Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi - Shohib Simthud Dhurar

Al Habib Ali bin Muhammad bin Husin Al Habsyi (1259 – 1333 H) dilahirkan pada hari Jum'at 24 Syawal 1259 H di Qasam, sebuah kota di negeri Hadhramaut. Beliau dibesarkan dibawah asuhan dan pengawasan kedua orang tuanya yaitu ayahandanya, Al-Imam Al-Arif Billah Muhammad bin Husin bin Abdullah Al-Habsyi dan ibundanya, As-Syarifah Alawiyyah binti Husain bin Ahmad Al-Hadi Al-Jufri, yang pada masa itu terkenal sebagai seorang wanita yang solihah yang amat bijaksana.

Pada usia yang amat muda, Habib Ali Al-Habsyi telah mempelajari dan mengkhatamkan Al-Quran dan berhasil menguasai ilmu-ilmu dzahir dan batin sebelum mencapai usia yang biasanya diperlukan untuk itu. Oleh karenanya, sejak itu, beliau diizinkan oleh para guru dan pendidiknya untuk memberikan ceramah-ceramah dan pengajian-pengajian di hadapan khalayak ramai, sehingga dengan cepat sekali, dia menjadi pusat perhatian dan kekaguman serta memperoleh tempat terhormat di hati setiap orang. Kepadanya diserahkan tampuk kepimpinan tiap majlis ilmu, lembaga pendidikan serta pertemuan-pertemuan besar yang diadakan pada masa itu.

Selanjutnya, beliau melaksanakan tugas-tugas suci yang dipercayakan padanya dengan sebaik-baiknya. Menghidupkan ilmu pengetahuan agama yang sebelumnya banyak dilupakan. Mengumpulkan, mengarahkan dan mendidik para siswa agar menuntut ilmu, di samping membangkitkan semangat mereka dalam mengejar cita-cita yang tinggi dan mulia.

Untuk menampung mereka, dibangunnya Masjid “Riyadh” di kota Seiwun (Hadhramaut), pondok-pondok dan asrama-asrama yang diperlengkapi dengan berbagai sarana untuk memenuhi keperluan mereka, termasuk soal makan dan minum, sehingga mereka dapat belajar dengan tenang dan tenteram, bebas dari segala pikiran yang mengganggu, khususnya yang bersangkutan dengan keperluan hidup sehari-hari.

Bimbingan dan asuhan beliau seperti ini telah memberinya hasil kepuasan yang tak terhingga dengan menyaksikan banyak sekali di antara murid-muridnya yang berhasil mencapai apa yang dicitakannya, kemudian meneruskan serta menyiarkan ilmu yang telah mereka peroleh, bukan saja di daerah Hadhramaut, tetapi tersebar luas di beberapa negeri lainnya, seperti di Afrika dan Asia, termasuk di Indonesia.

Di tempat-tempat itu, mereka mendirikan pusat-pusat dakwah dan penyiaran agama, mereka sendiri menjadi perintis dan pejuang yang gigih, sehingga mendapat tempat terhormat dan disegani di kalangan masyarakat setempat. Pertemuan-pertemuan keagamaan diadakan pada berbagai kesempatan. Lembaga-lembaga pendidikan dan majlis-majlis ilmu didirikan di banyak tempat, sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan dalam ruang lingkup yang luas sekali.

Di antara putera-putera beliau yang dikenal di Indonesia ialah puteranya yang bungsu, Al Habib Alwi bin Ali Al Habsyi, pendiri Masjid “Riyadh” di kota Solo (Surakarta). Beliau dikenal sebagai pribadi yang amat luhur budi pekertinya, lemah-lembut, sopan-santun, serta ramah-tamah terhadap siapa pun terutama kaum yang lemah, fakir miskin, yatim piatu dan sebagainya. Rumah kediamannya selalu terbuka bagi para tamu dari berbagai golongan dan tidak pernah sepi dari pengajian dan pertemuan-pertemuan keagamaan. Beliau meninggal dunia di kota Palembang pada tanggal 20 Rabiul awal 1373 H dan dimakamkan di kota Surakarta.

Berkata Al Habib Umar bin Idrus Alaydrus di hadapan Al Imam Al Quthub Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi (Shohib Simthud Dhuror), "Ya habib.. Semalam aku bermimpi seakan-akan aku mencurahkan perasaan hatiku akan keadaan putra-putraku yang sulit dalam memahami ilmu, maka kemudian engkau berkata kepadaku: 'Sarankan kepada mereka untuk menulis Maulidku (Simthud Dhuror)'.". Selanjutnya Al Habib Umar juga berkata: "Dan seakan-akan engkau mengisyaratkan kepadaku, bahwa futuh (terbukanya kefahaman) adalah ada dalam menulis maulid ini".

Maka Al Habib Ali Al Habsyi menjawab: "Barang siapa berharap kefahaman ilmu, maka hendaknya ia menghafalkan maulid atau menulisnya". Beliau juga berkata: "Jika seseorang mengistiqamahkan dalam membaca maulidku atau menghafalnya atau menjadikan wiridnya, maka akan ditampakkan padanya sirr Rasulullah S.a.w".

Beliau menambahkan: "Aku yang menyusun maulid ini, aku pula yang mendiktenya. Ketika maulid ini dibaca di hadapanku, maka terbukalah pintu yang menghubungkan aku dengan Datukku.. Rasulullah S.a.w".

Banyak sekali ucapan Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi yang telah dicatat dan dibukukan, di samping tulisan-tulisannya yang berupa pesan-pesan ataupun surat-menyurat dengan para ulama di masa hidupnya, juga dengan keluarga dan sanak kerabat, kawan-kawan serta murid-murid beliau, yang semuanya itu merupakan perbendaharaan ilmu dan hikmah yang tiada habisnya. Dan di antara karangan beliau yang sangat terkenal dan dibaca pada berbagai kesempatan di mana-mana, termasuk di kota-kota di Indonesia, ialah risalah kecil ini yang berisi kisah Maulid Nabi Besar Muhammad S.A.W dan diberinya judul “Simthud Duror Fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar" (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama, Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya). (lihat: Maulid Simthud Durar).

Habib Ali Al-Habsyi meninggal dunia di kota Seiwun, Hadhramaut, pada hari Ahad 20 Rabiul akhir 1333 H dan meninggalkan beberapa orang putera yang telah memperoleh pendidikan sebaik-baiknya dari beliau sendiri, yang meneruskan cita-cita beliau dalam berdakwah dan menyiarkan agama.

5 Nasehat Habib Ali Bin Muhammad al-Habsyi

1. Berhati-hatilah dalam memilih kawan dan teman, mengingat pergaulan itu amat besar pengaruhnya dalam kehidupan dan membentuk kepribadian seseorang.

2. Berpegang teguhlah pada thoriqoh para ulama terdahulu. Bersungguh-sungguh dalam bertakwa kepada Allah baik dalam keadaan sendirian maupun dalam keramaian sebagai bekal utama dalam mengarungi kehidupan ini, dan juga tekunlah dalam menuntut ilmu yang bermanfaat serta tinggalkanlah kebiasaan dan pola hidup yang tidak berguna.

3. Ketahuilah adanya pertemuan-pertemuan di dalam majelis dzikir dan majelis ilmu itu bisa membawa kemanfaatan dan kebaikan yang besar pada umat manusia. Dan ketahuilah bahwa perkumpulan kita dalam suatu majelis dzikir dan ilmu berada dalam pengawasan junjungan kita Nabi Muhammad S.a.w. Melalui perkumpulan semacam itu cahaya Ilahiyah akan memancar kepada siapapun, baik yang dekat maupun yang jauh, baik bagi mereka yang taat maupun yang bermaksiat, baik yang alim maupun yang jahil. Orang yang hadir dalam majelis tersebut, sewaktu pulang akan membawa keuntungan yang besar.

4. Sangat penting bagi kita untuk memperhatikan akan pentingnya belajar dan mengajarkan ilmu agama. Di sela-sela kesibukan kita dalam mengumpulkan harta hendaknya kita harus mau menyisihkan sebagian harta kita untuk para penuntut ilmu. Gunakan waktu dan kesempatan kita untuk belajar dan mengajarkan ilmu. Kita melihat manusia di zaman akhir ini telah kehilangan semangat untuk belajar dan mengajarkan ilmu agama. Mereka terlalu sibuk untuk memperkaya diri, menghabiskan waktunya untuk urusan-urusan duniawiyah.

5. Jagalah silaturahmi dan juga berbuat baiklah kepada kedua orang tua. Ketahuilah barang siapa yang berbuat baik kepada kedua orang tuanya, ia akan beruntung di dunia dan akhirat. Dan siapa saja yang durhaka kepada kedua orang tuanya dia akan rugi dan celaka di dunia maupun akhirat. Tidak ada amalan yang manfaatnya paling besar di dunia ini selain birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua). Dengan berbuat baik kepada orangtua, seorang anak akan lebih dekat dengan Allah dan juga Rasul-Nya dan terhindar dari suul khatimah.

Semoga Allah S.w.t memberi kita Hidayah dan Taufiq-Nya, dan menyelamatkan kita di dunia dan akhirat, Aamiin
Previous
Next Post »