Prof. Dr. Ali Jum’ah (Mufti Mesir) memperingatkan terhadap penyebaran ajaran Syi’ah di Mesir, agar mereka tidak menyebarkan ajaran mereka pada negara Sunni yang bukan lingkungan mereka, karena bisa menimbulkan fitnah dan ketidakstabilan dan merusak keamanan masyarakat.
Beliau juga menegaskan bahwa agenda Syi’ah mengajak masyarakat Sunni bergabung dalam ajaran Syi’ah di Mesir tidak akan pernah berhasil selamanya, beliau juga menasehati Syi’ah agar takut kepada Allah terhadap apa yang mereka lakukan terhadap Sunni dan terhadap apa yang mereka lakukan untuk diri mereka. Pernyataan ini beliau sampaikan dalam serangkaian kuliah yang diadakan oleh Akademi Riset Islam al-Azhar untuk memperingatkan ummat dari pemikiran atau ajaran Syi’ah.
Beliau juga menegaskan bahwa agenda Syi’ah mengajak masyarakat Sunni bergabung dalam ajaran Syi’ah di Mesir tidak akan pernah berhasil selamanya, beliau juga menasehati Syi’ah agar takut kepada Allah terhadap apa yang mereka lakukan terhadap Sunni dan terhadap apa yang mereka lakukan untuk diri mereka. Pernyataan ini beliau sampaikan dalam serangkaian kuliah yang diadakan oleh Akademi Riset Islam al-Azhar untuk memperingatkan ummat dari pemikiran atau ajaran Syi’ah.
Lebih lanjut Syekh Ali Jum’ah mengatakan, rakyat mesir telah tumbuh dan berkembang dengan tidak pernah ada Madzhab Syi’ah, tetapi kami sangat mencintai Ahlul Bait, dan sesungguhnya Syi’ah adalah ahli Qiblat selama mereka masih menghadap ke Qiblat kaum muslimin dan masih menunaikan kewajiban, kami selalu membicarakan nilai-nilai persamaan yang dapat mempersatukan ummat, dan meredam fitnah, dan kami Ahlus Sunnah sangat terbuka dan selalu menyerukan kebenaran di mana pun, dan tidak melarang siapa pun yang ingin mengambil kebenaran dari siapa pun yang masih berqiblat kepada Qiblat kaum muslimin, tetapi antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah terdapat beberapa perbedaan yang mendasar.
Inilah 5 perbedaan pokok antara Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) dengan Syi’ah menurut Syekh Ali Jum’ah:
1). Perbedaan pertama adalah Aqidah, lantaran Syi’ah meyakini aqidah al-Bada’.
Yakni meyakini bahwa Allah S.w.t telah melaksanakan sesuatu kemudian Allah berubah pikiran dan menarik kembali qadha’-Nya, dan demikian adalah aqidah Syi’ah, yang kami Ahlus Sunnah menolaknya, karena bahwa Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah terbuka keghaiban dengan keterbukaan yang sempurna, dan ilmu-Nya ilmu yang sempurna, dan bahwa sesungguhnya Allah S.w.t kebesaran-Nya tidak bisa diketahui oleh akal.
2). Perbedaan kedua adalah Syi’ah mengatakan bahwa Al-Qur'an telah terjadi Tahrif (pengubahan).
Terbukti salah seorang ulama Syi’ah yang bernama Syaikh al-Nuri menuliskan satu kitab yang ia namai dengan “Fashlu al-Khithab fi Tahrifi Kitab Rabbu al-Arbab” untuk membenarkan dalam kitabnya bahwa Al-Qur'an telah terjadi Tahrif, itulah ajaran Syi’ah, yang kita Ahlus Sunnah menolaknya, sebagaimana juga ditolak oleh sebagian Syi’ah dan berupaya menyembunyikannya, Syaikh Ali Jumah mengatakan bahwa Syaikh al-Nuri tidak bisa hafal Al-Qur'an, bagaimana mungkin ia bisa bicara tentang Tahrif Al-Qur'an, dan lebih tegas Syaikh Ali Jumah berkata bahwa pendapat Syi’ah tentang Tahrif Al-Qur'an adalah pendapat yang tidak bisa diterima oleh kaum muslimin, dan Al-Qur'an adalah mu’jizat besar dan Al-Qur'an adalah satu kitab yang dilestarikan oleh bangsa Arab dan non-Arab dengan semua bahasa.
3).Perbedaan ketiga adalah masalah adil para Sahabat Nabi.
Syi’ah telah mencaci sahabat Nabi yang mulia, terbukti dalam kitab-kitab mereka terdapat cacian-cacian kepada sahabat Nabi, yang tidak boleh diucapkan oleh seorang muslim, bahkan beliau mengatakan bahwa ada seorang yang menjadi panutan Syi’ah telah menulis kitab hingga sampai 110 jilid, dan 5 jilid diantaranya tercantum cacian-cacian terhadap sahabat Nabi, dan Syi’ah berupaya membuang 5 jilid tersebut setelah bersepakat dan berkesimpulan untuk membuangnya, dan hal ini tidak dibantah oleh seorang pun.
4). Perbedaan keempat adalah pada Mabda’ Taqiyyah (azas berdusta).
Syi’ah berlindung kepada dusta untuk keluar dari tekanan demi membela Madzhab mereka, tetapi kita Ahlus Sunnah tidak membolehkan berdusta walaupun dalam keadaan tertekan dan sebagainya.
5). Perbedaan kelima adalah tentang Kema'shuman.
Para Imam Syi’ah meyakini bahwa Imam-Imam mereka Ma’sum (suci dan terjaga dari kesalahan), sesungguhnya Ahlus Sunnah tidak mengakui ada yang Ma’sum seorang pun kecuali para Nabi, tetapi para Imam Ahlul Bait itu terpelihara karena keilmuannya dan ketaqwaannya, mereka tidak ma’shum dan mereka bukan sumber datang syari’at.
Wallahu waliyyuttafiq wal hidayah. Wallahu a’lam. Wassalam
source: suaraaswaja.com
EmoticonEmoticon