Mengenal Wali Allah (Bagian 6) - Antara Karamah dan Istidraj

"Seorang wali yang diberi karamah bukanlah merasa senang atas pemberian itu, tapi ia lebih kepada makin bertambah takut kepada Allah, sebab ia takut kalau pemberian karamah itu merupakan ujian atau istidraj"

Perbedaan Antara Karamah dan Istidraj

Seseorang yang menginginkan sesuatu, kemudian Allah memberinya, maka pemberian itu tidaklah menunjukkan bahwa orang itu mempunyai kedudukan mulia di sisi Allah, baik pemberian itu bersifat biasa ataupun tidak. Kemungkinan pemberian itu merupakan anugerah dari Allah, tetapi kemungkinan pula merupakan istidraj, yaitu pemberian sebagai ujian.

Istidraj mempunyai berbagai nama atau istilah:

1. Adakalanya seseorang dikabulkan segala permintaannya agar ia makin bertambah ingkar dan sesat dan pada akhirnya ia akan dimatikan dalam keadaan kafir. Hal itu seperti yang disebutkan dalam firman Allah:

“Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dengan cara yang tidak mereka ketahui”. (Surah Al-Qalam :44)

2. Makar:
Dalam Al Qur’an disebutkan:
“Maka tidak ada yang terhindar dari tipu daya Allah kecuali orang yang rugi”. (Surah Al-‘Araf: 99)

Allah berfirman:
“Dan mereka berbuat tipu daya, maka Allah membalas mereka dengan tipu daya yang serupa dan Dia sebaik-baik yang membuat balasan” (Surah Ali ‘Imran: 54)

3. Al Kaid artinya tipu daya:
Dalam firman Allah disebutkan:
“Mereka berusaha menipu Allah, padahal Allah yang menipu mereka” (Surah An-Nisaa’:142)

Allah berfirman: “Mereka akan menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri, tetapi mereka tidak merasakannya”. (Surah Al-Baqarah: 9)

4. Imla’ mempunyai arti memberi tangguh:
Firman Allah: “Dan janganlah orang-orang kafir itu mengira bahwa pemberian tangguh bagi mereka itu memberi kebaikan bagi mereka, tetapi hal itu terjadi agar mereka makin bertambah dosa-dosanya” (Surah Ali ‘Imran: 178)

5. Al Ihlak mempunyai arti kebinasaan:
Allah berfirman: “Sampai ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, maka Kami siksa mereka dengan cara yang mendadak” (Surah Al-‘Anam: 44).

Allah berfirman: “Firaun dan bala tentaranya menyombongkan diri di permukaan bumi tanpa alasan yang dibenarkan, dan mereka mengira bahwa mereka tidak akan kembali kepada Kami, maka Kami menyiksanya dan bala tentaranya, kemudian Kami menenggelamkan mereka di dalam laut” (Surah Al-Qisas: 33)

Dari ayat-ayat di atas, dapat kami simpulkan bahwa antara karamah dan istidraj ada perbedaan. Seorang yang diberi karamah tidak pernah merasa senang atas pemberian itu, bahkan ia makin bertambah takut kepada Allah, sebab ia takut kalau pemberian karamah itu merupakan ujian atau merupakan istidraj. Lain halnya dengan seorang yang diberi istidraj. Ia makin merajalela, karena ia mendapat anugerah dan ia pun tidak takut disiksa.

Adapun kalau seseorang bergembira ketika ia diberi karamah, maka ia termasuk orang yang melanggar. Ini disebabkan oleh beberapa perkara antaranya:

• Jika seorang diberi karamah, lalu ia bergembira, maka ia termasuk orang yang menyimpang, karena ia merasa berhak untuk mendapatkan anugerah semacam itu disebabkan amal kebajikannya.

• Karamah adalah sesuatu yang di luar kebiasaan Sunnatullah. Seorang yang diberi karamah, kemudian ia terlalu bangga dengan karamah yang diperolehinya, bererti ia telah melanggar dan telah menyimpang dari kebenaran.

• Seseorang yang berkeyakinan, bahwa ia berhak mendapat karamah karena amal kebajikannya, maka boleh dikatakan bahawa ia seorang yang bodoh. Seharusnya ia merasa bahawa semua amal ibadah yang ia kerjakan merupakan kewajiban baginya terhadap hak Allah. Seharusnya ia selalu merasa kurang pengabdiannya kepada Tuhannya, tetapi kalau ia merasa puas, maka ia termasuk orang yang bodoh.

• Seseorang yang diberi karamah, seharusnya ia merasa bahwa karamah yang diberikan kepadanya hanya untuk menundukkan dirinya makin rendah dihadapan Allah. Bila seseorang berlaku sebaliknya, maka sudah jelas orang itu mirip dengan iblis yang merasa sombong atas kemuliaan yang diberikan kepada dirinya.

• Karamah itu adakalanya tidak menyebabkan seseorang menjadi mulia. Seseorang yang bangga ketika mendapat karamah, maka ia terlalu membesarkan sesuatu yang biasa. Seseorang yang membesarkan sesuatu yang biasa, maka ia sama dengan berbuat sesuatu yang sia-sia. Demikian pula, seorang wali yang bangga dengan karamah, maka ia termasuk seorang yang rendah kedudukannya.

• Seseorang yang sombong diri karena kedudukannya, ia sama seperti iblis dan firaun. Nabi S.a.w bersabda: “Ada tiga perkara yang menyebabkan kebinasaan seseorang. Yang terakhir adalah seorang yang membanggakan kedudukan peribadinya”.

• Allah berfirman: “Maka terimalah apa yang Aku berikan kepadamu dan jadilah engkau orang-orang yang berterima kasih. Dan sembahlah Tuhanmu sampai engkau didatangi kematian”. Berdasarkan ayat di atas, seseorang yang mendapat karunia dari Allah, hendaknya ia selalu rajin beribadah kepada Allah dan mensyukuri semua nikmat yang ia terima, bukannya makin bertambah ingkar.

• Seseorang yang selalu bergaul akrab dengan makhluk, maka ia tidak terlalu akrab bergaul dengan Khaliknya.

• Seseorang yang tidak takut dan tidak bertawakkal kepada Allah sudah tentu ia tidak akan menjadi wali, apa lagi kalau ia selalu menyandarkan hidupnya kepada dirinya atau kepada orang lain. Jika seseorang dapat mendatangkan satu perbuatan atau kejadian yang luar biasa, pasti ia akan mengikutinya dengan pengakuan bagi dirinya, tetapi ada juga yang tidak. Bagi mereka yang dapat mengikuti dengan pengakuan bagi dirinya dan dapat mendatangkan sesuatu perbuatan atau kejadian yang luar biasa, adakalanya ia mengaku sebagai tuhan, atau sebagai nabi, atau sebagai wali, atau sebagai ahli sihir. Dalam perkara ini dapat kita bagikan kepada empat bagian:

a. Ada yang mengaku sebagai Tuhan:
Ada kalanya orang yang dapat mendatangkan suatu peristiwa atau kejadian yang luar biasa, maka ia mengaku sebagai tuhan, seperti yang dilakukan oleh firaun dan yang akan dilakukan oleh dajjal. Dalam keadaan seperti, ini sudah jelas, bahwa perbuatan orang itu adalah batil.

b. Ada pula yang mengaku sebagai Nabi:
Ini dapat berlaku pada dua kemungkinan yaitu: pengakuannya itu benar atau pengakuannya itu bohong. Jika pengakuannya itu memang benar dan ia benar-benar nabi, maka ia harus mampu untuk menunjukkan bukti kenabiannya, tetapi jika ia tidak mampu menunjukkan buktinya, maka ia adalah seorang pembohong.

c. Ada yang mengaku sebagai seorang wali:
Dalam keadaan seperti ini ada yang bisa melakukannya, tetapi ada pula yang tidak mampu.

d. Ada yang mengaku sebagai ahli sihir:
Dalam situasi seperti ini ada kalanya seseorang dapat membuktikan kepandaiannya dan dapat mendatangkan perbuatan atau kejadian yang luar biasa tanpa pengakuan bagi dirinya, adakalanya ia seorang wali yang diridhai oleh Allah, tetapi adakalanya pula ia seorang fasik yang banyak dosanya. Ada pula yang dapat mendatangkan berbagai kejadian luar biasa, tetapi ia termasuk orang yang tidak taat kepada Allah, bahkan orang itu selalu berbuat dosa dan maksiat. Kejadian luar biasa yang ia datangkan itu disebut Istidraj, iaitu kelebihan yang diberikan kepadanya, agar dosanya dan kejahatannya makin bertambah dan terus menerus, seperti yang diberikan kepada iblis dan syaitan.

Baca selanjutnya:
- Mengenal Wali Allah (Bagian 7) - Karamah Ummat Nabi S.A.W

Tulisan sebelumnya:
- Mengenal Wali Allah (Bagian 1) - Luasnya Makna
- Mengenal Wali Allah (Bagian 2) - Tanda-tanda
- Mengenal Wali Allah (Bagian 3) - Tingkatan dan Pembagian
- Mengenal Wali Allah (Bagian 4) - Sepenggal Kisah
Mengenal Wali Allah (Bagian 5) - Karamah
Previous
Next Post »