Apakah Takdir bisa dirubah dengan Usaha?

Percaya akan Taqdir adalah salah satu daripada rukun Iman yang Enam. Dalam bahasa Agama disebut juga: Alqadru dengan sukun daal, Al qadaru dengan fat hah daal. Makna Attaqdir, Alqadru dan Alqadaru, menurut Asya'iroh (Asy'ariyah) adalah:


Menjadikan Allah akan segala sesuatu menurut keadaan yang tertentu, lagi sesuai dengan kehendak-Nya.

Untuk, mengerti apa makna percaya akan Taqdir itu, kami bawakan di sini apa ujar Alfasyni dalam Almaja lisusannyyah fil Kalami 'alaI Arba'inannawawiyyah, halaman 10 sebagai berikut:


Artinya: Dan makna percaya akan Qadar (Taqdir) bahwa engkau beri'tiqad bahwa Allah S.w.t telah mentaqdirkan kebaikan dan keburukan sebelum menjadikan makhluk, dan bahwa segala keadaan ini terjadi dengan penentuan Allah dan taqdirnya.

Sudah barang tentu, apa yang telah ditaqdirkan Allah S.w.t itu tidak seorangpun yang dapat merobahnya. Karena segala sesuatu itu telah ditaqdirkan, yang baik atau yang buruk. Kalau anda mengadakan revolusi dalam bidang usaha anda, lalu anda banting stir, sehingga keadaan anda lebih baik dari sebelumnya, itu bukan berarti anda merobah taqdir. Karena semua yang terjadi itu adalah ditaqdirkan, termasuk revolusi yang anda lakukan dan pembantingan stir itu.

Tersebut dalam kitabul Adzkar Linnawawi, halaman 509, sebagai berikut:


Artinya: Berkata Alghazali: Maka jika ditanya orang: Maka apa faidahnya berdoa, sedang penetapan Allah itu tak dapat ditolak?, Maka ketahuilah olehmu bahwa termasuk jumlah penetapan juga "menolak bala' dengan doa". Maka doa itu adaIah sabab bagi tertolaknya bala' dan adanya rahmat. Sebagaimana perisai itu menjadi sabab untuk menolak semata, dan air menjadi sabab bagi keluarnya tumbuh-tumbuhan dari bumi. Nah sebagaimana perisai menolak anak panah, demikian doa dan bala' itu bertolak-tolakan. Dan bukanlah dari pada syarat mengakui penetapan itu, tidak membawa senjata, dan sesungguhnya telah berfirman Allah S.w.t; Dan hendaklah mereka bersiap-siaga dan menyandang senjata. Maka Allah telah mentaqdirkan segala perkara dan mentaqdirkan juga sabab-sababnya.

Jika kita telah mengetahui dan berkeyakinan bahwa segala suatu adalah terjadi dengan ditetapkan dan dijadikan Allah S.w.t maka kita selaku hamba-Nya ini, haruslah ridha (menerima) atas segala kejadian dalam alam semesta ini, baik suatu kejadian itu merupakan hal yang menyenangkan hati kita maupun menyedihkan (kurang atau tidak menyenangkan).

Seorang yang sempurna imannya, akan bersyukur jika beroleh kesenangan, dan bersabar seketika ditimpa kemalangan. Sebagairnana hadits diriwayatkan dari Abi Yahya Shuhaib bin Sinan R.a, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah S.a.w:


Artinya: Sungguh mengagumkan keadaan seorang Mukmin. Bahwa sesungguhnya segenap kejadian atas dirinya merupakan suatu kebaikan. Dan tak ada yang demikian itu bagi seorangpun kecuali bagi orang yang beriman saja. Jika ia mendapat suatu kesenangan, bersyukurlah ia, maka hal itu merupakan kebaikan baginya. Dan iika ia ditimpa kesusahan bersabarlah ia, dan hal itupun merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim).

Demikianlah semoga difahami.

Wallahu yahdi ila sawaissabil
Previous
Next Post »