Mari sekarang kita merujuk tafsir dan penjelasan singkat para ulama pakar mengenai surat Al-Kautsar ini dan sebab-sebab turunnya ini ayat. Al-Qur'an Surat Al-Kautsar [108] sebagai berikut:
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
innaa a'thaynaaka alkawtsara
[108:1] Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni'mat yang banyak.
fashalli lirabbika wainhar
[108:2] Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah
inna syaani-aka huwa al-abtaru
[108:3] Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus
Surat ini diturunkan sebagai jawaban terhadap tuduhan bahwa keturunan Rasulallah S.a.w terputus. Jadi, yang dimaksud kalimat “Nikmat yang banyak” dalam ayat itu adalah Rasulallah S.a.w memiliki keturunan yang banyak dan baik, melalui pernikahan antara Siti Fathimah Az-Zahra’ dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib K.w. Kebanyakan dari keturunan Siti Fathimah ini menjadi para Imam yang memberi petunjuk masalah-masalah yang berkaitan dengan ketaatan kepada Allah S.w.t dan keridhaan-Nya.
Adapun yang dimaksud kalimat “Orang yang membencimu dialah yang terputus” dalam ayat itu adalah orang yang beranggapan bahwa Rasulallah S.a.w tidak memiliki keturunan!. Tafsir seperti ini dapat anda baca diantaranya dalam kitab-kitab berikut:
Tafsir Fathul Qadir, oleh Asy-Syaukani, jilid 30, halaman 504 ; Tafsir Gharaibul Qur’an (catatan pinggir) Majma’ul Bayan, jilid 30, halaman 175 ; Tafsir Majma’ul Bayan, oleh Ath-Thabrasi, jilid 30, halaman 206, cet. Darul Fikr, Beirut ; Nurul Abshar, oleh Asy-Syablanji, halaman 52, cet. Darul Fikr, tahun 1979 Miladiyah ; Al-Manaqib, oleh Syahraasyub, jilid 3, halaman 127.
Surat Al-Kautsar ini diturunkan di Makkah dan merupakan surat ke-14 dalam turunnya wahyu serta surat ke-108 dalam urutan mushaf. ‘Al-Kautsar’ menurut arti kata berasal dari akar kata yang sama dengan ‘Katsir’ yang berarti ’Banyak’. Jadi Al-Kautsar berarti sesuatu nikmat yang banyak. Namun demikian, ulama berbeda pendapat dalam mengartikan “Al-Kautsar” pada surat ini:
Pendapat pertama: Sebagian berpegang pada hadits Nabi S.a.w dari Anas bin Malik (HR Muslim dan Ahmad) yang menceritakan ‘Al-Kautsar’ sebagai sebuah nama telaga yang ada di surga yang dianugerahkan oleh Allah kepada Nabi S.a.w. Pendapat tentang Al-Kautsar ini ditolak oleh Muhammad Abduh, yakni dianggap bukan sebagai penjelasan terhadap surat Al-Kautsar.
Pendapat kedua: Sebagian lagi berpegang sejarah pada hadits lainnya mengenai ejekan ‘Abtar’ yang berarti ‘terputus keturunan’. Sehingga Al-Kautsar berarti Allah menganugerahkan keturunan yang banyak kepada Rasulallah S.a.w. Pendapat kedua ini merupakan pendapat yang paling banyak dipercaya oleh para ulama ahli tafsir, antara lain, Imam Suyuthi dalam bukunya Asbab Annuzul serta Addur Al-Mantsur serta ulama pakar tafsir lainnya seperti Al-Alusy, Al-Qasimy, Al-Jamal, Abu Hayyan, Muhammad Abduh, Thabathabai, dan lain lain.
Pendapat ketiga: Sebagian lagi menganggap bahwa Al-Kautsar berarti keduanya yaitu nikmat Allah yang banyak yang diberikan kepada Nabi Muhammad S.a.w, salah satunya berupa keturunan yang banyak serta telaga di surga serta nikmat-nikmat lainnya.
Sejarah meriwayatkan juga waktu putra Beliau S.a.w yang terakhir wafat dan belum sempat memiliki keturunan, sedangkan saat itu Nabi S.a.w serta Khadijah R.a dalam usia yang telah cukup tua. Waktu Sayyidatuna Khadijah sedang hamil, semua orang menunggu apakah Khadijah akan memberikan seorang anak lelaki atau perempuan. Ketika ternyata Khadijah melahirkan seorang puteri (yang kemudian diberi nama Fatimah Az-Zahra) maka orang-orang Quraisy bersorak dan mengatakan bahwa Muhammad “Abtar”. Kata-kata Abtar ini adalah ejekan yang diberikan kepada orang yang terputus keturunannya.
Pendapat terbanyak dari ahli tafsir mengenai sebab-sebab turunnya surat Al-Kautsar ialah bahwa Allah S.w.t memberikan nikmat kepada Nabi S.a.w berupa keturunan yang sangat banyak, sehingga jika riwayat dari berbagai pakar tafsir ini disepakati, maka itu berarti Al-Qur’an telah menggaris bawahi sejak dini tentang akan berlanjutnya keturunan Nabi Muhammad S.a.w, dan bakal banyak dan tersebarnya mereka itu.
Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad S.a.w berupa surat Al-Kautsar ini menunjukkan bahwa Allah S.w.t sesungguhnya telah memberikan nikmat yang banyak dengan kelahiran Sayyidah Fathimah R.a. tersebut. Bahwa Rasulallah S.a.w tidaklah “Abtar” bahkan dari rahim Siti Fathimah R.a akan lahir keturunan yang banyak. Selanjutnya (dalam ayat tersebut), Rasulallah S.a.w diperintahkan untuk bershalat dan berqurban (aqiqah sebagai wujud rasa syukurnya). Dan pada ayat yang ketiga disebutkan bahwa musuh-musuh Rasulallah yang mengejek itulah yang kemudian 'diejek' oleh Al-Qur’an sebagai “Abtar” (terputus).
Surat ini dimulai dengan kata “Inna" (sesungguhnya) yang menunjukkan bahwa berita yang akan diungkapkan selanjutnya adalah sebuah berita yang besar yang boleh jadi lawan bicara atau pendengarnya meragukan kebenarannya. Pendapat lainnya bahwa penggunaan kata “kepadamu” (pada ayat ketiga) menunjukkan bahwa anugerah Allah tersebut (berupa keturunan yang banyak) tidak terkait dengan kenabian melainkan merupakan pemberian Allah kepada pribadi Nabi Muhammad S.a.w. yang dikasihi-Nya.
Terdapat beberapa dalil yang mendukung bahwa dzurriyah (keturunan) Rasulallah S.a.w memang dilanjutkan melalui rahim Sayyidatuna Fatimah R.a dan bukan melalui anak lelakinya, diantaranya dalam surat Al-An’am 84-85 bahwa Al-Qur’an menganggap Nabi Isa A.s. sebagai dzurriyah Ibrahim meski pun Beliau A.s lahir dari Maryam (seorang perempuan keturunan Ibrahim A.s). Juga banyak hadits yang mengutarakan bahwa Rasulallah S.a.w memanggil Al-Hasan dan Al-Husain sebagai “anakku”.
Sejarah juga membuktikan bahwa dari rahim Siti Fathimah, Rasulallah S.a.w memperoleh dua orang cucu (putera) yang sangat dicintai Beliau S.a.w yaitu Sayyidina Hasan dan Al-Husain R.a. Kemudian setelah peristiwa Karbala maka satu-satunya anak lelaki yang tersisa dari keturunan Al-Husain yaitu Ali Awsath yang bergelar “Zainal Abidin” atau “As-Sajjad” (ahli sujud) kemudian beliau ini meneruskan keturunan Nabi S.a.w dari Imam Husain. Demikian juga keturunan dari Imam Hasan.
Terdapat beberapa dalil yang mendukung bahwa dzurriyah (keturunan) Rasulallah S.a.w memang dilanjutkan melalui rahim Sayyidatuna Fatimah R.a dan bukan melalui anak lelakinya, diantaranya dalam surat Al-An’am 84-85 bahwa Al-Qur’an menganggap Nabi Isa A.s. sebagai dzurriyah Ibrahim meski pun Beliau A.s lahir dari Maryam (seorang perempuan keturunan Ibrahim A.s). Juga banyak hadits yang mengutarakan bahwa Rasulallah S.a.w memanggil Al-Hasan dan Al-Husain sebagai “anakku”.
Sejarah juga membuktikan bahwa dari rahim Siti Fathimah, Rasulallah S.a.w memperoleh dua orang cucu (putera) yang sangat dicintai Beliau S.a.w yaitu Sayyidina Hasan dan Al-Husain R.a. Kemudian setelah peristiwa Karbala maka satu-satunya anak lelaki yang tersisa dari keturunan Al-Husain yaitu Ali Awsath yang bergelar “Zainal Abidin” atau “As-Sajjad” (ahli sujud) kemudian beliau ini meneruskan keturunan Nabi S.a.w dari Imam Husain. Demikian juga keturunan dari Imam Hasan.
Sayyidina Husain R.a sendiri memiliki enam anak lelaki dan hanya satu yang selamat setelah peristiwa Karbala. Sedangkan Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib K.w. memiliki sebelas anak lelaki, beberapa diantaranya meneruskan keturunan. Hingga saat ini Alhamdulillah ada banyak sekali dzurriyah (keturunan) Nabi S.a.w dari Siti Fatimah R.a terutama melalui Ali Zainal Abidin As-Sajjad bin Husein bin Ali bin Abi Thalib R.a dan kemudian menyebar di seluruh muka Bumi. Bahkan dikatakan bahwa dzurriyah (keturunan) Nabi S.a.w ini begitu banyaknya dibandingkan keturunan manusia lainnya.
Sebagaimana dikemukakan tadi bahwa kita sering baca di kitab-kitab sejarah atau sunnah Rasulallah S.a.w biografi para Nabi, nama-nama mereka serta nama datuk-datuknya, nama-nama keturunan mereka dan lain sebagainya, tidak lain semuanya ini disampaikan melalui riwayat serta tersimpan dengan rapi sampai sekarang. Tidak ada para sahabat atau tabi’in yang mencela atau menuduh semuanya itu! Apalagi pada zaman modern sekarang ini dengan adanya komputer dan internet lebih mudah untuk menemukan kembali sejarah dan riwayat-riwayat para Rasul, Nabi dan nasab keturunan Rasulallah S.a.w. yang telah ditulis oleh para ulama pakar.
Sebagaimana dikemukakan tadi bahwa kita sering baca di kitab-kitab sejarah atau sunnah Rasulallah S.a.w biografi para Nabi, nama-nama mereka serta nama datuk-datuknya, nama-nama keturunan mereka dan lain sebagainya, tidak lain semuanya ini disampaikan melalui riwayat serta tersimpan dengan rapi sampai sekarang. Tidak ada para sahabat atau tabi’in yang mencela atau menuduh semuanya itu! Apalagi pada zaman modern sekarang ini dengan adanya komputer dan internet lebih mudah untuk menemukan kembali sejarah dan riwayat-riwayat para Rasul, Nabi dan nasab keturunan Rasulallah S.a.w. yang telah ditulis oleh para ulama pakar.
Marilah kita rujuk lagi ayat Ilahi dan hadits Rasulallah S.a.w berikut ini yang berkaitan dengan keturunan:
~ Firman Allah S.w.t; “Surga ‘Adn mereka masuk kedalamnya dan juga orang yang baik-baik dari bapak-bapak mereka dan isteri-isteri mereka dan keturunan mereka”..
~ Juga firman-Nya; ‘Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan. Kami hubungkan/kumpulkan anak cucu mereka dengan mereka…dan seterus nya ‘. (Ath-Thuur : 21). Dan masih ada lagi didalam firman-Nya yang menyebutkan mengenai keturunan para Nabi.
~ Begitu juga hadits Rasulallah S.a.w, dari Abu Sa’id Al-Khudri R.a katanya: “Mengapa masih ada beberapa kaum yang mengatakan bahwa tali kekeluargaan Rasulallah Saw. tidak menguntungkan kaumnya pada hari kiamat. Sungguh demi Allah bahwasanya tali kekeluargaan akan tetap tersambung di dunia mau pun di akhirat. Wahai, sekalian manusia! Sesungguhnya aku akan mendahului kamu sampai di Telaga Haudh” (HR Ahmad dan Al-Hakim dalam shahihnya, Al-Baihaqi dan Thabrani dalam kitab Al-Kabir).
~ Al-Bazzar meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas R.a. katanya: “Telah wafat seorang putri Safiah binti Abdul Muttalib R.a, kemudian beliau berceritera yang kesudahannya beliau katakan: Kemudian Rasulallah S.a.w berdiri, setelah mengucapkan hamdalah dan memuji kepada Allah lalu bersabda: ‘Mengapa masih ada beberapa kaum yang menuduh bahwa hubungan kerabatku tidak akan memberi manfaat, ketahuilah bahwa semua kemuliaan dan keturunan akan terputus pada hari kiamat kecuali kemuliaan dan keturunanku dan sesungguhnya tali kekeluargaanku akan tetap bersambung di dunia mau pun akhirat’ ”. (Hadits ini dishahihkan oleh Al-hafidz As-Sakhawi dan Ibnu Hajar dan disebutkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya dari tiga jalur).
Allah S.w.t sendiri dalam Al-Qur’an telah menetapkan suatu hukum kepada keturunan-keturunan yang beriman yang mana mereka akan menyertai datuk-datuknya begitu juga yang diungkapkan dalam hadits-hadits diatas. Rasulallah Saw. membantah keras bagi orang yang beranggapan bahwa hubungan kerabat dan tali kekeluargaan Beliau S.a.w. akan putus dan tidak memberi manfaat bahkan Beliau menguatkan perkataannya itu dengan bersumpah Demi Allah…..
Lalu bagaimana dapat dipastikan keturunan tersebut itu kalau tanpa adanya ketetapan nasab silsilahnya? Begitu juga hadits Nabi Saw. yang termasyhur dan sebagai bukti-bukti lagi tidak terputusnya keturunan Beliau S.a.w, yaitu akan munculnya Imam Al-Mahdi R.a pada akhir zaman dan Imam ini dari keturunan Rasulallah S.a.w.
Kami sering bertanya-tanya mengapa yang hanya sering dicela dan diganggu keturunan/cucu Nabi S.a.w yang riwayatnya banyak dalam hadits serta ditulis oleh ulama pakar ahli sejarah. Ada gerangan apakah dibalik celaan atau tuduhan ini? Kami berlindung pada Allah S.w.t atas kebohongan golongan pencela atau pengingkar ini dan penolakan mereka terhadap adanya keturunan Nabi S.a.w.
Wallahu a'lam. Wassalam
Wallahu a'lam. Wassalam
EmoticonEmoticon