Setiap manusia yang beriman kepada Allah S.w.t pasti menginginkan disebut sebagai hamba Allah, yang mengabdikan dirinya kepada Allah dengan cara beribadah kepada-Nya, yakni melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Tingkatan seorang hamba dihadapan Allah menurut tinjauan ilmu Tasawuf ada lima tingkatan yaitu:
1. Ghofil (Ghofilin), yaitu orang yang beribadah kepada Allah sambil ghoflah hatinya tidak ingat kepada Allah, hatinya tidak ikut beribadah, tidak merasa dilihat oleh Allah, melainkan asik mengikuti perasaan yang ada. Sementara anggota badannya menghadap dalam pengabdian kepada Allah S.w.t, sedangkan hatinya mengembara ke segala arah, ingat itu, ingat ini, misalnya tubuh bersujud sementara hati berada di kantor atau di pasar sedang melayani pelanggan.
2. Murid (Muridin), Yaitu seorang hamba yang sedang meniti jalan kepada Allah (Amaliyah), baik berupa ibadah mahdloh maupun ghoir mahdloh, yakni beribadah dengan cara meniti perintah Allah dan menghindari segala apa yang dilarang oleh Allah dengan harapan mendapatkan keridlaan dari Allah S.w.t, singkatnya, adalah hamba yang senantiasa mengusahakan dirinya selalu berada dalam hal fardlu atau sunnah paling tidak ada dalam mubah, tidak melihat bentuk pekerjaan baik itu pedagang, petani, guru atau pemimpin dan lain sebagainya. Semua bentuk pekerjaan itu dikaitkan kepada mardlotillah, kalaulah selesai mengerjakan pekerjaan itu juga dikembalikan kepada Allah S.w.t.
"Maka ketika telah selesai dari suatu pekerjaan, maka kembalilah kepada Allah, dan hanyalah kepada tuhanmu kamu mengharap." (QS Al-Insyirah: 6-7)
Orang yang telah menginjak tingkatan Muridin, menurut kitab Sulam Taufiq sudah dikatakan waliyullah, sebab yang dinamakan wali adalah "Orang yang terus-menerus Taat", yang tidak pernah putus beribadah kepada Allah, baik ibadah mahdloh atau goir mahdloh.
Orang yang sudah berada dalam tingkatan Muridin pasti akan dibukakan jalan oleh Allah, yaitu jalan untuk menuju kebahagian dunia dan akhirat, sebagaimana janji Allah S.w.t dalam dalam Surat Al-Ankabut: 69.
"Dan adapun orang-orang yang berjihad dijalan kami, maka kami akan menunjukan kepadanya jalan-jalan kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang baik."
3. Salik (Salikin), yaitu orang yang sedang beribadah kepada Allah, baik ibadah mahdloh atau ghoir mahdloh, tak ada bedanya seperti muridin, hanya saja salikin ini mengharap diberi kema'rifatan, ingin bisa ma'rifat kepada Allah, yakni orang yang sedang berjalan (berusaha) menuju kema'rifatan kepada Allah dengan jalan Taqarrub, yaitu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Pendek kata, ibadahnya orang salikin ingin mendapatkan kema'rifatan, oleh karena itu ia selalu sibuk dan berusaha utuk mendapatkan kema'rifatan, dengan cara bayak berdzikir, baik:
· · Dzikir lisan saja.
· · Dzikir lisan dengan hatinya.
· · Dzikir hatinya saja.
· · Dzikir jiwanya.
· · Dzikir hati sanubarinya.
Tetapi seseorang tidak bisa mencapai maqam salikin kalau belum benar dalam Muridin, sebab bisa tercapai maqam salikin kalau sudah sempurna syariatnya dan siap ilmunya, lalu ia mengusahakan dirinya mencapai kema'rifatan. Kalaupun seseorang bersikeras ingin mendapatkan kema'rifatan tanpa menyiapkan ilmunya walaupun syariatnya dilaksanakan dengan sempurna, maka ia tidak akan mencapai kema'rifatan dan tak akan diberikan.
4. Washil (Washilin), yaitu orang yang sudah sampai ke tingkatan Ma'rifat, baik dengan menggunakan jalan syari'at menuju kema'rifatan seperti halnya Muridin, atau tidak, seperti mendapatkan kema'rifatan melalui Tanazzul (langsung diberi kema'rifatan tanpa mengusahakan). Oleh karena sinar kema'rifatan yang sudah di miliki dengan sempurna, maka hatinya bulat bahwa beribadah hanya karena Allah S.w.t, tak ada maksud dan tujuan selain mendapat Mardlotillah.
5. Arif (Arifin), yaitu orang yang sudah ma'rifat dan lupa akan syari'at, atau dengan kata lain sudah Mahjub. Adapun perbedaan 'Arif dan Washil yaitu, Wasil walaupun ia telah mencapai kema'rifatan tapi ia tidak menghilangkan syari'at, dirinya masih tetap menjalankan syari'at. Adapun 'Arif mencapai maqam ma'rifat tapi lupa akan syari'at, saking tingginya sinar kema'rifatan hingga ia tak bisa melihat makhluq, yang tercipta dan terbayang hanyalah Khaliq, adapun makhluq tidak terperhatikan, perasaannya di dunia ini tidak ada siapa-siapa kecuali dirinya dan Allah S.w.t.
Orang yang seperti ini disebut Wali Majdub, yang prilakunya bukan untuk ditiru oleh manusia biasa, ucapannya bukan untuk diikuti, sabab sudah tidak terkendalikan oleh hukum, tapi bukan berati salah, tapi sudah berbeda maqam dan kedudukannya, kalaulah diberi langsung oleh Allah menjadi Majdub itu baik, tapi kalau mengusahakan diri itu haram.
~ Sayyid Hasan Ja'far Assegaf ~
Disampaikan melalui sumber berikut
Baca juga:
- Pilar-pilar Ma'rifat
- Kemuliaan Wirid
1 Komentar:
Write KomentarLantas tingkatan seperti makrifat malaikatullah itu dimana?
ReplyEmoticonEmoticon