"Orang yang menghendaki Allah Yang Maha Tinggi harus merasakan sakitnya ketaatan seraya terus memohon keikhlasan dalam lubuk hatinya yang paling dalam hingga pintu terbuka baginya"
Hakim al-Tirmidzi (W 320 H) atau Abu Abdillah Muhammad ibn Ali al-Hakim al-Tirmidzi al-Hanafi, seorang fakih dan muhaddis dari Khurasan dan salah seorang penulis besar terdahulu dalam bidang tasawuf yang sangat banyak dikutip oleh Ibn Arabi.
Ia menulis banyak buku, berikut diantara buku-buku beliau yang sudah diterbitkan:
• AI-Masai'il al-Maknunah: Masalah-Masalah Tersembunyi
• Adab al-Nafs: Disiplin Ego
• Adab al-Muridin: Etika Para Pencari Allah atau Etika Para Murid Sufi
• Al-Amtsal min al-Kitabi wa al-Sunnah: Perumpamaan-Perumpamaan dari Al Qur'an dan Sunnah
• Asraru Mujahadat al-Nafs: Rahasia Peperangan Melawan Ego
• Ilm al-Awliya: Ilmu Para Wali
• Khatm al-Wilayah: Penutup Kewalian
• Syifa' al-Ilal: Penyembuh Segala Penyakit
• Kitab Ma'rifah al-Asrar: Kitab Pengetahuan tentang Rahasia
• Kitab al-A'da wa al-Nafs wa al-'Aql wa al-Hawa: Kitab tentang Musuh, Ego, Akal, dan Nafsu.
• Al-Manhiyyat: Yang Terlarang;
• Al-Kalam 'ala Ma'na La Ilaha Illa Allah: Perbincangan tentang Makna 'La Ilaha Illa Allah'
• serta kitab-kitab lainnya.
Kutipan berikut adalah transkripsi dari bab pertama kitab Adab al-Muridin (Etika Murid Sufi), yakni Bab tentang Murid Sufi, Apa yang Membantu dan yang Menghalanginya dalam Perjalanan menuju Allah S.w.t dan Apa Langkah Pertama yang Harus Ditempuhnya.
Ada dua jenis murid, yang pertama adalah mereka yang mencari karunia Allah dengan beribadah kepada-Nya, memenuhi perintah-perintah-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya, kemudian melakukan sebanyak mungkin perbuatan baik yang disunnahkan. Semua itu dilakukan agar selamat dari api neraka dan memperoleh pahala yang telah Dia siapkan untuk para pekerja-Nya.
Kedua, mereka yang mendekati Allah melalui ibadah, memenuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, kemudian memperhatikan keadaan batinnya hingga menemukan berbagai penyakit di dalamnya, seperti cinta dunia, nafsu pada kekuasaan, kehormatan dan kebesaran, ketamakan, gelora kenikmatan, dorongan hawa nafsu, ambisi, iri hati, gila pujian dan sanjungan. Semua itu sesungguhnya merupakan ikatan duniawi yang membutakan hati.
Hati yang sarat dengan kotoran semacam itu tidak akan pernah menemukan jalan menuju Allah, karena cinta pada dunia akan menjauhkannya dari-Nya. Hati seperti itu lebih mencintai sesuatu yang telah dihinakan dan disingkirkan jauh-jauh dari diri-Nya. Orang yang mencari keagungan berarti menyamakan dirinya dengan Allah Yang Maha Tinggi, gejolak keinginan dalam dirinya merupakan godaan terbesar, dorongan hawa nafsu akan membuatnya sombong dan menolak hak-hak Allah, Tuhan yang Maha Kuasa dan Maha Mulia. Hati seperti ini tertutup dari kebijakan dan pemahaman mengenai bagaimana Allah menetapkan urusan-urusan-Nya.
Orang semacam ini menawan (memenjarakan) egonya sendiri (asir al-nafs). la melaksanakan segala kewajiban dan menghindari segala larangan, namun ia tetap terikat pada dunia. Kebanyakan ibadahnya kepada Allah dilakukan demi kesenangannya sendiri. Sebelum dapat menguasai diri dan mengendalikan egonya (nafs), ia takkan bisa membangun kondisi batinnya dan melakukan berbagai hal dengan ikhlas.
Maka, siapa saja yang menghendaki pahala dari Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, ia harus terus berjuang dengan penuh keikhlasan agar dapat memurnikan ibadahnya. Orang yang menghendaki Allah yang Maha Tinggi harus merasakan sakitnya ketaatan seraya terus memohon keikhlasan dalam lubuk hatinya yang paling dalam hingga pintu terbuka baginya.
Ketika pintu sudah terbuka dan hadiah sudah diberikan, saat itulah biaya perjalanannya terbayar penuh. Ia akan kokoh menapaki perjalanannya. Semakin jauh berjalan, semakin bertambah hadiah yang diperolehnya, dan seterusnya. Pertambahan karunia ini tidak akan berhenti sampai ia mencapai Allah melalui hatinya (hatta yashila ila allahi qalba). Pada saat itulah Allah akan mengangkatnya menuju maqam yang sesuai hingga ia menjadi wali Allah. Ia telah memantapkan hatinya di hadapan Allah yang menjadi sebab ia menerima kemuliaan ini. Mulai dari sinilah ia akan melanjutkan perjalanannya dengan hati yang kuat karena kekuatan Allah dan kaya karena kekayaan Allah, dengan diri yang murni tanpa kesalahan, terbebas dari dosa dan keburukan. Ia telah meninggalkan jalan yang penuh hasrat sia-sia untuk menempuh jalan kemuliaan. Ia telah membersihkan dirinya sendiri. Kami telah mengupas tema-tema ini dalam dua buah kitab, "Pelatihan Jiwa" (Riyadhat al-Nafs) dan "Jalan Para Wali" (Shirat al-Awliya'). Dalam keduanya akan ditemukan berbagai bimbingan rohani bagi mereka yang menginginkan ilmu ini.
~ Wassalam ~
1 Komentar:
Write KomentarSepotong banget infonya....lengkapnya dimana mas Admin?
ReplyEmoticonEmoticon