Keindahan dan Keburukan di Alam Raya

Apabila manusia memperlakukan alam raya ini sesuai dengan ajaran Allah S.w.t, baik dalam penciptaan maupun fungsi kegunaannya, niscaya tidak dite­mukan keburukan dan kesengsaraan dalam alam ini. Segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah dasar-dasar keindahan padanya, yang dapat melindunginya dan membuatnya berfungsi dengan baik, tanpa membutuhkan pemikiran manusia untuk mengubahnya atau menggantikannya


Setiap generasi manusia pasti menampung peradaban dari generasi sebelumnya, lalu mereka manambahkannya dengan peradaban baru untuk diwariskannya kepada generasi penerus sesudahnya. Begitulah seterusnya, semakin maju zamannya, semakin terwujud pencapaian-pencapain manusia secara lebih cepat. Maka dengan silih bergantinya generasi, dari generasi sebelumnya ke genarsi sesu­dahnya, kita akhirnya mempunyai warisan peradaban yang amat besar untuk kita bangun di atasnya suatu kemajuan bagi kita.

Rahasia Keindahan di Alam Raya

Allah S.w.t meletakkan dasar-dasar keindahan di alam raya ini, yaitu dasar-dasar yang mutlak diperlukan untuk tegaknya kehidupan. Di antara dasar-dasar itu ialah bahwa kehidupan ini tidak akan lurus kecuali bila manusia hanya makan dari hasil jerih payah pekerjaannya sendiri. Rasulullah S.a.w bersabda:

ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده,وأنَ نبي الله داود كان يأكل من عمل يده

"Tidak ada seorangpun memakan makanan yang lebih baik dari pada memakan makanan hasil dari usaha tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Daud adalah memakan makanan dari hasil tangannya sendiri.".

Islam melarang memberikan upah kepada se­seorang tanpa kerja. Konon ada ungkapan yang mengatakan:

Jika sekiranya tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan, maka hendaklah orang-orang itu diperintahkan menggali sumur kemudian mereka disuruh menguruknya kembali.“.

Dari segi logika, memang pekerjaan model itu tidaklah fair. Bagaimana manusia disuruh menggali sumur lalu disuruh menguruknya kembali?

Kami katakan bahwa hal itu dimaksudkan agar manusia tidak memungut bayaran upah tanpa diimbangi kerja. Karena jika manusia terbiasa mendapatkan upah tanpa kerja, maka konsekuensinya akan terbentuk masyarakat pengangguran yang mengharapkan bayaran tanpa mau bekerja. Akibatnya hilanglah keindahan di alam raya ini dan tersebarlah kerusakan di dalamnya.

Termasuk keindahan di alam raya ini ialah bahwa Allah S.w.t mengharamkan makan harta manusia dengan cara yang tidak sah. Firman Allah S.w.t:

ولا تأكلوا اموالكم بينكم با لباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا فريقا من اموال الناس با لإثم وأنتم تعلمون

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil. Dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain itu dengan cara berbuat dosa, padahal kamu mengerti.“. (QS Al-Baqarah: 188).

Jika anda misalnya memakan harta saya secara tidak sah, berarti anda menghalangi saya dari hasil pekerjaan saya sendiri. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya saya mogok kerja saja. Selagi saya bekerja tetapi saya menderita, sementara anda tidak bekerja tetapi anda bisa mengambil hasil pekerjaan saya, lalu untuk apa saya bekerja? Jadi, dengan anda memakan harta orang lain secara tidak sah, seakan-akan anda menghapus keindahan dalam alam raya ini. Oleh sebab itu, hendaklah setiap orang mengambil hasil usahanya sendiri, supaya ia terpacu untuk terus bekerja demi terciptanya kemajuan dalam kehidupan.

Demikianlah kita lihat cara Allah S.w.t menciptakan keindahan di alam raya ini. Hanya manusialah yang datang untuk merusaknya. Maka hilanglah kebaikan dan datanglah kesengsaraan dan keburukan.

Allah S.w.t menciptakan masyarakat lengkap dengan rezekinya. Masing-masing kita diberi oleh-Nya bakat yang tidak diberikan kepada lainnya. Dia menghendaki agar si A unggul dalam tehnik, si B unggul dalam kedokteran dan si C unggul dalam salah satu industri. Setiap orang unggul dalam suatu bidang, tapi diungguli dalam bidang-bidang yang lain. Realitas ini sejalan dengan firman Allah S.w.t:

أنظر كيف فضلنا بعضهم على البعض

Perhatikanlah bagaimana Kami unggulkan sebagian dori mereka atas sebagian yang lain“.(QS Al-Isra: 21).

Allah S.w.t tidak menjelaskan siapakah sebagian yang diunggulkan? dan siapakah sebagian lainnya yang diungguli itu? Mengapa demikian? Sebab masing-masing di antara kita adalah unggul dalam suatu bidang, dan diungguli dalam bidang yang lain.

Seorang arsitek bisa dikatakan ulung, tetapi ia tetap membutuhkan orang lain yang mensuplai kebutuhan pokoknya, berupa makanan, minuman, pakaian dan lain-lain. Jadi, ia unggul dalam salah satu cabang kehidupan, tetapi ia diungguli oleh yang lain dalam beberapa segi kehidupan lainnya.

Seorang dokter pandai, dirinya unggul di bidang kedokteran, tetapi la membutuhkan seorang arsitek yang akan membangunkan rumah untuk tempat tinggalnya, membutuhkan orang yang membuatkan pakaian yang ia pakai, membutuhkan pula orang yang bertani dan menyiapkan makanan baginya.

Seorang pembuat pakaian hebat di bidangnya, tetapi ia membutuhkan seorang dokter yang akan mengobatinya, membutuhkan seorang ahli bangunan yang membangunkan rumah untuknya, membutuhkan seorang petani yang menanam beras untuk makanannya.

Jadi, masing-masing kita memang diunggulkan dalam satu sisi, dan diungguli dalam beberapa sisi lainnya. Sampaipun tukang kebersihan jalan raya yang mengangkut sampah dari rumah-rumah dan gedung-gedung, kita membutuhkannya dari sisi ini. Sebab jika kita biarkan kotoran sampah menumpuk begitu saja, niscaya tersebar luas penyakit dan bak­teri, memenuhi semua tempat. Maka ia diunggulkan di atas kita dalam bidang kebersihan ini. Termasuk juga buruh yang bekerja membersihkan saluran air pembuangan dan kotoran got, ia diunggulkan dari segi ini. Sebab seandainya ia meninggalkan pekerjaannya, pastilah jalan-jalan raya penuh dengan air pembuangan limbah, sehingga kehidupan kita menjadi sulit.

Maka, janganlah anda meremehkan suatu pekerjaan, atau anda katakan, Saya lebih unggul dari pada orang itu, karena ia hanya sebagai buruh got pembuangan air limbah, sedangkan saya seorang dokter atau arsitek. Sebab ia di bidangnya tetap diunggulkan dari pada anda. Anda membutuhkan keberadaannya secara otomatis, karena masyarakat tidak mungkin akan utuh dan terpadu menjadi satu kecuali dengan keberadaan kita semua, mulai dari profesi paling rendah hingga profesi tertinggi.

Agar masyarakat bekerjasama secara sinergis demi pertumbuhan dan kehidupan bersama yang lebih baik, maka Allah S.w.t mengikat bagi masing-masing individu dengan rezeki, supaya setiap orang mau bekerja dengan senang hati untuk mendapatkan rezekinya dan rezeki anak-anaknya. Bahkan rela mencarai pekerjaan guna mendapatkan rezekinya. Ini merupakan keharusan sebagai dasar keindahan di alam raya. Sebab, jika kita semua menjadi dokter atau arsitek, Siapakah yang menyiapkan roti untuk kita makan setiap pagi? Siapakah yang memebersikan jalan-jalan? Siapakah yang bekerja di gorong-gorong, saluran air pembuangan limbah dan lain-lain?


Masyarakat yang tidak dibangun di atas dasar saling melengkapi di antara individu-individunya akan rusak. Tidak mungkin bisa terus bertahan hidup. Tuhan menghendaki agar setiap individu unggul dalam suatu bidang yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan agar kehidupan bisa berjalan dengan baik.

Inilah sebuah mukadimah (preambul/pendahuluan) yang harus dipaparkan untuk menguak rahasia keindahan di alam raya ini. Allah S.w.t menciptakan alam raya penuh keindahan, sebagaimana Dia menciptakannya penuh kebaikan. Tetapi ia menjadi rusak karena manusia yang diberi kebebasan memilih apa yang diperintah atau apa yang dilarang. Itulah sebabnya ia merusak alam raya dengan asumsi bahwa ia mengadakan perbaikan di dalamnya. Firman Allah S.w.t:

وإذا قيل لهم لاتفسدوا فى الأرض قالوا إنما نحن مصلحون ألا انهم هم المفسدون ولكن لا يشعرون

Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan” Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan tetapi mereka tidak sadar“. (QS Al-Baqarah: 11-12).

Allah S.w.t menciptakan alam raya ini di atas dasar-dasar yang benar dan aman yang dapat menjamin kehidupan serba baik bagi semua makhluk-Nya. Seandainya manusia memperlakukan alam raya ini sesuai dengan ajaran Allah, baik dalam penciptaan maupun fungsi kegunaannya, niscaya tidak dite­mukan keburukan dan kesengsaraan dalam alam ini. Sebab segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah dasar-dasar keindahan padanya yang dapat melindunginya dan membuatnya berfungsi dengan baik tanpa membutuhkan pemikiran manusia untuk mengubahnya atau menggantikannya.

Keburukan di alam raya ini tidak datang dari asal penciptaan, bukan pula dari dasar-dasar yang ditetapkan pada penciptaan, tetapi campur tangan manusialah yang telah merusaknya. Alam raya ini dari segi penciptaannya sangat tinggi daya kreasinya, la dapat menjalankan tugas sesuai fungsinya yang dikehendaki Allah, dengan harmonis dan selaras, jauh dari hal-hal yang merusak dan mendatangkan penyakit di dalamnya.

Kemudian manusia, karena ia menjauhi ketentuan hukum Allah, maka datanglah berbagai penyakit dan gangguan di masyarakat, datanglah kesengsaraan dan keburukan. Oleh karena itu, Allah S.w.t mengutus para Rasul membawa hukum-hukum Allah untuk memulihkan kembali keharmonisan dan keindahan alam raya ini.

Ketika kita baca firman Allah dalam Al-Quran:

وننزَل من القرأن ماهو شفاء ورحمة اللمؤمنين

Dan Kami turunkan dari Al-Quran sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman“. (QS Al-lsra: 82).

Tahulah kita bahwa tujuan pertama Al-Quran diturunkan adalah untuk mengobati penyakit kronis yang menjangkiti masyarakat akibat mereka jauh dari ketentuan hukum Allah. Ketika mereka sembuh dari penyakit yang menyengsarakannya, datanglah rahmat Allah berkat mereka mengikuti ketentuan hukum-Nya. Maka hilanglah penyakit-penyakit itu dan tidaklah kambuh menyengsarakan mereka untuk yang kedua kalinya.

Allah S.w.t mengadakan dan membentuk alam raya ini di atas aturan-aturan dan undang-undang yang menjadikan kecantikan sebagai sifat dasarnya. Tetapi manusialah yang lantaran ia diberi kebebasan bergerak memilih lalu ia mencampuri urusan alam raya dengan merusaknya. Dengan kebebasan me­milih, manusia dapat memilih suatu pilihan yang tidak sejalan dengan tujuan yang Allah maksudkan secara sah dalam alam raya. Dari sinilah datangnya keburukan, dan dari sinilah datangnya kerusakan.

Yang mengherankan ialah bahwa manusia itu mengaku dirinya berbuat kebaikan di alam raya ini padahal ia berbuat kerusakan, tetapi sewaktu-waktu ia merasakan kesengsaraan dan menanggung derita keburukan dengan berbagai macam kesakitan dan kelelahan yang ditimbulkannya, pastilah ia akan kembali mengikuti aturan hukum Allah sebagai undang-undang keindahan di alam raya ciptaan-Nya, hanya saja kembalinya ke jalan Allah itu bukan berkat dorongan keimanan, akan tetapi semata-mata karena keterpaksaan. Sebab, kehidupan tidaklah mungkin bisa terus berjalan kecuali dengan aturan dan ketentuan hukum yang ditetapkan Allah S.w.t.

Kita dengan sangat menyesal mendatangkan dari masyarakat yang tidak beriman sesuatu yang merusak kehidupan masyarakat kita sendiri, dan kita tinggalkan sistem hukum Allah yang merupakan satu-satunya aturan yang dapat memperbaiki segala urusan kita. Kini masyarakat kita mulai kembali secara terpaksa kepada sistem hukum Pencipta-Nya, setelah terbukti pada akhirnya bahwa kehidupan tidak mungkin bisa lurus kecuali dengan sistem hukum dari langit, baik mereka menerapkannya atas dorongan keimanan atau tidak, karena memang penderitaan dan kesengsaraan dalam kehidupan ini tidaklah mungkin hilang kecuali dengan menerapkan sistem hukum langit.


Keburukan di Alam Raya

Sebagaimana yang telah kami jelaskan di atas bahwa Allah S.w.t menjadikan keindahan pada setiap makhluk ciptaan-Nya di alam raya ini. Dia menjadikan aturan dan ketentuan sebab musabab sebagai faktor untuk menjaga keindahan itu. Maka orang yang mengikuti sebab musabab, akan memperoleh apa yang diinginkan. Tetapi orang yang mencoba melakukan siasat buruk untuk mengambil sesuatu dengan cara melawan hukum Allah, berarti ia berbuat kerusakan di alam raya ini.

Alam raya ini diciptakan selaras dengan sistem hukum Allah yang ada pada setiap sesuatu; di tempat kerja, di dalam rumah tangga, pada anak-anak, dalam mencari rezeki dan dalam segala dinamika kehidupan. Jika anda menggunakan ketentuan hukum Allah, maka yang datang kepada anda hanyalah kebaikan. Dan jika anda menghindar dari ketentuan hukum Allah, maka yang datang kepada anda hanyalah keburukan. Bukan saja dalam kehidupan duniawi, tetapi di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu ada ungkapan (para arifin) yang mengatakan:

لا خير فى خير يؤدى إلى النار,ولا شرَ فى شرَ يؤدى إلى الجنَة

Tidaklah disebut kebaikan sama sekali suatu kebaikan yang mengantarkan ke neraka. Dan tidaklah pula disebut keburukan sama sekali suatu keburukan yang justru mengantarkan ke surga“.

Bagaimana suatu kebaikan bisa mengantarkan seseorang ke neraka? Baiklah kita ambil contoh: Ada orang yang mencuri dengan maksud menyedekahkan hasil curiannya, la mengambilnya dari orang kaya dan memberikannya kepada orang miskin. Orang-orang menyebutnya pencuri terhormat, padahal ia bukan terhormat dan jauh dari kehormatan, la mengira telah berbuat suatu kebaikan, padahal ia melakukan kejahatan yang besar, lantaran mencuri sesuatu yang diharamkan oleh Allah itu. Tidaklah berguna kebaikan yang dipersembahkannya. Kebaikan itu tidaklah diterima Allah lantaran ia memperolehnya dengan jalan haram. Allah S.w.t tidak menyuruh seseorang membantu-Nya memperoleh rezeki di alam raya-Nya ini, sebab Dia-lah yang memberi rezeki kepada semua makhluk-Nya, sampai harta yang haram-pun suatu rezeki, hanya saja ia adalah rezeki haram.

Allah S.w.t tidak mengizinkan seseorang men­datangkan harta haram, lalu ia mengklaim bahwa dirinya berjasa baik. Manusia tidak dilegalkan untuk menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Dalam konteks ini Allah S.w.t berfirman:

قل أرأيتم ما أنزل الله لكم من رزق فجعلتم منه حراما وحلالا قل ءالله اذن لكم ام على الله تفترون

Katakanlah; “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan oleh Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagian dari padanya haram dan sebagiannya lagi halal”. Katakanlah; “Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini, ataukah kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”.“ (QS Yunus: 59).

Begitulah, Allah S.w.t menjelaskan kepada kita bahwa penentuan halal dan haram itu atas izin dan ketetapan dari Allah S.w.t. Manusia tidak berhak menetapkan keharaman bagi sesuatu yang dihalalkan Allah, atau menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah. Allah S.w.t tidak menginginkan seseorang untuk membantu-Nya dalam mengurus alam raya ini, karena Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dia-lah Yang berhak membebani setiap makhluk-Nya, sehingga tidak ada seseorang yang melakukan perbuatan yang diharamkan lalu mengatakan bahwa perbuatannya itu adalah suatu kebaikan. Sebab, sebagaimana yang sudah kami katakan, tidaklah disebut kebaikan sama sekali suatu kebaikan yang mengantarkan ke neraka.

Atau seorang perempuan yang menjual kehor­matannya dengan dalih bahwa sesungguhnya ia melakukan hal itu demi kebaikan pendidikan anak-anaknya. Kita katakan kepada wanita itu: “Apa yang anda perbuat adalah haram, dan tidak akan diterima uang yang anda belanjakan untuk pendidikan anak-anak anda, karena Allah tidak butuh itu semua. Jika anda sabar sejenak, niscaya Allah akan memberi rezeki yang halal untuk dapat anda gunakan memenuhi pendidikan anak-anak anda”.

Demikian pula halnya, tidaklah disebut keburuk­an sama sekali suatu keburukan yang mengantarkan ke surga. Yakni Jika anda menolong orang yang teraniaya, lalu lantaran itu anda mendapatkan kesengsaraan, maka hal itu bukanlah suatu keburukan, tetapi justru suatu kebaikan. Karena anda mendapat balasan sebaik-baik pahala atas pertolongan anda itu. Kemudian jika anda merasa tidak membutuhkan sebagian perlengkapan yang anda miliki lalu anda sumbangkan harganya kepada yang berhak, maka anda dalam hal ini beruntung, bukan merugi, sebab apa yang anda sumbangkan itu menjadi berlipat ganda di sisi Allah S.w.t.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pernah diberi hadiah daging kambing panggang, lalu Beliau menyuruh mem­baginya kepada orang-orang fakir miskin. Maka Siti Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, membagikannya dan hanya menyisakan daging bagian pundak saja, karena Aisyah mengetahui bahwa Rasul S.a.w senang daging bagian pundak. Ketika Rasulullah pulang, Beliau S.a.w menanyakan tentang daging kambing itu, Siti Aisyah R.a menjawab: “Telah kami bagikan dagingnya dan kami sisakan daging bagian pundak.“. Maka Rasul S.a.w mengatakan: “Itu berarti engkau sisakan semua kecuali daging pundak.“.

Inilah standar yang sejati untuk mengukur kebaikan dan keburukan, ia adalah standar yang ditetapkan Allah S.w.t. Tetapi lagi-lagi manusia yang menyalah-gunakan hak kebebasan memilih yang diberikan oleh Allah S.w.t dalam alam raya ini. Maka yang seharusnya ia menggunakan standar Tuhan yang menciptakan dirinya, justru la membuat standar untuk dirinya sendiri.

Untuk lebih memahami hakikat ini, sebaiknya kita menengok ke alam raya bagian atas yang tidak tersentuh campur tangan dan hak pilih manusia. Kita dapatinya begitu tertib dan sangat rapi sehingga dapat memberikan kepada setiap makhluk kehidupan nyaman tanpa merasakan kesengsaraan dan ketimpangan.


Matahari, bulan, bintang, planet, udara dan benda-benda angkasa yang tidak tersentuh oleh campur tangan manusia di bumi, semua menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya tanpa ada satupun yang mengeluh, dan tanpa melelahkan satupun makhluk lain. Tidak ada orang yang mengeluh bahwa matahari terlambat terbit dari waktu yang semestinya, atau ia memberikan pancaran cahayanya hanya kepada sekolompok manusia saja, tidak kepada kelompok yang lain. Tidak ada orang yang merasa dirinya dibuat sulit oleh sistem perjalanan planet, yang mengalami kerusakan dan akhirnya berdampak pada kerusakan alam raya seluruhnya. Tidak seorang pun yang merasa mencari udara untuk bernafas lalu ia tidak menemukannya. Tidak ada orang yang mengatakan bahwa hujan tidak akan turun lagi ke bumi sehingga menyebabkan hancurnya kehidupan di atasnya, termasuk kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Tidak pernah kita mendengar orang yang mengatakan bahwa peredaran bumi mengalami gangguan sehingga bumi menerbangkan apa saja yang ada di permukaannya ke ruang angkasa.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ

~ Al Khoir wa Syar karya Syekh Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi ~

Previous
Next Post »