Padanya Tetap Ada Kebengkokan

"Padanya tetap ada kebengkokan. Jika kamu hendak meluruskannya akibatnya kamu mematahkannya, dan mematahkannya berarti menceraikannya"

Setiap orang beriman harus mengetahui, di antara rahmat terbesar dalam misi kenabian Rasulullah S.a.w adalah hukum-hukum syari’at yang lurus, yang mengatur kehidupan manusia, laki-laki maupun perempuan, melindungi hak-hak mereka, dan menegakkan timbangan-timbangan keadilan di antara mereka. Itu semua bermuara dari sumber rahmat, dan itulah yang mewujudkan kebahagiaan umat manusia di dunia, meskipun sebagiannya terkesan 'keras'. Pada akhirnya, mereka akan kembali ke akhirat, menuju kebahagiaan yang lebih agung.

Wanita muslimah pada masa-masa awal benar-benar menyambut dakwah Islam dan menerapkan adab-adabnya. Imannya kepada Allah dan Rasul-Nya S.a.w benar-benar tulus, tidak melanggar ketentuannya, dan tidak melampaui batas. Mereka tidak melibatkan diri dalam tugas dan pekerjaan laki-laki terkait apa yang dikhususkan Allah bagi laki-laki dan terkait berbagai kewajiban serta tanggung jawab yang ditetapkan bagi laki-laki.

Wanita muslimah saat itu melakukan amalnya yang didasarkan pada adanya persamaan dengan laki-laki dalam kebaikan secara umum, dan berlomba-lomba dengan laki-laki dalam hal-hal kebaikan dan kebajikan yang dapat mengangkat martabatnya dan memperbesar pahalanya. Titik tolak ini seluruhnya adalah dari firman Allah S.w.t:

"Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.". (An-Nisa’: 32).

Pada masa-masa kelam dulu, wanita mengalami penyiksaan yang buruk dan diragukan kemanusiannya. Orang-orang enggan memposisikan wanita sebagai pihak yang memiliki motivasi seperti laki-laki, dan wanita dibebani berbagai dosa dan kesalahan yang tak memiliki ketentuan dalam agama. Yang dibutuhkan wanita masa kini adalah membaca. Hendaknya wanita membaca sejarahnya dalam Islam, sikap Islam terhadap wanita, dan sejauh mana perhatian Islam terhadap wanita, agar mereka tahu apa yang dipropagandakan musuh-musuh Islam dan berbagai kalangan yang dalam hatinya terdapat penyakit kebohongan, yang tidak layak untuk diperhatikan atau dilirik sedikit pun.

Di antara rahmat Rasulullah S.a.w terhadap kaum wanita adalah wasiat bagi kaum wanita dan penegasan terhadap besarnya hak mereka. Dari Abu Hurairah R.a, dia mengatakan, Rasulullah S.a.w bersabda:

"Wanita itu diciptakan dari tulang rusuk. Dia tidak akan istiqamah terhadapmu pada satu ketentuan. Jika kamu menikmatinya, kamu mendapatkan kenikmatan padanya, tapi padanya tetap ada kebengkokan. Jika kamu hendak meluruskannya, (akibatnya) kamu mematahkannya, dan mematahkannya berarti menceraikannya.".

Banyak orang salah memahami hadits yang mulia ini. Kendala yang dialami orang seperti ini hanyalah karena minim pengetahuan dan buruknya pemahaman. Rasulullah S.a.w, yang tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu melainkan wahyu yang diturunkan, menetapkan dalam hadits mulia ini hakikat yang fitri dan nyata. Bukanlah cela bagi wanita bila kekurangan itu terdapat pada pokok pembentukan dan penciptaannya, sebab ini merupakan perkara yang pasti terjadi padanya, namun itu mengandung hikmah yang luhur yang dikehendaki oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, untuk menetapkan kewenangan dan pengayoman laki-laki terhadapnya, berusaha keras untuk memuliakannya dan berbuat baik kepadanya, dan agar wanita dapat menunaikan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya.

Oleh karena itu, Islam tidak membebankan kepada wanita sesuatu diluar kemampuannya. Bahkan Islam melarangnya dari segala sesuatu yang tidak baik untuk dilakukannya, yaitu segala sesuatu yang tidak selaras dengan watak kewanitaan dan kondisi fisiknya. Sebab, implikasinya justru mengabaikan tanggung jawabnya yang sesuai dengan fitrahnya, yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Akibatnya kehidupan pun rusak dan tidak kondusif. Maka jadilah dia seperti orang yang membangun istana dan menghancurkan kota.

Selain itu, di antara rahmat Rasulullah S.a.w terhadap kaum wanita adalah penjelasan Beliau S.a.w bahwa istri adalah pemimpin di rumah  suaminya dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Dari Abdullah bin Umar R.a, dia mendengar Rasulullah S.a.w bersabda:

"Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, wanita (istri) adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya, dan pembantu adalah pemimpin terkait harta tuannya dan dia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.".

Beliau S.a.w juga mewasiatkan agar kaum wanita diperlakukan dengan baik dan hak-hak mereka ditunaikan. Dari Bahz bin Hakim R.a, dia mengatakan, “Bapakku menyampaikan kepadaku dari kakekku bahwa dia mengatakan, ‘Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, terkait istri-istri kami, apa yang harus kami tunaikan terhadap mereka dan apa yang kami tinggalkan?", Beliau S.a.w bersabda:

"Datangilah lahanmu bagaimana pun yang kamu kehendaki, dan berilah dia makan jika kamu makan, serta berilah dia pakaian jika kamu mengenakan pakaian. Jangan menjelekkan wajah, jangan memukul, dan jangan berseteru kecuali di dalam rumah".'

Rasulullah S.a.w, pribadi yang sempurna, juga telah mencontohkan bagaimana Beliau menjadi pendengar yang baik atas keluhan yang disampaikan kaum wanita. Dalam sebuah riwayat dari Urwah bin Zubair dikatakan, Aisyah R.a berkata, “Mahasuci Allah, Yang pendengaran-Nya meliputi segala sesuatu. Aku benar-benar mendengar ucapan Khaulah binti Tsa'labah dan sebagiannya tersembunyi dariku. Dia mengadukan suaminya kepada Rasulullah. Dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia menikmati masa mudaku dan aku setia dalam melayaninya. Namun, begitu aku sudah tua dan tidak produktif lagi, dia melakukan zihar (seorang suami menyamakan istrinya dengan ibunya sehingga haram istrinya) terhadapku. Ya Allah, aku mengadu kepada-Mu‘.”. Periwayat mengatakan, dia tetap bertahan hingga Jibril A.s turun dengan membawa ayat-ayat yang terkait dengan itu, "Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah." (QS Al-Mujadilah:1).

Perhatikan pula bagaimana Beliau S.a.w melindungi kaum wanita dari segala hal yang tidak diinginkan, di antaranya lewat peringatan Beliau S.a.w terhadap bepergiannya seorang wanita. Dari Ibnu Abbas R.a, dia mengatakan, Rasulullah S.a.w bersabda:

"Janganlah seorang wanita bepergian kecuali bersama muhrimnya, dan janganlah ada laki-laki yang menemuinya kecuali dia disertai muhrimnya.", seorang bertanya, “Wahai Rasulullah, aku hendak keluar dan bergabung dengan pasukan perang begini dan begini, sementara istriku hendak menunaikan ibadah haji?”, Beliau S.a.w bersabda: "Keluarlah bersamanya.".

Wallahu Warasuluhu A'lam. Wassalam
Previous
Next Post »