Umat Nabi Muhammad S.A.W - Dimuliakan Dengan Rahmat Khusus

Umat Nabi Muhammad S.a.w memikul tanggungjawab yang sangat be­sar, karena ia telah dipilih untuk menerima warisan yang amat mulia itu (Kitabullah Al Qur'an)“


Di antara berbagai kekhususan yang ada pada umat ini (umat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Aalihi wa Shahbihi wa Salam) ialah, mereka dimuliakan Allah S.w.t dengan rah­mat khusus. Hal itu terdapat di dalam Al Qur'an Al-Karim.

Al Qur'an Al-Karim menyebutkan bahwa umat Nabi Muhammad S.a.w terbagi menjadi tiga golongan. Golongan as-Sdoiaun (yakni orang-orang yang terdahulu di dalam kebajikan) adalah yang terdini memeluk Islam. Golongan Muatashid (yang sedang-sedang), yaitu golongan ldhiq (menyu­sul kemudian). Yang ketiga adalah golongan dzdlimun linafsihi (yang me­nganiaya diri sendiri). Golongan ini akan beroleh ampunan Ilahi. Me­ngenai semuanya itu Allah S.w.t berfirman di dalam Al Qur'an:

ثم اورثنا الكتاب الذين اصطفينا من عبادنا فمنهم ظالم لنفسه ومنهم مقتصد ومنهم سابق بالخيرات باذن الله ذالك هوالفضل الكبير . جنات عدن يدخلونها يحلون فيها من اساور من ذهب ولؤلؤا ولباسهم فيها حرير . وقالوا الحمدلله الذي أذهب عنا الحزن ان ربنا لغفور شكور . الذي احلنا دار المقامة من فضله لا يمسنا فيها نصب ولا يمسنا فيها لغوب

Kemudian Kitab (suci) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang meng­aniaya diri mereka sendiri, ada yang pertengahan (sedang-sedang), dan ada pula mereka yang telah berbuat kebaikan (sebanyak-banyaknya) de­ngan seizin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar. Bagi mereka (ini) surga ‘Adn. Mereka masuk ke dalamnya. Mereka dibe­ri perhiasan berupa gelang-gelang emas dan mutiara. Pakaian mereka di dalam surga adalah sutera. Mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguhlah bahwa Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (Syakur), Yang menempatkan kami di dalam tempat yang kekal (surga) sebagai karunia-Nya. Di dalamnya kami tiada merasa lelah dan tiada pula merasa lesu.”. (QS. Fathir: 32-35).

Maknanya adalah, bahwa Allah yang Maha Benar (Al-Haq) memba­gi umat Nabi Muhammad S.a.w menjadi tiga bagian (golongan):

Pertama, Golongan ini yang dimaksud dengan firman-Nya “mereka yang menganiaya diri sendiri” (dzalimun linafsihi), yaitu orang-orang yang berlebih-lebihan dalam menunaikan beberapa kewajiban dan menerjang beberapa larangan. Yaitu orang-orang yang pada dirinya bercampur kebajikan dan keburukan.

Kedua, golongan yang disebut muatashid, yaitu orang-orang yang menunaikan kewajiban-kewajibannya dan meninggalkan segala sesuatu yang diharamkan Allah S.w.t. Ada kalanya mereka meninggalkan hal-hal yang sunnah (mustahabbat) dan berbuat hal-hal yang tidak disukai Allah S.w.t (makruhdt).

Ketiga, yang disebut sabiaun bil-khairat, yaitu orang-orang yang me­nunaikan kewajiban, meninggalkan semua yang diharamkan, bahkan meninggalkan juga beberapa hal yang mubah (yang boleh dilakukan).

Ibnu ‘Abbas R.a mengatakan, “As-sabiqu bil-khairdt (golongan keti­ga) masuk surga tanpa melalui perhitungan (bighairi hisab). Al-muqtashid (golongan kedua) masuk surga dengan rahmat Allah S.w.t, sedangkan Adz-dzdlimu linafsihi (golongan pertama) masuk surga dengan Syafa'at Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Aalihi wa Shahbihi wa Salam”.

Demikianlah menurut riwayat yang dituturkan oleh sejumlah kaum Salaf (kaum Muslimin yang hidup se-zaman dengan Nabi Muhammad S.a.w), yang kemudian diperkuat kebenarannya oleh hadits yang ber-isnad baik dan kokoh. Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (bin Hanbal) dengan isnad dari Abu Darda’ yang menu­turkan: “Aku mendengar Rasulullah S.a.w berkata, bahwa firman Allah S.w.t yang menyatakan: Kemudian Kitab (Suci) itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, ada yang pertengahan (se­dang-sedang), dan ada pula mereka yang berbuat kebajikan (sebanyak-ba­nyaknya) dengan seizin Allah; maksudnya adalah orang-orang sabiaun bil-khairdt, mereka itu masuk surga tanpa melalui perhitungan. Adapun orang-orang yang muatashid (pertengahan atau sedang-sedang), me­reka akan menghadapi perhitungan yang mudah (ringan). Sedangkan orang-orang yang menganiaya diri sendiri (dhalamu anfusahum), me­reka akan tertahan selama mahsyar berlangsung, kemudian mereka ber­oleh karunia rahmat. Mereka itulah yang kemudian mengucapkan’, “Alhamdulillah yang telah meniadakan kesedihan dari kami. Sungguhlah bahwa Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri (syakur).'” Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.

Menurut hemat kami, itulah yang sesuai dengan maksud ayat terse­but di atas. Orang yang dzalimun linafsihi (menganiaya diri sendiri) ia tertahan di mahsyar karena keadaannya (amal kebajikannya) lebih ren­dah nilainya dibanding dengan orang yang sabiq bil-khairat dan orang yang muatashid. Selama tertahan itu ia mengalami kesedihan, duka cita, dan kebingungan. Manakala telah beroleh rahmat dari Allah S.w.t, ia masuk surga. Ia teringat akan keadaan dirinya (kekurangan-kekurang­annya), kemudian berucap, “Alhamdulillah yang telah meniadakan kese­dihan dari kami.”. Karena dalam ayat tersebut setelah Allah S.w.t menye­but tiga golongan manusia dan menyebut pula bahwa mereka masuk surga, sesudah itu Allah S.w.t menyebut juga bahwa mereka ini (orang-orang yang menganiaya diri sendiri) mengucapkan, “Alhamdulillah yang telah meniadakan kesedihan dari kami.”.

Tidak dapat dibayangkan, bahwa orang yang sabiq bil-khairat atau orang yang muatashid mengalami kesedihan, sebab mereka tidak meng­hadapi hal-hal yang sangat menakutkan atau menyedihkan. Jadi, ha­nya golongan yang ketiga itulah (dzalimun linafsihi) yang disebut meng­alami kesusahan dan kebingungan. Atas dasar penjelasan tersebut nya­talah bahwa umat ini (umat Nabi Muhammad S.a.w) adalah umat yang dirahmati Allah S.w.t (marhumah), sebagaimana yang dikatakan oleh Muhammad bin Al-Hanafiyyah R.a, bahwa umat Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa Aalihi wa Shahbihi wa Salam memang marhumah,

Orang yang dzalimun linafsihi beroleh ampunan, orang yang muatashid masuk surga, dan orang yang sabiq bil-khairat ber­oleh derajat tinggi di surga.”.

Demikianlah yang dikatakan oleh Muham­mad bin Al-Hanafiyyah R.a, sebagaimana diriwayatkan oleh Sufyan Ats-Tsauriy dan lain-lain. Semuanya itu merupakan karunia Allah semata-mata bagi tiga golongan dalam umat Nabi Muhammad S.a.w. Mereka masuk surga yang penuh kenikmatan menurut derajatnya masing-ma­sing. Hal itu membuktikan kemuliaan umat ini dalam pandangan Allah S.w.t, suatu kemuliaan yang tidak murah dan mudah didapat, karena sebelum itu Allah S.w.t menegaskan lebih dahulu, bahwa Dia memilih umat ini untuk mewarisi Kitab Suci dan mengamalkannya benar-be­nar. Mengenai itu firman Allah S.w.t menyatakan, “Kemudian Kami waris­kan Kitab Suci (Al Qur'an) kepada orang-orang yang Kami pilih.”. Konsekuensi dari perolehan karamah (kemuliaan) yang amat besar di akhirat nanti, umat Nabi Muhammad S.a.w memikul tanggungjawab yang sangat be­sar, karena ia telah dipilih untuk menerima warisan yang amat mulia itu. Warisan yang memikulkan berbagai kewajiban (takdlif) yang harus diindahkan dan ditunaikan.

Dengan demikian maka kemuliaan yang dikaruniakan Allah S.w.t kepada umat ini sesungguhnya adalah jasa (imbalan, balasan baik) yang dikaruniakan Allah S.w.t, bahkan kepada orang yang pernah berbuat keburukan. Juga sebagai jasa atas kesetiaan umat ini dalam menjaga baik-baik warisan yang diamanatkan kepadanya, yaitu Kitab Suci (Al Qur'an) dan keterpilihannya sebagai umat yang dimuliakan Allah.

~ Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hassani ~
Pembahasan kitab Syaraf al-Ummah al-Muhammadiyyah
Previous
Next Post »