Mengapa Rasulullah S.A.W Selalu Tersenyum

Rasulullah S.a.w adalah contoh pribadi yang agung, pribadi yang mulia. Beliau diutus sebagai Rahmatan lil’alamin, rahmat bagi semesta alam. Beliau S.a.w adalah penutup para Nabi dan contoh bagi semua manusia.

Hal yang menarik adalah, mengapa Rasulullah S.a.w selalu tersenyum?, walaupun Beliau dihina dan dicaci maki oleh kaumnya, bahkan ingin dicelakakan oleh sebagian orang. Berikut sedikit bahasan tentang hal menarik ini;

Rasulullah S.a.w adalah pribadi yang agung. Seorang yang berkepribadian agung mempunyai jiwa yang besar. Seorang berjiwa besar akan mudah memaafkan kesalahan orang lain, karena hatinya yang luas bagaikan samudra. Seperti dikutip dari perkataan Aa’ Gym jiwa orang yang besar ibarat sebuah lapangan yang amat luas, apabila terdapat ular dan binatang berbahaya lainnya masih ada lahan lapangan yang lainnya untuk bergerak, sebaliknya jiwa orang yang kerdil akan merasakan sesak apabila terdapat sedikit saja gangguan bagi dirinya, orang lebih sedikit dari dia adalah cobaan baginya, tersinggung sedikit adalah besar baginya, dan masalah kecil ia besar-besarkan.

Rasulullah S.a.w adalah contoh tauladan dalam jiwa yang agung. Beliau adalah orang yang pemaaf dan mudah memaafkan. Beliau marah apabila hak Allah dilanggar. Dalam suatu riwayat dikatakan dari Aisyah R.a: “Ketika aku meletakkan gambar diruanganku aku melihat wajah Rasulullah merah padam dan Beliau berkata: “Wahai Aisyah, orang yang paling berat siksaannya pada hari kiamat adalah orang yang membuat sesuatu menyerupai makhluk Allah.” (Muttafaqq Alaih). Begitulah ketegasan Rasulullah dalam menegakkan hak-hak Allah. Apabila Beliau dihina Beliau S.a.w bersabar dan apabila hak Allah dipermainkan maka wajah Beliau merah padam.

Senyum adalah lambang pribadi yang optimis dan positif. Rasulullah S.a.w adalah insan yang mulia. Manusia terbaik dimuka bumi ini sejak adanya. Beliau adalah pemimpin agung, mustahillah seorang pemimpin itu mencontohkan kepesimisan. Beliau selalu mencontohkan keoptimisan dalam menggapai cita-cita bagi seluruh ummatnya. Karena Beliau S.a.w ingin ummatnya optimis menggapai cita-cita mereka yang mulia.

Senyum melambangkan pribadi yang positif, tidak ada gunanya marah, apabila Beliau membalas kejahatan orang Yahudi yang melukainya, karena itu akan membuang tenaga Beliau saja dan masih banyak tugas Beliau di hadapan dan akan sia-sia untuk suatu perkara yang remeh. Apabila kita marah sebenarnya yang rugi adalah kita. Termakan tenaga dan waktu untuk memikirkan batu kerikil-kerikil tersebut. Oleh karena itu Allah mengatakan dalam kitab-Nya “Katakanlah wahai Muhammad: “Matilah dengan kemarahan kalian” bagi ‘Bithanatan Min Dunikum’ yaitu golongan yang apabila kalian terkena musibah mereka akan merasakan senang dan apabila kalain mendapatkan kenikmatan hati mereka akan sakit, maka marah adalah penyebab yang tepat untuk kematian mereka. (QS. Ali Imran:118-120).

Begitulah suri teladan dalam diri Rasulullah S.a.w, seorang insan yang teragung. Demikian pula tatkala seorang buta Yahudi di pinggiran kota Madinah mencaci maki Beliau, mengatakan Beliau gila, tetapi Beliau dengan santun menyuapkan kepalan nasi ke mulut orang tua tersebut. Juga kisah seorang Yahudi yang sengaja menagih uangnya lebih dari waktu yang mereka janjikan, yang dia sengaja membuat Beliau marah, tetapi Beliau hanya tersenyum. Dan, juga kisah seorang Yahudi yang selalu merendahkannya pada setiap pagi, tetapi di saat ia sakit ternyata Rasulullah lah orang yang pertama kali mengunjunginya.

Shollu Alan Nabi ..!

~ Agung Kusuma ~
Previous
Next Post »