”Semua ilmu yang kita cari, hendaknya ilmu yang bisa lebih mendekatkan diri kita pada Allah S.w.t”
Dalam sebuah hadits Nabi S.a.w, disebutkan bahwa menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap orang muslim, laki-Iaki dan perempuan. Dari hadits tersebut mungkin akan timbul pertanyaan dalam diri kita: ”Apakah kita (sebagai seorang muslim atau muslimah) sudah melaksanakan kewajiban menuntut ilmu?”
Jika sudah, berarti kita sudah berupaya menjadi muslim yang sejati. Namun jika belum, tentunya setiap hari malaikat pencatat amal akan sibuk 'mengoleksi' catatan dosa untuk kita. Hal ini disebabkan karena dengan meninggalkan menuntut ilmu berarti meninggalkan kewajiban, dan barang siapa meninggalkan kewajiban berarti melaksanakan kemaksiatan, dan barang siapa melaksanakan kemaksiatan maka akan dicatat sebagai dosa. Selanjutnya mungkin juga akan muncul pertanyaan lagi:
”Apakah ilmu yang tersebar di muka bumi ini harus kita pelajari semua?”, atau ”sudah gugurkah kewajiban menuntut ilmu dengan belajar di tempat-tempat kursus, atau sekolah-sekolah formal yang bersifat umum?”
Ternyata ilmu yang dimaksud sebagai suatu hal yang wajib dicari kaum muslimin adalah ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah S.w.t dan menjauhi larangan-larangan-Nya (pelaksanaan ibadah wajib). Hal ini disebabkan karena suatu ibadah tidak akan diterima sebagai suatu ibadah jika pelaksanaannya tanpa didasari ilmu, sedangkan Allah S.w.t menciptakan manusia di dunia ini dimaksudkan agar beribadah kepada-Nya. Allah S.w.t berfirman dalam surat Ad-Dzariyat ayat 56:
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
Dari penjelasan di atas bisa kita simpulkan bahwa semua ilmu yang kita cari hendaknya ilmu yang bisa lebih mendekatkan diri kita pada Allah S.w.t. Barang siapa bertambah ilmunya tapi tidak bertambah hidayah (petunjuk) pada dirinya, maka antara ia dengan Allah S.w.t tidak akan bertambah (dekat), kecuali bertambah jauh. Wal'iyadzu billah.
Syekh Nasr bin Muhammad As-Samarkandh menuqil sebuah hadits yang diriwayatkan Syekh Abdullah bin Masur Al-Hasyimi: Ada seorang laki-laki datang pada Rasulullah S.a.w dan berkata: ”Saya datang kepadamu Ya Rasulullah, agar engkau memberi tahu kepadaku tentang ghoroibul ilmi (aneh-anehnya ilmu atau ilmu-ilmu yang masih asing)”. Nabi S.a.w bertanya: ”Apa yang telah kamu perbuat pada intinya ilmu?”, orang tadi kembali bertanya: ”Apa itu intinya ilmu?”, Nabi Sa.w berkata: ”Apakah kamu mengenal Allah 'Azza wa Jalla?”, dijawab: ”Ya, aku mengenal-Nya”. Nabi S.a.w bertanya: ”Apa yang kamu lakukan untuk memenuhi hak-hak-Nya?”, orang tadi menjawab: ”Masya Allah” (Allah berkehendak terhadap segala sesuatu). Dalam hal ini orang itu terkejut (tersadar akan adanya sesuatu yang terlalaikan olehnya) dengan pertanyaan Nabi S.a.w tersebut. Nabi S.a.w bertanya lagi: ”Apakah kamu tahu kematian?”, dijawabnya: ”Ya, aku rnengetahuinya (bahwa kematian pasti akan menghampiri siapapun yang bernyawa)”, Nabi S.a.w berkata: ”Apa yang kamu persiapkan untuk menyambut kedatangannya?”, orang tadi menjawab: ”Masya Allah”. Kemudian Nabi S.a.w berkata: ”Pergilah, dan fikirkan semua (yang telah aku sampaikan), setelah itu kembalilah kepadaku, sehingga aku akan ajarkan kepadamu tentang ghoroibul ilmi”.
Setelah waklu berjalan beberapa tahun, orang laki-laki tadi kembali mendatangi Nabi S.a.w, lalu Nabi S.a.w menasehati orang tersebut: ”Apapun yang tidak kamu sukai jika terjadi pada dirimu maka hendaknya kamu juga jangan berharap hal itu terjadi pada saudaramu muslim, dan apapun yang kamu sukai (atau kamu harapkan) bisa terjadi pada dirimu, maka hendaknya kamu juga berharap hal itu bisa terjadi pada saudaramu muslim, dan hal inilah termasuk Ghoroibul Ilmi”.
Ilmu yang dimaksud sebagai suatu hal yang wajib dicari kaum muslimin adalah, ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah S.w.t dan menjauhi larangan-larangan-Nya
Kemudian Rasulullah S.a.w melanjutkan nasehatnya; ”Bahwa persiapan untuk menyambut kematian adalah intinya ilmu, maka lebih utama jika seseorang selalu sibuk dalam mempersiapkan kematian. Barang siapa dikehendaki Allah S.w.t untuk mendapatkan petunjuk-Nya, maka Dia akan melapangkan dadanya (orang itu) dengan Islam. Dan barang siapa dikehendaki Allah S.w.t menjadi orang yang tersesat, maka Dia akan menyempitkan dadanya dengan kesusahan (jauh dari Islam/ajaran Islam). Adapun ciri orang yang hatinya disinari dengan Nur Islam yaitu apabila orang itu menjauh dari duniawi dan kembali (mendekat) pada kehidupan yang kekal ukhrawi, serta mempersiapkan datangnya kematian”.
Semoga Allah S.w.t mengakhiri kehidupan kita dengan akhir yang bagus dan terpuji (Husnul Khotimah). Aamiin.
Semoga Allah S.w.t mengakhiri kehidupan kita dengan akhir yang bagus dan terpuji (Husnul Khotimah). Aamiin.
اَللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ سَÙŠِّدِÙ†َا Ù…ُØَÙ…َّدٍ ÙˆَاَÙ„ِÙ‡ِ ÙˆَصَØْبِÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„ِّÙ…ْ
~ Al Habib Hasan Al Jufri - Penjelasan tentang Tanbihul Ghofilin ~
Baca juga: Pancaran Sinar Kebeningan Hati
EmoticonEmoticon