim kebenaran” dari masing-masing pemeluk agama, tetapi pada saat yang sama mereka justru menolak keberagaman. Mereka memaksa semua pemeluk agama melepaskan klaim kebenarannya masing-masing lalu dipaksa berpindah menuju satu keyakinan, bahwa “semuanya benar”, sebagaimana paham kaum pluralis tersebut. Bukankah ini satu sikap yang paradoks dan justru anti-pluralisme!"

Kedua: buku itu mengukutib sebagian ayat kitab suci agama Hindu untuk menguatkan anggapannya  bahwa semua agama itu sama. "ibarat semua jalan yang menuju pada tujuan yang satu". Pada kenyataannya keyakinan  pemeluk Hindu sangat berbeda dengan apa yang di tulis dalam buku itu.

Adian Husaini selanjutnya menjelaskan: "Ternyata, ungkapan itu hanya khayalan penulis saja! Tahun 2006, terbit sebuah buku berjudul Semua Agama Tidak Sama. Editor buku ini, Ngakan Made Madrasuta menulis kata pengantarnya dengan judul “Mengapa Takut Perbedaan?” Ngakan mengkritik pandangan yang menyamakan semua agama, termasuk yang dipromosikan oleh sebagian kaum Pluralis yang suka mengutip Bagawadgita IV:11: “Jalan mana pun yang ditempuh manusia ke arah-Ku, semuanya Aku terima.”

Bahkan, majalah MEDIA HINDU, edisi Oktober 2011, menurunkan laporan utama berjudul “Kembali ke Hindu, Bila Indonesia Ingin Berjaya Kembali Seperti Majapahit” dengan menyimpulkan: “Kembali menjadi Hindu adalah mutlak perlu bagi bangsa Indonesia apabila ingin menjadi Negara Adidaya ke depan, karena hanya Hindu satu-satunya agama yang dapat memelihara & mengembangkan Jati diri bangsa sebagai modal dasar untuk menjadi Negara maju.” Itulah agama Hindu yang ditulis oleh orang Hindu sendiri!

Ketiga: untuk menguatkan pendapatnya mengenai kebenaran semua agama dan semua agama adalah sama buku itu juga mengutip perkatan Ibnu Arabi. Akan tetapi pada kenyataannya pemahaman Ibnu Arabi sangatlah bertentangan dengan apa yang disebutkan di buku itu. Intinya penulis menafsirkan perkataan Ibnu Arabi seenaknya sendiri.

Dalam kitab Futuhat-nya (bab 178, fi Maqam al-Mahabbah), Ibn Arabi menyatakan bahwa cinta kepada Tuhan harus dibuktikan dengan mengikuti syari‘at dan sunnah Rasul-Nya S.a.w (al-ittiba‘ li-rasulihi saw fima syara‘a).

Prof. Al Habib Al-Allamah Abdullah bin Muhammad Baharun, rektor Universitas Al-Ahgaf menjelaskan, Jaringan Islam Liberal (JIL) sangatlah berbahaya karena jelas-jelas menyeru pada kekafiran. Beliau berkata:

"Orang yang mengajak untuk meyakini bahwa semua agama adalah benar sama saja dengan mengajak untuk mengingkari Al-Qur'an dan mengingkari Kenabian Muhammad S.a.w serta mengingkari syari'at yang diajarkannya. Sebenarnya pemikiran-pemikiran seperti ini tujuannya adalah untuk mengeluarkan ummat Islam dari agamanya. Bagaimana semua agama itu sama? Ummat Islam meyakini bahwa Nabi Muhmmad adalah Penutup para Nabi, dan ummat-ummat sebelumnya harus mengikuti syari'at Nabi Muhmmmad S.a.w, sedangkan agama yang lain mengingkari kenabian Muhammad S.a.w. Al-Quran dengan jelas dan tegas menyatakan bahwa satu-satunya agama yang diridhai Allah adalah Islam, (inna addina indallahi Al-Islam), maka bagaimana mungkin semua agama itu sama?".

~ Abdul Aziz Muslim ~
www.himmahfm.com

Baca juga: Sekilas Asal-Usul Aliran Sesat Wahabi Salafi
Previous
Next Post »