Cinta Rasul Pada Anak Yatim

“Barang siapa mencintai anak yatim dan menyantuni anak-anak yatim, kelak akan hidup berdampingan bersamaku di surga”. (Al Hadist).

Usai menunaikan shalat id dan bersamaan dengan para jemaah, Rasulullah SAW segera pulang, dilihatnya anak-anak sedang bermain di halaman rumah penduduk. Mereka tampak riang gembira menyambut hari kemenangan setelah berpuasa. Pakaian merekapun baru, Rasulullah SAW mengucapkan salam kepada mereka dan serentak mereka langsung mengerubuti Rasul untuk bersalaman.

Sementara itu tak jauuh dari sana, di pojok halaman yang tak terlampau luas, tampak seorang anak kecil duduk sendirian sambil menahan tangis. Matanya lebam oleh air mata, tangisnya sesenggukan. Ia mengenakan pakaian bekas yangsudah sangat kotor penuh tambalan di sana sini, compang-camping.

Melihat anak kecil yang tampak tak terurus itu, Rasulullah SAW segera bergegas menghampirinya. Dengan suara pelan penuh kebapakan, Rasulullah SAW bersabda: “Hai anak kecil, mengapa engkau menangis , tidak bermain bersama teman-temanmu?”. Rupanya anak itu belum tahu bahwa yang menyapanya adalah Rasulullah SAW.

Dengan ekspresi wajah tanpa dosa, ia menjawab sambil menangis, “Wahai laki-laki, ayahku telah meniggal dunia di hadapan Rasulullah SAW dalam sebuah peperangan. Lalu ibuku menikah lagi dan merebut semua harta warisan. Ayah tiriku sangat kejam, ia mengusirku dari rumah. Sekarang aku kelaparan, tidak punya makanan, minuman, pakaian dan rumah. Dan hari ini aku melihat teman-teman berbahagia, karena semua mempunyai ayah. Aku teringat musibah yang menimpa ayah, oleh karena itu aku menangis”.

Seketika Rasulullah SAW tak kuasa menahan haru mendengar cerita sedih itu. Bulir-bulir ait matanya membasahi mukanya yang suci dan putih bersih penuh kelembutan itu. Maka Rasululullah SAW pun lalu memeluknya, tanpa memperdulikan bau dan kotornya pakaian anak itu, sambil mengusap-usap dan menciumi ubun-ubun kepalanya.

Lalu  sabda Rasul, “Hai anak kecil, maukah engkau sebut aku sebagai ayah, dan Aisyah sebagai ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan sebagai dan Husein sebagai saudara laki-lakimu, Fatimah sebagai saudara perempuanmu?”. Seketika raut wajah anak itu berubah cerah. Meski agak kaget, ia tampak sangat bahagia. “Mengapa aku tidak mau, ya Rasulullah".

Hidup berdampingan
Rasulullah SAW pun lalu membawanya pulang. Disuruhnya anak itu mandi, lalu diberikannya pakaian yang bagus dengan minyak wangi harum. Setelah itu, Rasulullah SAW mengajaknya makan bersama. Lambat laun kesedihan anak itu berubah menjadi kebahagiaan. Dan tak lama kemudian ia keluar dari rumah Rasul sembari tertawa gembira. Dan ia pun bermain teman-teman sebayanya.

“Sebelumnya kamu selalu menangis, mengapa sekarang kamu sangat gembira?” tanya teman-temannya. Dengan gembira anak itu menjawab, “Aku semula lapar, tapi sekarang aku sudah kenyang, dan sekarang berpakaian bagus. Sebelumnya aku yatim, sekarang Rasulullah adalah ayahku, Aisyah ibuku, Hasan dan Husein saudaraku, Ali pamanku, dan Fatimah saudara perempuanku. Nah bagaimana aku tidak bergembira?”.

“Seandainya ayah kami gugur di jalan Allah dalam peperangan itu, niscaya kami menjadi seperti dia”, kata beberapa kawannya.

Namun, kebahagiaan anak itu tidak berlangsung lama. Tak lama berselang beberapa waktu setelah menunaikan haji wadak, Rasulullah SAW wafat.

“Sekarang aku menjadi anak yatim lagi”, katanya sambil keluar dari rumah Rasulullah dan menaburkan debu di kepalanya karena merasa sedih. Kata-kata anak itu kebetulan terdengar oleh Abu Bakr Ash-siddiq, yang berda tak jauh dari sana. Maka ia pun lalu ditampung di rumah Abubakar.

Demikianlah sekelumit kisah kecintaan Rasulullah SAW kepada anak yatim di hari raya. Betapa di hari yang kemenangan itu, hari raya menjadi hari yang menyedihkan, sementara nasib mereka banyak yang luput dari perhatian. Anak-anak yatim adalah makhluk yang senantiasa berpuasa dalam hidupnya, baik dalam memenuhi kebutuhan jasmani maupun rohani. Jangankan mengenakan pakaian baru, untuk makan sehari-hari saja sulit.

Sungguh, memperlakukan dengan baik dan menyantuni anak yatim pada hari raya dan tentu hari-hari biasa, merupakan langkah yang mulia dan terpuji. Dalam islam, mereka yang menyantuni anak yatim niscaya mendapat penghargaan yang sangat tinggi. Sabda Rasul, “Barang siapa yang menyantuni anak yatim, dia berada di surga bersamaku seperti ini (Rasulullah mempersandingkan jari telunjuk Beliau dengan jari tengah)”. Maksudnya hidup berdampingan dengan Rasulullah SAW di surga.

Dari Abu Syuraih Khuwailid bin ‘Amr Al-Khuza’iy RA, Rasulullah SAW bersabda, “Saya menganggap berdosa orang yang menyia-nyiakan hak dua orang lemah; anak yatim dan wanita”. (HR An-Nasa’i).

Wassalam

Previous
Next Post »