Kelebihan Ahli Ma‘rifat

ia melihat segala sesuatu dengan pandangan fana

Jika mempelajari dengan cermat ajaran-ajaran agama, kita dapat memahami bahwa puncak dan inti dari semua­nya adalah mengenal Allah, ma‘rifat kepada Allah. Dan inilah yang dirindukan dan dicari oleh setiap mukmin yang se­sungguhnya.

Betapa tingginya keduduk­an ma‘rifat kepada Allah dan orang-orang yang mencapainya disebutkan oleh pengarang dalam uraian berikut ini dan dijelaskan oleh pensyarah, yakni Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, dalam kitab Salalim al-Fudhala. Selain itu dalam uraian ini juga ditambahkan beberapa tambahan keterangan dari pensyarah yang lain, yaitu Sayyid Bakri Syatha, dalam kitabnya, Kifayah al-Atqiya’. Marilah kita perhatikan apa yang dikatakan pengarang dan penjelasan lebih lanjut dari pensyarah.

Syekh Zainuddin Al-Malibari mengatakan: "Orang-orang yang ma‘rifat terhadap Tuhan, mereka itu lebih utama daripada orang ahli ilmu furu‘ dan ilmu ushul dalam hal kesempurnaannya. Karena satu raka'at orang yang ma‘rifat adalah lebih utama daripada seribu raka'at orang yang alim, maka terimalah".

Orang-orang yang ma‘rifat kepada Tuhan itu lebih utama daripada semua ahli fiqih dan ahli tauhid, bagaimana tidak, mereka adalah pemilik pancaran sinar terang, sebagaimana yang dikata­kan Syekh Ahmad bin ‘Alan. Syekh Al-Aydrus berkata dengan mengutip pen­da­pat sebagian ulama: “Satu raka'at shalat yang dilakukan seorang arif (ahli ma‘rifat) itu lebih utama daripada seribu raka'at orang alim. Sedangkan satu napas dari se­orang ahli hakikat tauhid itu lebih utama daripada amal ibadah seluruh orang alim dan orang ma'rifat”.

Karena ma‘rifat kepada Allah meng­ungguli segala sesuatu, mereka yang memilikinya lebih utama dibandingkan para ahli fiqih dan tauhid yang tidak memilikinya. Karena kemuliaan suatu ilmu itu tergantung kemuliaan yang diketahui dengan ilmu itu dan buahnya.

Ada ulama yang mengatakan, “Orang arif (ahli ma‘rifat) itu di atas apa yang ia ucap­kan, dan orang alim itu di bawah apa yang ia ucapkan.”. Syekh Ruwaim ber­kata, “Sikap ‘riya’ orang-orang ma`rifat itu lebih utama daripada keikhlasan para murid (orang-orang yang sedang menuju Allah S.w.t)”.

Ketahuilah, di antara tanda-tanda ma‘rifat kepada Allah adalah terdapatnya perasaan takut yang sesungguhnya ke­pada Allah. Barang siapa bertambah ma‘rifatnya, bertambah pula rasa takut­nya kepada-Nya, dan ma‘rifat itu menim­bulkan ketenangan.

Abu Ya‘qub As-Susi pernah ditanya, “Apakah orang yang arif (ahli ma‘rifat) itu dapat merasa senang dengan sesuatu selain Allah?”, Ia menjawab, “Apakah orang arif itu melihat selain Allah sehingga ia senang dengannya?”. Kemudian ia ditanya lagi, “Jadi de­ngan pandangan apa ia melihat segala sesuatu?”, Ia menjawab: “Dengan pandangan fana”.

Maksud perkataan Abu Ya‘qub itu, orang arif selalu melihat dan selalu me­nyadari bahwa segala sesuatu itu se­bagai sesuatu yang akan binasa, se­dang­kan orang yang tidak arif, meskipun tahu bahwa segala sesuatu selain Allah pasti akan binasa, terkadang lupa.

Abu Yazid pernah mengatakan, “Orang yang arif itu bagaikan orang yang terbang, sedangkan orang zuhud itu ba­gaikan orang yang berjalan, dan orang arif itu matanya menangis tetapi hatinya tertawa”. Sedangkan Al-Junaid mengata­kan, “Tidaklah seseorang itu disebut arif sampai ia seperti bumi yang dipijak oleh orang yang baik dan yang tidak baik, seperti awan yang memayungi segala sesuatu, dan seperti hujan yang mengairi apa yang ia sukai dan tidak ia sukai”.

Imam Al-Ghazali mengatakan, ma‘rifat ke­pada Allah adalah sesuatu yang paling lezat dan tak ada kelezatan yang me­lebihinya. Karena itu, Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: “Allah memiliki hamba-hamba yang perasaan takut kepada ne­raka dan berharap terhadap surga saja tidak dapat menyibukkannya dari Allah, lalu bagaimana dunia dapat menyibuk­kan mereka dari Allah?

Syekh Abu Bakar Al-Warraq ber­pen­dapat: “Diamnya orang arif itu lebih bermanfaat, dan ucapannya itu lebih diinginkan dan lebih baik”. Syekh Dzun Nun berkata: “Orang-orang zuhud adalah raja-raja akhirat, dan mereka adalah orang-orang ahli ma`rifat yang faqir”, demikian penuturan Syekh Al-Qusyairi.

Syekh Zainuddin Al-Malibari ~ Hidayah Al-Adzkiya’
Dijelaskan oleh K.H. Saifuddin Amsir

alKisah


اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

Previous
Next Post »