Mengucap Hamdalah Atas Nikmat

"Ingatlah setiap nikmat Allah S.w.t yang diberikan kepada kita dan ucapkan hamdalah dengan rasa syukur atas nikmat-Nya"

Dari Anas bin Malik R.a berkata bahwa Rasulullah S.a.w bersabda: "Sesungguhnya Allah akan ridha terhadap hamba-Nya ketika dia makan makanan, kemudian memuji Allah atas nikmat itu, dan ketika dia minum, kemudian memuji pula atasnya". (HR Muslim, An-Nasa'i, dan Turmudzi).

Dalam riwayat lain disebutkan pula, "Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang hanya akan dimasuki oleh orang-orang yang memuji Allah".

Ungkapan pujian hakikatnya adalah pujian yang benar-benar hidup maknanya, bukan sekadar kata-kata yang hampa dari pengertiannya yang mendalam. Hakikat sebuah pujian adalah perasaan ridha yang selanjutnya akan timbul darinya sikap qana'ah atau rela pada hal yang dia dapat.

Perkataan Rasulullah S.a.w di atas tadi tentunya tidak terbatas hanya pada persoalan makan dan minum saja, walaupun hadist tersebut memang menyebutkan kedua hal itu. Makan dan minum merupakan salah satu bagian yang mewakili dari jutaan fenomena dan gambaran betapa luasnya nikmat dari Sang Pencipta alam semesta.

Ucapan 'Alhamdulillah' adalah sebuah ungkapan pujian kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala sebagai mana arti dari segi lafadznya yaitu 'Segala puji bagi Allah', kita sering mengucapkannya sebagai rasa syukur kita kepada Allah atas segala nikmat dan karunia-Nya. Adapun keutamaan dari mengucap Alhamdulillah, diterangkan dalam hadits berikut:

عن جابر رضي الله عنه قال, قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم ما أنعم الله علي عبد من نعمة فقال الحمد لله إلّا أدّى شكرها, فإن قالهاالثانية جدّد الله له ثواب, فإن قالهاالثّلثة غفر الله له ذنوبه -أخرجه الحاكم و البيهاقي

Dari Jabir Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Allah Subhanahu Wa Ta'ala tidak memberikan nikmat kepada seorang hamba kemudian ia mengucap 'Alhamdulillah' melainkan Allah akan mendatangkan kesyukuran nikmat, Jika ia mengucapkan dua kali maka Allah memperbaharui pahalanya dan jika ia mengucapkannya yang ketiga, maka Allah mengampuni dosa-dosa nya". (HR Hakim dan Thabrani).

Setiap nafas kehidupan merupakan gambaran kenikmatan Allah S.w.t yang akan berlangsung terus-menerus sehingga setiap jiwa pun tidak akan bisa melepaskan diri kecuali ia harus memuji Sang Khaliq, ridha pada ketetapan-Nya, rela pada bagian yang ia dapat, mengimani-Nya dan merasa tenteram di dalam lindungan-Nya, dan ungkapan akhirnya dia akan bersyukur terhadap segala kenikmatan yang dia dapat yang tak terbilang jumlahnya. Firman Allah S.w.t:

١٨. وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ 

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.". (QS An-Nahl [16]: 18).

Berpikirlah dan bertafakurlah, perhatikan dengan saksama persoalan ini. Seandainya suatu hari engkau mengadakan sebuah perjalanan dengan menggunakan kendaraan yang engkau kemudikan sendiri, kemudian tiba-tiba Allah S.w.t menghendaki penglihatan matamu yang telah Allah S.w.t ciptakan hilang! Maka yang terjadi adalah butanya engkau pada pandangan ke arah jalan raya di depanmu, dan tidak mustahil akan terjadi bencana yang cukup mengerikan. Pikirkanlah itu, betapa besar nikmat penglihatan mata yang dapat menjaga diri kita dari bahaya kehidupan, sebagaimana kalian saksikan pula keindahan tanda-tanda kebesaran Allah S.w.t, berupa alam semesta beserta isinya yang semua itu akan terlihat hanya dengan nikmat ciptaan Allah S.w.t berupa mata. Oleh karena itu, satu ungkapan keridhaan dan puji syukur yang kita ucapkan akan menjadikan Allah S.w.t ridha pula sebagaimana disabdakan dalam hadis Rasulullah S.a.w. tadi. Ingatlah selalu setiap nikmat Allah S.w.t yang diberikan kepada kita dan senantiasa kita memuji dan bersyukur kepada-Nya, Alhamdulillah.

Dari Ibnu Umar R.a berkata, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: "Perbanyaklah kalian membaca 'Alhamdulillah' karena sesungguhnya ia mempunyai dua mata dan sayap yang mendo'akannya di dalam surga dan memohonkan ampunan kepada pembacanya sampai hari kiamat.". (HR Imam Ad-Dailami).

Bacaan dzikir pujian dan syukur

يَا رَبِّ لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيمِ سُلْطَانِكَ

“Ya Rabbi Lakal Hamdu Kamaa Yanbaghi Li Jalali Wajhika wa Li ‘Azhimi Sulthanika.”.

Artinya: “Ya Tuhanku, Segala puji bagiMu sebagaimana seyogyanya kemuliaan wajahMu dan keagungan kekuasaanMu.”.

Keutamaannya; dua malaikat tidak sanggup mencatatnya dan tidak tahu cara mencatat pahala ucapan ini (karena besarnya). (Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah).

Membaca dzikir sebagai rasa syukur

اَللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ

“Allahumma maa ashbaha biy min ni’matin aw bi ahadin min khalqika faminka wahdaka laa syarikalak falakalhamdu wa lakasy syukru”

Artinya: “Ya Allah, nikmat yang kuterima atau diterima oleh seseorang di antara makhluk-Mu di pagi ini adalah dari-Mu. Maha Esa Engkau, tiada sekutu bagi-Mu. Bagi-Mu segala puji dan kepada-Mu panjatan syukur (dari seluruh makhluk-Mu).”.

Keutamaannya; jika (membacanya pada pagi, maka) dia telah menunaikan syukur pada siang harinya, dan barangsiapa yang membacanya pada sore, maka dia telah menunaikan syukur pada malam harinya. (HR Ibnu Hibban).

Mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bersyukur. Aamiin.

Rukun dan Hukum Kalimat Al Hamd (Pujian)

Kalimat Al Hamd (pujian) memiliki 5 rukun yaitu:

1. Al Haamid : orang yang memuji
2. Al Mahmuud : Dzat Yang dipuji, yaitu Allah Subhanahu wata’ala
3. Al Mahmuud bihi : yang digunakan untuk memuji, seperti pujian dengan lisan atau ucapan, dengan sanubari atau perbuatan dan lainnya
4. Al Mahmuud ‘alaihi : sesuatu yang karenanya dipuji, seperti kenikmatan yang dilimpahkan, dijauhkan dari musibah dan lainnya
5. As Shiighah : lafadz pujian, sepeti kalimat “Alhamdulillah”.

Jika dalam hadits Rasulullah S.a.w disebutkan bahwa kalimat الحمدلله (Alhamdulillah) memenuhi timbangan (amal baik), maka menunjukkan begitu mulia dan luhurnya kalimat tersebut, terlebih lagi dengan kalimat at tauhid : لا إله إلا الله (Laa ilaaha illallah) yang pastinya lebih agung dan mulia. Namun kesimpulannya bahwa kalimat-kalimat agung dan dzikir-dzikir yang mulia itu pastilah di dalamnya terdapat nama الله , sehingga ketika kita bershalawat kepada Nabi Muhammad S.a.w, hal itu bukan semata-mata dari kita akan tetapi kita meminta atau berdoa kepada Allah S.w.t, dimana disebutkan nama Allah, seperti ketika kita bershalawat kepada Rasulullah S.a.w kita mengucapkan:

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

“Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam atas Sayyidina Muhammad”

Maka shalawat kepada Rasulullah S.a.w juga merupakan dzikir dan doa kepada Allah S.w.t.

Adapun hukum-hukum Al Hamd (pujian) ada 4, yaitu:

1. Hukumnya wajib, seperti contoh membaca surat Al Fatihah dalam shalat dan lainnya dari hal-hal yang wajib.

2. Hukumnya sunnah, seperti memuji Allah dalam segala hal ketika mendapatkan kenikmatan, dijauhkan dari musibah dan lainnya

3. Hukumnya makruh, yaitu jika mengucapkan Alhamdulillah setelah melakukan hal-hal yang makruh,

4. Hukumnya adalah haram, yaitu jika mengucapkan Alhamdulillah setelah melakukan perbuatan haram. Dan kalimat (Alhamdulillah) tidak mempunyai hukum mubah, sebab setiap memuji Allah Subhanahu wata’ala dengan ucapan -Alhamdulillah- (bukan diucapkan setelah melakukan perbuatan haram) pasti akan mendapatkan pahala dari Allah S.w.t, sedangkan makna dari hukum mubah adalah dimana suatu pekerjaan yang dilakukan atau ditinggalkan tidak mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wata’ala.

Kemudian dalam hadits di atas disebutkan bahwa Allah memuji dzat-Nya, agar hamba-hamba-Nya mengetahui bahwa hanya Allah Subhanahu wata’ala Yang berhak dipuji, mengapa?, karena hanya Allah Yang Maha Mampu melimpahkan kenikmatan untuk hamba-hamba-Nya di dunia dan di akhirat. Maka hal ini merupakan penyemangat dan dorongan kepada hamba-hamba-Nya untuk banyak memuji-Nya. Sehingga dengan banyak memuji, maka berarti seseorang mencintai Allah S.w.t dan dengan mencintai-Nya maka ia akan dicintai oleh Allah. Dan dalam riwayat Shahih Muslim disebutkan oleh sebab itu Allah S.w.t menciptakan surga, untuk hamba-hamba yang banyak memuji-Nya dan mereka adalah orang-orang yang mencintai Allah S.w.t. Maka pada hakikatnya semua ketaatan kita yang didasari cinta kepada Allah adalah merupakan pujian kepada Allah S.w.t.

~ Al Habib Munzir Al Musawa ~
Penjelasan Kitab Ar-Risalatul Jami’ah

Dwonload Pdf: Penjelasan Kitab Ar-Risalatul Jami’ah

Previous
Next Post »