"Ketahuilah wahai sekalian saudaraku yang dirahmati Allah, sesungguhnya di dalam pernikahan terdapat keutamaan, faidah serta manfaat baik untuk kehidupan dunia dan akhirat"
Sungguh telah datang anjuran untuk melakukan pernikahan baik di dalam Al Qur'an ataupun Hadist, Allah S.w.t berfirman :
فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع (النساء : ٣ )
Artinya : "Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat".
وأنكحوا الأيامى منكم والصالحين من عبادكم وإمائكم إن يكونوا فقراء يغنهم الله من فضله والله واسع عليم (النور : ٣٢ )
"Dan nikahilah orang-orang yang sendirian diantara kalian, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui".
Bersabda Rasullulah S.a.w :
يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فانه احصن للفرج ومن لم يستطيع فعليه بالصوم فانه له وجاء
"Wahai sekalian pemuda, siapa saja diantara kalian mampu untuk menikah, maka segeralah menikah, sebab pernikahan adalah benteng bagi kemaluan. Dan barang siapa belum mampu untuk menikah maka puasalah, kerana puasa sebagai pengendali".
من ارد ان ياقي الله طاهرا مطهرا فليتزوج الحرائر
"Siapa yang ingin berjumpa kepada Allah dalam keadaan suci dan disucikan maka menikahlah dengan orang-orang yang merdeka".
أربع من سنن المرسلين الحياء والتعطر والسواك والنكاح
"Empat hal kebiasaan (sunnah-sunnah) para rasul: sifat malu, memakai minyak wangi, bersiwak dan menikah".
تناكحوا تكاثروا فإني مكاثربكم الامم يوم القيامه
"Menikahlah dan perbanyaklah keturunan (anak) sebab aku akan membanggakan kalian dihadapan semua umat dengan jumlah yang banyak di hari kiamat".
إذاتزوج العبد فقد استكمل نصف الدين فليتق الله في النصف الباقي
"Apabila seorang sudah menikah, maka sempurnalah setengah dari bagian agamanya, maka takutlah kepada Allah pada setengah yang lain".
Berkata Ibn Abbas R.a:
لا يمنع من النكاح إلا عجز او فجور
"Tidak mencegah pernikahan kecuali orang yang lemah atau orang yang bejat".
Al Habib Abdullah bin Alawi Al Hadad berkata : “Hikmah didalam pernikahan yaitu mengosongkan hati dari gangguan (was-was) syaiton yang berkaitan dengan masalah perempuan, terkadang gangguan tersebut muncul ketika seorang sedang sholat berdiri dihadapan Allah S.w.t, atau ketika sedang membaca Al Qur'an atau ketika sedang berzikir, maka hal tersebut termasuk su’ul adab kepada Allah S.w.t. Dan hikmah lain didalam pernikahan yaitu untuk merendahkan pandangan dan benteng bagi kemaluan. Telah datang keterangan mengenai keutamaan dari hal tersebut dan ancaman bagi orang yang meningggalkanya, didalam beberapa kitab dan sunah, keterangan-keteranga tersebut tidak samar bagi orang-orang yang berilmu dan penglihatan”.
Allah S.w.t berfirman :
قل للمؤمنين يغضوا من أبصارهم ويحفظوا فروجهم ذلك أزكى لهم إن الله خبير بما يصنعون (النور : ٣٠ )
Katakanlah kepada orang yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.
Bersabda Rasullulah S.a.w:
النظرة سهم مسموم من سهام ابليس ……. الحديث
"Pandangan adalah anak panah beracun dari beberapa anak panah iblis".
Hikmah yang lain didalam pernikahan yaitu bersabar didalam bergaul kepada istri dengan baik, dan bersabar didalam melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap mereka. Memberi nafakoh terhadap mereka (para istri) dan keluarga mempunyai fadhilah yang besar, dan didalamnya terdapat fadhilah lain yaitu sebagai wasilah untuk memperoleh keturunan yang soleh yang menyembah kepada Allah S.w.t yang mendoakan kepada orang tuanya, dan memintakan ampunan kepada mereka baik ketika masih hidur atau sudah meninggal, atau mungkin salah seorang diantara mereka meninggal dunia sebelum baligh maka kedua orang tuanya akan memperoleh pahala yang agung.
Didalam mendidik anak dan melaksanakan terbiyah kepada mereka dengan baik terutama kepada anak-anak perempuan, mempunyai pahala yang banyak dan fadhilah yang besar.
Rasulluah S.a.w bersabda :
دينار أنفقته في سبيل الله ودينار أنفقته في رقبة ودينار تصدقت به على مسكين ودينار أنفقته على أهلك أعظمها أجرا الذي أنفقته على أهلك.
"Satu dinar yang engkau berikan untuk jalan Allah, dan satu dinar yang engkau berikan untuk memerdekakan budak, dan satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang-orang miskin, dan satu dinar yang engkau berikan untuk keluargamu, diantara hal tersebut yang pahalanya paling besar adalah satu dinar yang engkau berikan untuk keluargamu".
ما أطعمت نفسك فهو لك صدقة وما أطعمت ولدك فهو لك صدقة وما أطعمت زوجتك فهو لك صدقة وما أطعمت خادمك فهو لك صدقة
"Sesuatu yang engkau berikan kepada dirimu sendiri maka sesuatu tersebut bernilai sedekah untukmu, dan sesuatu yang engkau berikan kepada putramu maka sesuatu tersebut bernilai sedekah untukmu, dan sesuatu yang engkau berikan kepada istrimu maka sesuatu tersebut bernilai sedekah untukmu, dan sesuatu yang engkau berikan kepada pembantumu maka sesuatu tersebut bernilai sedekah untukmu".
إذامات ابن ادم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعوله
"Apabila manusia meninggal dunia, maka seluruh amal ibadahnya terputus kecuali tiga hal, sedakah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak yang shaleh yang mendoakan kedua orang tuanya".
Alangkah baiknya bagi seorang yang hendak menikah untuk memilih wanita sebab agamanya dan kebaikannya walaupun dia seorang yang miskin atau kurang begitu cantik, sunguh Rasul S.a.w telah menganjurkan dan memberi motifasi untuk memilih wanita sebab agamanya :
فاظفر بذات الدين تربت يداك
"Maka beruntunglah yang memilih wanita sebab agamanya, maka dia tidak akan menyesal".
Tidaklah pantas bagi seseorang yang menikahi wanita hanya sebab kekayaannya dan kecantikannya saja, sebab hal tersebut hukumnya makruh
Bersabda Rasullulah S.a.w :
لاتزوجوا النساء لحسنهن فعسى حسنهن ان يرديهن ولاتزوجو هن لأموالهن فعسى أموالهن أن تطغيهن ولكن تزوجوهن على الدين …… الحديث
Kemudian bagi seorang yang berniat tidak melaksanakan pernikahan sebab menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, serta menjauhkan diri dari kesibukan duniawiah dan sesuatu yang berkaitan dengannya, bersama dengan itu hatinya kosong dari wanita, maka tidak mengapa baginya meninggalkan pernikahan dan dia tidak berdosa, hal tersebut pernah dilakukan oleh sebagian para shalihin zaman dahulu atau sekarang (semoga Allah merahmati mereka). Dikatakan kepada sebagian mereka, “Tidakkah engkau menikah?” dia menjawab “Sungguh telah lumpuh kekuatan nafsuku, kalau dia sudah lumpuh apakah aku harus membebani dia dengan satu nafsu lagi?”.
Dikatakan pula kepada sebagian yang lain yang semisal dengan pertanyaan tersebut, maka sebagian mereka menjawab “Kalau aku mampu untuk melepas nafsuku, niscaya aku sudah melepasnya”.
Dikatakan kepada Bisr bin Harist R.a: “Wahai Bisr, sesungguhnya para manusia berbicara mengenai dirimu, mereka berkata bahwasanya engkau telah meninggalkan sunnah, mereka menghendaki agar engkau menikah", Bisr berkata: "Katakan kepada mereka bahwa Bisr sudah menyibukkan diri dengan perkara Fardhu”.
Hanya Allah lah yang memberi petunjuk dan pertolongan, tidak ada tuhan selain-Nya.
"Satu tetes air mata yang keluar dari mataku karena takut kepada Allah S.w.t lebih aku cintai dari pada bersedekah dengan seribu dinar".
Diriwayatkan, bahwa sang ayah menikahkannya dengan seorang gadis Qurais, selang beberapa hari sang ayah bertanya: “Wahai menantuku bagaimana engkau dapati suamimu?” menantu beliau menjawab: “Dia adalah sebaik-baiknya lelaki hingga tidak kenal kami di tempat tidur”, maka sang ayah datang kepada beliau dan menasehatinya, sang ayah berkata “Aku telah menikahkanmu dengan seorang wanita lalu engkau meninggalkannya?", kemudian sang ayah pergi mengahadap Rasul dan mengadu akan hal ini, Rasul S.a.w berkata padanya “Apakah di siang hari engkau puasa”, beliau menjawab “Iya”, “Apakah di malam hari engkau bangun malam?”, beliau menjawab “Iya”, Rasul S.a.w berkata “Ketahuilah aku berpuasa aku juga berbuka, aku melaksanakan shalat (bangun malam) tetapi aku juga istirahat, dan aku pun menyentuh wanita, barang siapa benci terhadap sunnahku maka dia bukan termasuk golonganku”.
~ Al Habib Reza bin Muhsin Al Hamid ~
www.majelisdarunnadzir.com/keutamaan-menikah/
~ Rukun Akad dan Syarat Sahnya Nikah ~
Rukun akad nikah dalam Islam ada tiga:
1. Adanya kedua mempelai yang tidak memiliki penghalang keabsahan nikah seperti adanya hubungan mahram dari keturunan, sepersusuan atau semisalnya. Atau pihak laki-laki adalah orang kafir sementara wanitanya muslimah atau semacamnya.
2. Adanya penyerahan (ijab), yang diucapkan wali atau orang yang menggantikan posisinya dengan mengatakan kepada (calon) suami, 'Saya nikahkan anda dengan fulanah' atau ucapan semacamnya.
3. Adanya penerimaan (qabul), yaitu kata yang diucapkan suami atau ada orang yang menggantikan posisinya dengan mengatakan; 'Saya menerimanya' atau semacamnya.
Adapun syarat-syarat sahnya nikah adalah:
1. Masing-masing kedua mempelai telah ditentukan, baik dengan isyarat, nama atau sifat atau semacamnya.
2. Kerelaan kedua mempelai. Berdasarkan sabda Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam:
لا تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ وَلا تُنْكَحُ الْبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا، قَالَ أَنْ تَسْكُتَ (رواه البخاري، رقم 4741)
“Al-Ayyimu (wanita yang pisah dengan suaminya karena meninggal atau cerai) tidak dinikahkan mendapatkan perintah darinya (harus diungkapkan dengan jelas persetujuannya). Dan gadis tidak dinikahkan sebelum diminta persetujuannya (baik dengan perkataan atau diam). Para shahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana persetujuannya?' Beliau S.a.w menjawab, 'Dia diam (sudah dianggap setuju).". (HR. Bukhari No. 4741).
3. Yang melakukan akad bagi pihak wanita adalah walinya. Karena dalam masalah nikah Allah S.w.t mengarahkan perintahnya kepada para wali.
Firman-Nya, "Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu" (QS. An-Nur: 32)
Juga berdasarkan sabda Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ (رواه الترمذي، رقم 1021 وغيره وهو حديث صحيح)
“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin dari walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal.". (HR. Tirmidzi No. 1021), dan hadits lainnya yang shahih.
4. Ada saksi dalam akad nikah.
Berdasarkan sabda Nabi Sallahu ’Alaihi wa Sallam,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْنِ (رواه الطبراني، وهو في صحيح الجامع 7558)
“Tidak (sah) nikah kecuali dengan kehadiran wali dan dua orang saksi.”. (HR. Thabrani).
Sangat dianjurkan mengumumkan pernikahan. Berdasarkan sabda Rasulullah Sallallahu ’Alaihi wa Sallam,
"Umumkanlah pernikahan kalian’ (HR. Imam Ahmad).
Adapun syarat untuk wali, sebagai berikut:
1. Berakal.
2. Baligh.
3. Merdeka (bukan budak).
4. Kesamaan agama. Maka tidak sah wali kafir untuk orang Islam laki-laki dan perempuan. Begitu pula tidak sah perwalian orang Islam untuk orang kafir laki-laki atau perempuan. Adapun orang kafir menjadi wali bagi wanita kafir adalah, meskipun berbeda agamanya. Dan orang yang keluar dari agama (murtad) tidak bisa menjadi wali bagi siapapun.
5. Adil, bukan fasik. Sebagian ulama menjadikan hal ini sebagai syarat, tapi sebagian lain mencukupkan dengan syarat sebelumnya. Sebagian lagi mencukupkan syarat dengan kemaslahatan bagi yang diwalikan untuk menikahkannya.
6. Laki-laki.
Berdasarkan sabda Nabi Sallallahu ’Alaihi wa Sallam,
لا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلا تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا فَإِنَّ الزَّانِيَةَ هِيَ الَّتِي تُزَوِّجُ نَفْسَهَا (رواه ابن ماجة، رقم 1782 وهو في صحيح الجامع )
“Wanita tidak (dibolehkan) menikahkan wanita lainnya. Dan wanita tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Karena wanita pezina adalah yang menikahkan dirinya sendiri.". (HR. Ibnu Majah No. 1782).
7. Bijak, yaitu orang yang mampu mengetahui kesetaraan (antara kedua pasangan) dan kemaslahatan pernikahan. Para wali harus berurutan menurut ahli fiqih. Maka tidak dibolehkan melewati wali terdekat, kecuali jika wali terdekat tidak ada atau tidak memenuhi syarat.
Wali seorang wanita adalah bapaknya, kemudian orang yang diwasiatkannya untuk menjadi walinya, lalu kakek dari bapak sampai ke atas, lalu anak laki-lakinya, lalu cucu sampai ke bawah. Kemudian saudara laki-laki sekandung, berikutnya saudara laki-laki seayah, kemudian anak dari keduanya. Kemudian paman sekandung, lalu paman sebapak, kemudian anak dari keduanya. Kemudian yang terdekat dari sisi keturunan dari asobah seperti dalam waris. Kemudian penguasa muslim (dan orang yang menggantikannya, seperti Hakim) sebagai wali bagi yang tidak mempunyai perwalian.
~ Al Habib Hasan Ja'far Assegaf ~
www.facebook.com/sayyidhasanjafar.assegaf/posts/1404050546560701
Baca juga:
- Menikah Itu Mudah
- Meraih Ridha Allah dalam Bersahabat
EmoticonEmoticon