"Dia telah memutuskan mereka dan segala sesuatu kecuali dari cinta-Nya, serta melewatkan mereka dari segala sesuatu kecuali dari kedekatan-Nya. Lisan mereka mengingat-Nya dan hati mereka bahagia bersama cahaya-Nya"
Kewalian (wilayah) dan Wali merupakan tema penting dan pembicaraan tentangnya begitu agung.
Ada sebuah hadist tentang hal ini yang kudengar dari Syekh Syihabuddin Abu al-Ma'ali Ahmad ibn Ishak ibn Muhammad ibn al-Muayyad al-Abraquhi rahimahullah, yang mendengar dari Abu Bakar Abdullah ibn Muhammad Sabur al-Qalanisi al-Syirazi pada 619, yang mendengar dari Imam al-Mubarak Abdul Aziz ibn Muhammad ibn Manshur al-Syirazi al-Adami pada 503, yang mendengar dari Syekh Imam Abu Muhammad Rizqullah ibn Abdul Wahhab ibn Abdul Aziz ibn al-Harits ibn Ahmad al-Tamimi al-Hanbali dengan cara didiktekan pada Sabtu 16 Safar 483 di Isfahan, yang mendengar dari Abu Umar Abdul Wahid ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Mahdi al-Farisi, yang mendengar dari Abu Abdullah Muhammad ibn Mukhallad ibn Hafash al-Aththar al-Khatib al-Dawri, yang mendengar dari Muhammad ibn Utsman ibn Karamah, yang mendengar dari Khalid ibn Mukhallad dari Sulaiman ibn Bilal dari Syarik ibn Abi Namr dari Atha, dari Abu Hurairah R.a bahwa Rasulullah S.a.w meriwayatkan firman Allah;
"Siapa yang memusuhi wali-Ku, berarti menyatakan perang kepada-Ku. Semakin hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Ku-cintai daripada kewajiban-kewajiban yang Ku-bebankan atas dinnya, dan semakin ia mendekat kepada-Ku dengan amal-amal sunat, Aku semakin mencintainya. Kalau Aku sudah mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang dengannya ia mendengar, menjadi penglihatan yang dengannya ia melihat, menjadi tangan yang dengannya ia memegang, dan menjadi kaki yang dengannya ia berjalan. Apabila ia meminta, pasti Ku-beri, apabila ia memohon perlindungan, pasti Ku-lindungi. Tidak pernah Aku ragu melakukan sesuatu seperti ketika Aku ragu mencabut nyawa seorang mukmin yang takut mati sementara Aku tidak mau menyakitinya. Namun, itu adalah ketetapan yang harus terjadi.".
Hadist itu diriwayatkan oleh al-Bukhari R.a. dalam kitab sahihnya. Hadis itu juga diriwayatkan lewat jalur lain dengan redaksi: "Kalau Aku sudah mencintainya, Aku menjadi pendengaran, penglihatan, lisan, kalbu, akal, tangan, dan pendukungnya.".
Hadist di atas menunjukkan kemuliaan dan keagungan derajat seorang wali sehingga Allah menempatkannya dalam kedudukan yang begitu tinggi. Keluhuran derajatnya itu bisa kita lihat dari penggalan hadis itu: "Siapa yang memusuhi wali-Ku, berarti telah menyatakan perang kepada-Ku.".
Kemuliaan itu dicapai karena ia telah beralih dari pengaturannya sendiri ke dalam pengaturan Allah, dari pembelaan atas dirinya menuju pembelaan kepada Allah, serta dari daya dan kekuatannya sendiri menuju tawakal yang benar kepada Allah. Allah Swt. berfirman;
"Siapa yang bertawakkal kepada Allah, Dia rnencukupinya.".
"Dan adalah kewajiban kami menolong orang yang beriman.".
Kemuliaan itu dicapai karena mereka telah menjadikan Allah sebagai pusat perhatian sehingga Dia pun menghilangkan al-aghyar dan mereka dan memberikan kemenangan untuk mereka.
Syekh Syihabuddin al-Abraquhi menceritakan bahwa ia mengunjungi Syekh Abu al-Hasan al-Syadzii R.a. yang kemudian berkata kepadanya, "Allah S.w.t berfirman, 'Wahai hamba-Ku, jadikan Aku pusat perhatianmu, pasti Kucukupi semua kerisauanmu. Selama engkau hanya untuk dirimu sendiri maka kau berada di tempat yang jauh. Tetapi, selama kau menyerahkan dirimu untuk-Ku, kau berada di tempat yang dekat. Piihlah itu untuk dirimu!'".
Sebuah hadist lain menyatakan, "Siapa yang sibuk berdzikir mengingat-Ku sehingga lupa meminta kepada-Ku, akan Ku-berikan kepadanya sebaik-baik yang Ku-berikan kepada orang yang meminta.".
Apabila Allah S.w.t telah meridhai mereka dengan menyibukkan mereka dalam dzikir mengingat-Nya sehingga mereka lupa meminta kepada-Nya, mana mungkin Dia tidak meridhai mereka dengan membuat mereka sibuk mengingat-Nya, sehingga lupa mencari pembelaan untuk diri mereka sendiri?!
Orang yang mengenal Allah ('arzj) tidak akan mencari pembelaan untuk dirinya sendiri, karena makrifatnya menuntutnya hanya menyaksikan perbuatan yang dikenalnya. Bagaimana mungkin seorang yang melihat Allah berbuat atas dirinya akan mencari pembelaan dan makhluk?!. Bagaimana mungkin para wali Allah meninggalkan bantuan-Nya, sementara mereka telah berserah diri kepada-Nya dan menerima ketetapan yang dikehendaki-Nya?!. Bukankah dalam benteng kemuliaan-Nya dan di bawah tenda keagungan-Nya Dia menjaga mereka dari segala sesuatu selain dzikir kepada-Nya?!.
Dia telah memutuskan mereka dari segala sesuatu kecuali dari cinta-Nya, serta melewatkan mereka dari segala sesuatu kecuali dari kedekatan-Nya. Lisan mereka mengingat-Nya dan hati mereka bahagia bersama cahaya-Nya.
Dia tempatkan mereka di hadapan-Nya. Hati mereka berada di hadirat-Nya, dan sirr (jiwa) mereka menyaksikan ke-esaan-Nya.
Aku mendengar Syekh Abu al-Abbas R.a. berkata, "Wali Allah bersama Allah seperti anak singa bersama ibunya. Mungkinkah sang ibu membiarkan anaknya dibinasakan yang lain?!".
Dalam beberapa hadist disebutkan bahwa dalam sebuah peperangan di masa Nabi ada seorang wanita meneari anaknya yang masih menyusu. Ketika berhasil menemukannya, ia langsung berjongkok dan memberinya susu. Para sahabat memandang perempuan itu dengan penuh kekaguman. Melihat itu Rasulullah S.a.w, bersabda, "Allah lebih mengasihi hamba-hamba-Nya yang mukmin melebihi kasih ibu ini kepada anaknya.".
Dengan curahan rahmat-Nya, Allah memberi mereka kemenangan atas musuh mereka. Mereka mendapatkan anugerah itu karena mereka adalah pembawa rahasia-Nya dan tempat cahaya-Nya, Allah S.w.t berfirman;
"Allah adalah penolong orang yang beriman.".
"Allah membela orang yang beriman.".
Balasan Allah S.w.t bagi orang yang menyakiti para wali-Nya
Balasan Allah S.w.t bagi orang yang menyakiti para wali-Nya tidak selalu ditimpakkan di dunia karena umur dunia disisi Allah sangatlah pendek. Selain itu, Allah tidak mau menjadikan dunia sebagai tempat hukuman bagi musuh-musuh-Nya sebagaimana Dia tidak mau menjadikannya sebagai tempat ganjaran bagi para kekasih-Nya. Sekalipun ada hukuman yang disegerakan di dunia, bentuknya bisa jadi berupa hati yang keras, pandangan yang kelam, terhalang untuk menaati-Nya, terjebak dalam dosa, tekad yang lemah, serta tidak merasakan kenikmatan beribadah.
Dikisahkan bahwa ada seorang Bani Israil yang taat kepada Allah, namun kemudian berpaling. Ia berkata, "Ya Tuhan, betapa aku sering melakukan dosa kepada-Mu, tetapi Engkau tidak menghukumku.". Lalu Allah S.w.t mewahyukan kepada Nabi pada masa itu untuk menyampaikan kepada orang itu, "Betapa Aku sering menghukummu tetapi kau tidak menyadarinya? Bukankah telah Ku-lenyapkan darimu kenikmatan dzikir kepada-Ku dan manisnya munajat kepada-Ku?!".
Begitulah, Allah S.w.t tidak akan memberikan keselamatan kepada orang yang menyakiti wali-Nya. Apabila tidak ada hukuman yang menimpa dirinya, hartanya, dan anaknya, mungkin hukumannya itu terlampau besar sehingga ia tidak menyadarinya.
~ Syekh Ibn 'Athaillah al-Sakandari ~
sumber: Lathaif al-Minan (Rahasia Yang Maha Indah - Belajar Hidup Berkah dari Kekasih Allah)
Baca juga: Mengenal Wali Allah S.W.T (Bagian 1)
EmoticonEmoticon