“Kantuk dalam perang itu berasal dari Allah dan kantuk dalam shalat berasal dari setan”
Hamba-hamba Allah yang beriman, baik ketika mereka dalam keadaan damai maupun perang, diberi pertolongan oleh Allah dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang tak terbayangkan oleh mereka. Hanya saja ada sebagian orang beriman yang tak mantap imannya sehingga ragu akan datangnya pertolongan Allah. Mereka sering memperhitungkan segala sesuatu hanya dengan akalnya dan dugaannya sendiri, seolah Allah tak berkuasa melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Padahal, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Marilah kita simak ayat 153 dan 154 surah Ali ‘Imran yang berkaitan dengan masalah tersebut dan kita perhatikan pula penafsirannya sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya.
Allah S.w.t berfirman;
Kemudian setelah kamu berduka cita, Allah menurunkan kepada kalian keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kalian, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata, “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?” Katakanlah, “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu, mereka berkata, “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah, “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali 'Imran: 154).
Allah menganugerahkan kepada hamba-hamba-Nya ketenangan dan rasa aman yang diturunkan kepada mereka. Rasa aman itu berupa kantuk yang menghinggapi mereka tatkala masih menyandang senjata, dan pada saat mereka berduka dan bingung. Kantuk dalam kondisi demikian menunjukkan rasa aman, sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Anfal mengenai kisah Perang Badar yang artinya; “Tatkala kantuk menghinggapimu sebagai rasa aman dari-Nya.”. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, ia berkata; “Kantuk dalam perang itu berasal dari Allah dan kantuk dalam shalat berasal dari setan.”. Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas, dari Thalhah, ia berkata; “Aku termasuk orang yang dihinggapi kantuk dalam Perang Uhud hingga pedangku jatuh beberapa kali dari tangan. Jika pedangku jatuh, ku ambil. Jika jatuh lagi, ku ambil lagi.”.
Dalam riwayat yang disandarkan kepada Qatadah, Anas, dan Abu Thalhah, ia berkata, “Dalam Perang Uhud, kami dihinggapi kantuk padahal kami masih memegang pedang.”, Thalhah berkata, “Kemudian pedangku jatuh dari tangan, lalu kuambil. Kemudian jatuh lagi, lalu kuambil lagi.”. Sehubungan dengan kejadian ini Allah berfirman yang artinya, “Kemudian Allah menurunkan kepada kalian, setelah kedukaan, rasa aman berupa kantuk yang menghinggapi segolongan di antara kalian,”, yakni golongan orang yang beriman, yakin, teguh, tawakal, dan jujur. Mereka adalah orang-orang yang yakin bahwa Allah Azza wa Jalla akan menolong Rasul-Nya dan meluluskan harapannya.
Oleh karena itu, Dia berfirman yang artinya, “Sedangkan golongan yang lain dicemaskan oleh dirinya sendiri.”, Yakni mereka tidak dihinggapi kantuk, karena merasa takut, gelisah, dan keluh-kesah. “Mereka menduga tidak benar kepada Allah seperti dugaan kaum Jahiliyyah.”. Sebagaimana Allah berfirman dalam ayat lain yang artinya, “Namun, kalian menduga bahwa Rasul dan orang-orang yang beriman tidak akan kembali kepada keluarganya untuk selamanya.”. Mereka berkeyakinan bahwa kaum musyrik itu akan menang dan bahwa Islam dan pemeluknya telah porak-poranda.
Kemudian Allah befirman yang artinya, “Mereka berkata,” dalam situasi demikian, ‘Apakah kita memiliki sedikit wewenang mengenai persoalan itu?’.” Maka Allah Ta`ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, ‘Sesungguhnya segala persoalan itu wewenang Allah.’ Mereka menyembunyikan di dalam diri mereka sesuatu yang tidak mereka tampakkan kepadamu.” Kemudian Allah menjelaskan apa yang mereka sembunyikan di dalam hati mereka dengan firman-Nya yang artinya, “Mereka berkata, ‘Jika kita memiliki sedikit wewenang mengenai persoalan itu, niscaya kita tidak terbunuh di sini’.” Yakni, mereka menyembunyikan perkataan itu dari Rasulullah S.a.w.
Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Zubair, ia berkata, “Tatkala aku bersama Rasulullah dalam situasi ketakutan perang yang memuncak, aku mengalami bahwa Allah mengirimkan kantuk kepada kami sehingga tiada seorang pun di antara kami melainkan dagu kami menempel di dada kami.”. Ia juga mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku mendengar apa yang dikatakan Mut`ab bin Qusyair itu tiada lain kecuali sebagai mimpi. Mut`ab mengatakan, ‘Jika kita memiliki sedikit wewenan mengenai persoalan itu, niscaya kita tidak dibunuh di sana.’ Aku tetap ingat omongannya itu.”. Dan berkaitan dengan itu, Allah Ta`ala berfirman yang artinya, “Mereka berkata, ‘Jika kami memiliki sedikit wewenang mengenai persoalan itu, niscaya kami tidak akan terbunuh di sini’.” Demikianlah keterangan yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.
Maka Allah Ta‘ala berfirman yang artinya, “Katakanlah, ‘Seandainya kalian tetap berada di rumah kalian, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan mati terbunuh itu akan keluar menuju tempat mereka terbunuh’.”, Maksudnya, ini merupakan takdir yang telah ditetapkan Alah, merupakan ketetapan yang pasti, yang tidak bisa melenceng dan berubah.
Firman Allah Ta‘ala yang artinya; “Allah hendak menguji apa yang ada dalam dadamu dan hendak membersihkan apa yang ada dalam hatimu”, artinya: Allah akan menguji kalian dengan kejadian yang menimpa kalian sehingga jelaslah perbedaaan antara orang yang jahat dan yang baik, dan teranglah mana perbuatan dan perkataan orang mukmin dan mana perbuatan dan perkataan orang munafik. “Allah mengetahui apa yang terkandung dalam hati”, artinya, mengetahui segala rahasia yang tersimpan di dalam hati.
Kemudian Allah S.w.t berfirman yang artinya;
"Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kalian pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau), dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun". (QS Ali 'Imran: 155).
Firman Allah yang artinya ”Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kalian pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh setan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau)”, yakni lantaran beberapa dosa terdahulu. Ulama salaf mengatakan, “Sesungguhnya balasan atas kebaikan ialah kebaikan yang ada sesudahnya, dan balasan atas keburukan ialah keburukan yang ada sesudahnya.”. Kemudian Allah Ta`ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka.”, Maksudnya, atas kesalahan sekelompok orang yang melarikan diri dari medan perang. “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”, Yakni, Dia menghapuskan dosa, menyantuni makhluk-Nya, dan memaafkan mereka atas kesalahan mereka.
Ibnu Katsir - Tafsir Surah Ali ‘Imran (154-155).
alKisah
EmoticonEmoticon