"Orang dilarang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an kecuali terlebih dahulu telah mendapatkan ilmu laduni. Barangsiapa menafsirkan Al-Qur'an tanpa alat ilmu laduni, boleh jadi mereka akan menafsirkanya dengan akal saja"
Di dalam kitab at-Tibyan fi 'Ulumil Qur'an, Imam Ali ash-Shobuni mengutip pendapat beberapa ulama tentang ilmu laduni ini, berkaitan dengan ihwal kebersihan hati, yang menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan ilmu laduni. Melalui syairnya yang terkenal, al-Imam asy-Syafi'i mengisyaratkan hal itu dengan indahnya:
Di dalam kitab at-Tibyan fi 'Ulumil Qur'an, Imam Ali ash-Shobuni mengutip pendapat beberapa ulama tentang ilmu laduni ini, berkaitan dengan ihwal kebersihan hati, yang menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan ilmu laduni. Melalui syairnya yang terkenal, al-Imam asy-Syafi'i mengisyaratkan hal itu dengan indahnya:
"Aku mengadu kepada Al-Waqi’ perihal jeleknya hafalanku,
maka dia menunjuki aku agar aku meninggalkan perbuatan maksiat.
Karena sesungguhnya ilmu itu adalah Nur.
Nur Allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat"
Al-Imam as-Suyuti berkata: "Banyak orang mengira, bahwa ilmu laduni itu sangat sulit untuk didapat. Mereka berkata, ilmu laduni itu berada di luar jangkauan kemampuan manusia. Padahal sebenarnya tidaklah demikian. Untuk mendapatkan ilmu laduni itu, caranya hanya dengan jalan membangun sebab-sebab yang dapat menghasilkan akibat. Adapun sebab-sebab itu adalah amal dan zuhud". Kemudian beliau meneruskan, "Ilmu-ilmu Al-Qur'an dan apa saja yang memancar darinya adalah sangat luas sekali. Bagaikan samudera yang tidak bertepi. Adapun ilmu laduni ini adalah alat yang mutlak bagi seseorang untuk menafsirkan ayat-ayatnya".
Oleh karena itu, orang dilarang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an kecuali terlebih dahulu telah mendapatkan ilmu laduni. Barangsiapa menafsirkan Al-Qur'an tanpa alat ilmu laduni, boleh jadi mereka akan menafsirkanya dengan akal saja (bir ro'yi) yang dilarang oleh agama. Sebab, pemahaman ilmu Al-Qur'an yang hakiki adalah sesuatu yang sifatnya Qodim dan sumber ilmu laduni juga dari yang Qodim itu. Oleh karena itu, orang tidak dapat menyentuh sesuatu yang Qodim kecuali dengan alat dari yang Qodim pula.
Para ulama menyebut ini sebagai syarat mutlak yang harus dipenuhi bagi orang yang akan menafsirkan Al-Qur'an, supaya dia berhasil sampai pada tingkat penafsiran terdalam dan tertinggi sesuai dengan kemampuannya dalam memahami, baik di saat mereka sedang mendengarkan maupun membaca ayat-ayatnya. Sungguh Allah S.w.t telah memudahkannya dan telah memerintahkan pula untuk mengadakan penelitian, sebagaimana Firman-Nya:
١٧. وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِن مُّدَّكِرٍ
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?". (QS al-Qamar [54]: 17).
Dan juga Firman Allah S.w.t:
٢٤. أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci?". (QS Muhammad [47]: 24).
~ Ali ash-Shobuni; At-Tibyan fi Ulumil Qur'an, 159 ~
1 Komentar:
Write KomentarIstilah atau nama Ilmu Laduni itu dari mana? Saya baru mendengarnya....
ReplyEmoticonEmoticon