Sosok Ulama Akhirat

"Siapa yang tidak mengetahui berlawanannya dunia dengan akhirat (mulianya akhirat dan hinanya dunia) serta kemadha­ratannya, ia bukan termasuk ulama"

Bila pada bagian lain (pada Kitab Al-Mursyid Al-Amin) terdapat kajian yang menjelaskan 'bahaya-bahaya' yang dihadapi para Ahli Ilmu (Bahaya-bahaya Ilmu), maka pada bahasan ini, Imam Al-Ghazali menerangkan masalah yang tak kalah penting, yakni Tanda-tanda Ulama Akhirat. Penjelasan ini dapat menjadi pa­tokan bagi mereka yang menggeluti ilmu, baik ketika belajar dan terlebih lagi se­telah menjadi pengajar.

Imam Al-Ghazali mengatakan: "Ulama akhirat adalah ulama yang tidak memakan dunia dengan agamanya dan tidak menukar akhiratnya dengan dunia­nya, karena mereka mengetahui mulianya akhirat dan hinanya dunia. Dan barang siapa tidak mengetahui berla­wanannya dunia dengan akhirat serta kemadha­ratannya, ia bukan termasuk ulama".

Sesungguhnya serendah-rendahnya derajat orang alim adalah ia mengetahui kehinaan dunia, kerendahan, kekeruh­an, dan terputusnya dunia, (serta mengetahui) kebesaran akhirat, kekalnya, kejernihan nikmatnya, dan kemuliaan kerajaannya. Dan ia mengetahui bahwa keduanya (dunia dan akhirat) itu berlawanan dan keduanya seperti dua orang madu, jika engkau ridhakan salah seorang dari keduanya, engkau memurkakan yang lainnya. Dan keduanya seperti dua piringan timbang­an; jika engkau unggulkan salah satu dari keduanya, berarti engkau ringankan yang lain. Dan keduanya itu seperti timur dan barat; jika engkau mendekati salah satu dari keduanya, engkau menjauh dari yang lain. Dan keduanya itu seperti dua buah kendi, yang salah satu dari keduanya penuh sedangkan yang lain kosong. Jika kamu tumpahkan darinya kepada yang lain hingga penuh, yang lain menjadi kosong.


"Ia mengetahui bahwa dunia dan akhirat itu berlawanan,
seperti timur dan barat, jika ia mendekati salah satu dari keduanya,
maka ia menjauh dari yang lainnya"


Sesungguhnya orang yang tidak mengetahui kehinaan dunia, kekeruhan­nya, dan bercampurnya kelezatan dunia dengan kesakitannya, kemudian terpu­tusnya dunia, ia tidak jernih darinya, maka ia orang yang rusak akalnya, ka­rena kesaksian dan pengalaman me­nun­jukkan yang demikian itu. Bagai­mana termasuk ulama, orang yang tidak mempunyai akal?

Imam Al-Ghazali mengatakan: "Dan barang siapa mengingkari hal tersebut, berarti ia mengingkari apa yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an, hadits-hadits, dan kandungan kitab-kitab suci lain yang diturunkan serta ucapan para nabi". Kemudian beliau tegaskan: "Dan barang siapa mengetahui hal itu kemudian ia tidak mengamalkannya, ia adalah tawanan setan, karena sesung­guh­nya ia telah dirusak oleh nafsu syah­watnya dan dikalahkan oleh nasibnya yang celaka. Dan barang siapa mengi­kutinya, pastilah ia binasa. Dan mana mungkin orang yang derajatnya seperti ini dimasukkan ke dalam golongan ulama".

Allah S.w.t berfirman, ketika Daud bermunajat kepada-Nya, “Tahukah kamu, apa yang akan Aku perbuat terhadap orang alim apabila ia lebih mementingkan syahwatnya daripada cintanya kepada-Ku?, yaitu Aku tidak memberikan kepadanya kenikmatan bermunajat kepada-Ku. Hai Daud, janganlah kamu bertanya kepada-Ku tentang orang alim yang telah dimabuk oleh keduniawiannya sehingga ia meng­halangimu dari jalan mencintai-Ku. Me­reka adalah pembegal (di) jalan hamba-hamba-Ku. Hai Daud, jika engkau me­lihat seseorang yang menuntut ilmu, jadilah engkau sebagai pelayannya. Hai Daud, barang siapa kembali ke jalan-Ku dengan berlari, niscaya Aku tuliskan baginya pahala orang syahid. Dan barang siapa Aku catatkan pahala syahid baginya, berarti Aku tidak akan mengadzabnya dengan neraka selama-lamanya.”.

~ Kitab Al-Mursyid Al-Amin - Imam Al-Ghazali ~

Penjelasan oleh K.H. Saifuddin Amsir
Previous
Next Post »