Belajar Tawadhu’

“dia lebih baik dari pada aku di mata Allah S.w.t”

Rendah hati dalam wacana Islam sering juga dikatakan dengan tawadhu’. Tawadhu’ termasuk salah satu sifat terpuji yang harus dimilki oleh seorang muslim. Tawadhu’ secara bahasa dapat dimaknai dengan ‘merendahkan hati’, artinya sengaja memposisikan diri lebih rendah dari posisi sebenarnya.

Pada dasarnya tawadhu hanya ditujukan kepada Allah yang Maha Agung, yakni merasa lemah dan tidak berdaya dibanding dengan kekuasaan Allah S.w.t, apalah kuasa manusia sampai berani mengharap surga-Nya Allah?

Apakah Allah rela memberikan surga kepada seorang hamba, jika hamba tersebut merasa tidak memerlukan surga?

Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan bahwa tujuan tawadhu sebenarnya adalah mengharapkan surga (ridha-Nya) Allah S.w.t dan menghindarkan diri dari api neraka (thoma’an li jannatihi ta’ala wa rahban min narihi ta’ala).

Meskipun tawadhu’ ditujukan kepada Allah S.w.t sebagai bukti adanya hubungan vertikal, tetapi harus dibuktikan dalam praktek keseharian ketika bermuamalah dengan sesama yang diistilahkan sebagai hubungan horizontal. Sebagaimana diterangkan dalam Al Qur'an, surat al-Furqan ayat 63:

٦٣. وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْناً وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَاماً 

"Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa (mencaci) mereka, mereka (yakni para hamba yang rendah hati itu) mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan".

Artinya bahwa diantara tanda-tanda orang yang memiliki sifat tawadhu’ selalu berjalan perasaan yang merendah hari, menundukkan kepala seolah-olah tidak pernah melihat langit, berjalan dengan santai tanpa membusungkan dada. Meskipun ia memiliki kuasa sebagai gubernur, jendral ataupun ulama misalnya. Hal ini berbeda dengan orang-orang yang sombong yang berjalan dengan mendongak ke atas tidak, pernah melihat bumi.

Rasulullah S.a.w bersabda: "Allah akan mengangkat derajat mereka yang memiliki sifat tawadhu’, dan akan membenamkan mereka yang bersifat sombong".

Begitu spesialnya sifat tawadhu ini, sehingga Allah mengistimewakan mereka yang memiliki sifat tawadhu’ dengan menyebut Ibadurrahman (hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang).

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:

ﻭَﻣَﺎ ﺗَﻮَﺍﺿَﻊَ ﺃَﺣَﺪٌ ﻟِﻠَّﻪِ ﺇِﻻَّ ﺭَﻓَﻌَﻪُ ﺍﻟﻠَّﻪُ

“Tiada seorangpun yang berlaku tawadhu’ karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan kedudukannya". (HR. Muslim).

Lalu apakah sebenarnya pentingnya tawadhu? selain mengharapkan ridha Allah S.w.t, mengangkat derajat (ketakwaan), tawadhu' juga menghindarkan diri kita dari sifat yang paling dibenci Allah yang Maha Kuasa yaitu sombong. Karena kesombongan akan menimpa mereka yang tidak memiliki ketawadhuan. Padahal sejatinya kesombongan itu hanya pantas dimiliki-Nya. Oleh karena itu Allah sangat membenci orang yang sombong, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah S.a.w dalam hadits qudsi:

"Sifat sombong itu selendang-Ku, keagungan adalah busana-Ku. Barang siapa yang merebut salah satu dari-Ku, akan Ku lempar ia ke neraka. Dan Aku tidak peduli".

Artinya, kesombongan dan keagungan itu hanya khusus milik Allah. Allah sungguh tidak terima bila ada hamba yang memilki sifat keduanya. Begitu tersinggungnya Allah, hingga Dia akan melempar siapapun yang ‘menggunakan’ kedua sifat itu ke neraka tanpa peduli. Tanpa peduli apakah dia seorang presiden atau seorang raja.

Oleh karena itu guna mempermudah diri melatih menuju ketawadhu'an kepada Allah S.w.t, hendaknya seorang hamba harus mengakui dan memiliki beberapa perasaan-perasaan sebagai berikut:

1). Merasa hina (dzlil) dan meyakini bahwa yang mulia adalah Allah. seorang hamba harus segera sadar bahwa ia seorang yang hina. Ia hanyalah berasal dari setetes air mani, yang jikalau Allah S.w.t menghendaki bisa saja mani itu tumpah dan menjadi konsumsi semut dan lalat.

2). Merasa faqir (miskin) selalu membutuhkan dan Allah lah yang Maha Kaya Raya. Sekarang para hartawan dan miliyuner akan merasa bangga atas kejayaan dan mengandalkan segala macam harta yang dimilikinya padahal kata Allah S.w.t; "Sesungguhnya semua harta itu adalah harta-Ku, orang-orang faqir itu keluarga-Ku, dan para hartawan adalah wakilku. Barang siapa yang berlaku pelit terhadap keluarga-Ku. Aku akan menyiksanya tanpa peduli".

3). Merasa bodoh, yakni merasa bahwa dirinya adalah orang yang bodoh dan Allah yang Yang Maha Mengetahui. Seringkali para hamba yang dianugerahi ilmu oleh Allah S.w.t melupakan bahwasannya ilmu itu hanya sekedar titipan Allah S.w.t yang dapat diambil-Nya kapan pun. Lihatlah ketika seorang professor, doctor, cendekia tetapi terkena stroke, apa yang dapat ia lakukan?

4). Merasa lemah dan hanya Allah yang Maha Kuat. Sebagai pelajaran betapa banyak legenda tentang kejayaan para raja yang berkuasa begitu hebatnya, tetapi sekarang hanya tinggal dalam kenangan dan catatan sejarah saja. Bukankah kekuatan negara adidaya di dunia juga selalu silih berganti?

Adapun gambaran praktek tawadhu kepada sesama dalam kehidupan sehari-hari (interaksi sosial), sangatlah bagus berpegang pada nasehat Syekh Abdul Qadir al-Jailani kepada muridnya, berikut:

اذا لقيت أحدا من الناس رأيت الفضل له عليك وتقول عسى أن
يكون عند الله خيرا منى وأرفع درجة, فإن كان صغيرا قلت هذا لم
يعص الله وأنا قد عصيته فلا شك إنه خير منى, وإن كان كبيرا
قلت هذا قد عبد الله قبلى, وإن كان عالما قلت هذا أعطي مالم أبلغ
ونال مالم أنال وعلم ما جهلت وهو يعمل بعلمه, وإن كان جاهلا
هذا أعصى الله بالجهل وأنا عصيته بالعلم ولا أدرى بما يحتمل لى
ولا يحتمل له

Jikalau kamu berjumpa dengan seseorang maka hendaklah engkau melihat keunggulannya dibanding denganmu. Dan katakanlah (dalam hati) bahwa “Orang itu lebih baik dari pada aku di mata Allah S.w.t”.

Maka apabila (kamu berjumpa) dengan anak kecil, hendaklah berkata (dalam hati): "Dia ini belum terlalu banyak maksiat (karena umurnya lebih muda) dan otomatis dia lebih baik dari pada aku".

Dan apabila (kamu berjumpa) dengan orang tua, hendaklah berkata "Orang ini telah lama beribadah kepada Allah sebelum aku (karena umurnya lebih tua), maka dia lebih baik dia dari pada aku".

Apabila (kamu berjumpa) dengan seorang yang alim, hendaklah berkata (dalam hati): "Dia telah diberi sesuatu (pengetahuan) yang aku belum memilikinya dan dia telah memperoleh sesuatu yang aku belum peroleh dan dia juga telah mengerti apa yang aku tidak mengerti. Dia beramal dengan ilmunya, pastilah lebih diterima amalnya dari pada aku".

Apabila (kamu berjumpa) dengan seorang yang bodoh, hendaklah berkata: "Dia maksiat karena kebodohannya (ketidaktahuannya), sedangkan aku melakukan maksiat dengan ilmuku (yakni dalam keadaan mengetahui bahwa yang dilakukan itu salah), sungguh aku tidak tahu apakah aku lebih baik dari pada dia".

Orang yang bersikap tawadhu’ memiliki banyak fadhilat dan kemuliaan. Diantara keutamaan bersikap tawadhu' tersebut adalah:

1. Mendapatkan kemuliaan di dunia dan di akhirat.

2. Sikap tawadhu’ merupakan akhlak mulia dari para Nabi ‘Alaihimush Shalaatu wa Salaam.

3. Dicintai ditengah-tengah manusia.

4. Tawadhu' merupakan salah satu perintah Allah S.w.t, Allah Ta’ala berfirman:

ﻭَﺍﺧْﻔِﺾْ ﺟَﻨَﺎﺣَﻚَ ﻟﻤﻦِ ﺍﺗَّﺒَﻌَﻚَ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, iaitu orang-orang yang beriman.". (QS. asy-Syu’ara : 215).

5. Tawadhu’ adalah Perangai hamba Allah S.w.t yang terpuji.

6. Mengangkat darjat seorang hamba.

7. Mendatangkan rasa cinta, persaudaraan dan menghilangkan kebencian.

Dalam kitab Al Hikam dijelaskan:

ﺍﺩ ﻓﻦ ﻭﺟﻮﺩﻙ ﻓﻰ ﺃﺭﺽ ﺍﻟﺨﻤﻮﻝ ﻓﻤﺎ
ﻧﺒﺖ ﻣﻤﺎ ﻟﻢ ﻳﺪ ﻓﻦ ﻻ ﻳﺘﻢ ﻧﺘﺎﺟﻪ

"Sembunyikanlah dirimu terhadap tanah yang jauh dari kemasyhuran, karena pepohonan yang tumbuh dari benih yang tidak ditanam melalui proses, maka hasilnya tidak akan sempurna".

Pepohonan ketika benihnya ditanam dengan di letakan di atas tanah (tidak dimasukan ke dalamnya), maka benih tersebut tidak akan tumbuh. Sedangkan cara untuk menumbuhkan pepohonan yaitu menanamnya dengan cara memasukan benih ke dalam tanah kemudian ditinggalkan beberapa hari, minggu atau bulan, dikarenakan di dalamnya terjadi proses antara tanah dan benih yang bisa menimbulkan akar atau dahan, kemudian Allah menyimpan kepada akar-akar tersebut sebuah kekuatan yang bisa menerobos keatas tanah bahkan bisa membelah bebatuan-bebatuan yang menghalanginya, supaya mendapatkan energi sinar matahari. Dengan adanya seperti ini, maka pepohonan bisa tumbuh dengan sempurna.

Begitu juga manusia dalam proses untuk menuju jati diri, seorang hamba Allah juga dibutuhkan beberapa waktu. Sebelum kamu dipandang dan terkenal dalam masyarakat dikarenakan sudah memberikan substansi kepada mereka melalui organisasi atau lembaga-lembaga, baik dari segi keagamaan ataupun sosial, maka sembunyikanlah jati dirimu yang sebenarnya dihadapan mereka, dan bersihkanlah hatimu dari keinginan-keinginan duniawi yang bisa menjerumuskanmu, supaya akal dan hatimu menjadi matang untuk menghadapinya.

ﻭﺍﻟﻠﻪ ﺍﻋﻠﻢ ﺑﺎﻟﺼﻮﺍﺏ

~ Saduran Khutbah Jum'at, dengan tambahan ~
Previous
Next Post »