Rumus Keberuntungan

Tiga hal berikut kalau kita cermati dengan benar dan teliti adalah rumus keberuntungan dan kesuksesan bagi yang ingin membuat perubahan menjadi yang lebih baik


Assalamu 'Alaykum wr. wb.

Jika anda melihat dan menghayati surat Al Ashr, di situ anda mendapatkan satu penegasan dari Allah S.w.t bahwa semua manusia berada dalam kerugian dan jauh dari keberuntungan. Dan dalam surat tersebut Allah S.w.t juga menjelaskan orang-orang yang selamat dan terbebaskan dari kerugian mereka adalah:

1). Iman
2). Amal shaleh
3). Saling mengingatkan akan kebenaran dengan cara yang benar

Tiga hal tersebut kalau kita cermati dengan benar dan teliti adalah rumus keberuntungan dan kesuksesan. Maka barangsiapa yang ingin membuat perubahan, merubah dari diri yang tidak baik menjadi diri yang lebih baik, merubah keluarga yang tidak baik menjadi keluarga yang baik, merubah masyarakat yang tidak baik menjadi masyarakat yang baik.

Itu adalah tiga kunci yang tidak bisa dipisahkan dalam membuat sebuah perubahan. Kalaupun ada yang mencoba membuat perubahan dengan tidak memenuhi 3 rumus tersebut itu, pastilah yang didapat adalah perubahan yang pincang yang seolah mencapai suatu tujuan akan tetapi tanpa disadari telah menghancurkan sisi tujuan yang lainnya.

Yang harus dicermati dan diperhatikan adalah penerapan rumus keberuntungan yang dihadirkan oleh Allah S.w.t. Rumus yang paling berat adalah yang pertama disebut oleh Allah S.w.t yaitu iman menyusul berikutnya adalah amal shaleh baru setelah itu adalah saling memberi nasehat.

Saling memberikan nasehat adalah yang paling ringan, artinya begitu mudahnya orang mengingatkan orang lain, menegur orang lain, memberikan wejangan kepada orang lain. Hal itu memang kewajiban bagi siapapun yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad S.a.w sebagai umat terbaik dan tanda penghargaan serta cinta kepada saudaranya. Akan tetapi semua upaya yang telah dilakukan ini bisa saja tidak ada artinya jika orang tersebut tidak menyertakan rumus berikutnya, rumus yang lebih sulit yaitu amal shaleh. Orang bisa berbicara akan tetapi Ia belum tentu bisa melakukannya, orang bisa mengajar dengan lidahnya akan tetapi belum tentu bisa memberi contoh dengan tingkah lakunya.

Jika ada mengaku sebagai juru dakwah atau penegak kebenaran yang hanya bisa mengajak kepada kebaikan dan melarang yang buruk akan tetapi tidak mampu menyelesaikan rumus berikutnya yaitu amal shaleh itu artinya ia masih tergolong sebagai orang yang merugi. Dan kegagagalan dalam dalam menyelesaikan rumus yang kedua ini bermacam-macam ada yang pandai berbicara, akan tetapi dia sendiri tidak bisa memberi contoh. Ada yang bisa berbicara kemudian memberi contoh dengan dirirnya sendiri akan tetapi telah gagal menjadikan keluarganya sebagai contoh di masyarakat dan seterusnya.

Artinya jika orang bisa menyelesaikan ke dua rumus tersebut yakni mengajak orang lain dalam kebaikan kemudian dia sendiri memberi contoh untuk yang lainnya maka belumlah cukup jika ia belum menghadirkan rumus selanjutnya yaitu iman dan ini adalah rumus yang paling sulit.

Rumus iman berbunyi ”Menjadikan apa yang ia lakukan dalam sebuah perjuangan menegakan kebenaran baik dalam dirinya sendiri atau masyarakat. Dan tujuannya hanya karena Allah S.w.t, bukan mengharap sanjungan masyarakat atau kepentingan yang lain yang sifatnya bukan karena Allah S.w.t”. Dan hal ini sangat halus tersembunyi di dalam hati dan hanya Allah-lah yang melihat dan menilainya.

Kesimpulanya adalah jika ingin menjadi orang yang beruntung maka harus ada greget dalam diri sendiri untuk mengajak dalam kebaikan, dan yang mula-mula diajak adalah dirinya sendiri. Kemudian setelah itu mengajak orang lain, yang dimulai dari orang terdekat dari sanak keluarganya lalu tetangga dan masyarakat sekitarnya. Dan selanjutnya menjadikan tujuan dari semua itu adalah hanya mengharap ridha Allah S.w.t. Maka orang yang melihat kemungkaran lalu tidak tergerak hatinya untuk merubahnya yang diikuti dengan tindakan semampunya, maka itu adalah orang yang merugi. Dan jika orang yang mengajak orang lain kepada kebaikan akan tetapi ia sendiri melakukan kejahatan maka itu adalah lebih hina dari yang sebelumnya. Dan yang ketiga adalah orang-orang yang berjuang akan tetapi bukan karena Allah S.w.t akan tetapi hanya untuk kepentingan dunianya maka orang-orang ini lebih hina dari yang sebelumnya karena Ia telah menjual agama dan akhiratnya dengan dunia.

Mari Kita merenung sejenak! Dari golongan yang manakah kita?

Wallohu a’lam bishshowab

~ Buya Yahya ~
www.buyayahya.org

Previous
Next Post »