Malik Bin Dinar, seorang ulama besar zaman tabi’in (generasi setelah Sahabat R.a) yang terkenal dengan kebiasaannya menangis sepanjang malam sambil berdoa
Sejak dini, aku hidup sebagai pemabuk, tersesat dan ahli maksiat, menzalimi manusia, merampas harta orang lain, makan riba dan bahkan memukul orang adalah pekerjaan harianku, tak ada hari dalam hidup tanpa berbuat zalim terhadap manusia. Nyaris semua bentuk maksiat pernah aku lakukan. Bahkan terkadang orang-orang yang tinggal di sekitarku ngeri mendengar namaku.
“Aku ingin Menikah”
Pada suatu hari, aku sangat ingin menikah karena merindukan punya anak yang akan menghibur kehidupanku yang amat keras itu.
Lalu, aku menikahi seorang gadis di kota Baghdad. Dan setelah hampir setahun istriku pun melahirkan seorang bayi wanita yang mungil lagi cantik. Bayi itu kuberi nama “Fatimah”.
Entah bagaimana, aku amat mencintai Fatimah, bahkan melebihi orang lain disekitarku. Semakin Fatimah tumbuh dengan sehat. Imanku semakin tumbuh pula dalam hatiku dan maksiat semakin berkurang dalam kehidupanku.
Suatu hari, saat aku memegang gelas yang isi nya khamar (minuman yang memabukkan), Fatimah melihatnya. Ia mencoba mendekatiku dan menghalangi aku meminum khamar tersebut. Aku tidak tau kenapa Fatimah bisa melakukan hal itu, pasti Allah S.w.t yang membuat Fatimah bisa berbuat seperti itu.
Fatimah semakin besar, imanku pun semakin bertambah dalam hatiku. Setiap aku mendekatkan diri kepada Allah S.w.t satu langkah, maka seperti itu pula aku menjauh dari maksiat. Kondisi seperti itu terus berlanjut sampai Fatimah berusia tiga tahun.
Saat memasuki tiga tahun, tanpa sebab sakit sedikit pun Fatimah meninggal dunia.
“Kembali Ahli Maksiat”
Sungguh tidak masuk akal.. Peristiwa “kematian Fatimah” membuatku putus asa, dan aku berbalik menjadi preman lebih sadis dan kejam dan sebelum aku menikah, aku kehilangan kesabaran yang seharusnya dimiliki oleh orang beriman saat menghadapi ujian.
Aku gagal total dalam menghadapi ujian itu kali ini. Hidupku kembali sebagai ahli maksiat dan kezaliman bahkan lebih dahsyat dari sewaktu aku masih muda. Akhirnya syaitan benar-benar berhasil mempermainkan kehidupanku.
Sampai pada suatu saat, syaitan berkata: “Hari ini, hari yang paling berbahagia lagi. Kamu, mabuklah, semabuk-mabuknya yang belum pernah terjadi sepanjang hidupmu.”.
“Mimpi Hari Kiamat”
Aku pun bertekad untuk mabuk dan minum khamar sebanyak-banyaknya. Sepanjang malam itu kerjaku hanya minum dan minum khamar. Aku teler dan kemudian tertidur…
Tiba-tiba aku bermimpi, dalam mimpiku aku sedang menghadapi sebuah peristiwa besar yakni hari kiamat. Matahari tidak menyinari cahaya ke bumi saat berubah menjadi api raksasa. Di bumi terjadi gempa yang amat dasyat, semua manusia berkumpul di padang mahsyar. Manusia sangat banyak dan hilir mudik bergelombang-gelombang, aku adalah satu di antara mereka. Tiba-tiba aku mendengar suara orang yang memanggil fulan bin fulan.
“Ayo Segera Mengharaplah Kepada Yang Maha Perkasa”
Saat itu, aku melihat ada orang yang hitam pekat wajahnya karena sangat ketakutan. Tak lama kemudian aku mendengar suara memanggil namaku sambil berkata: “Ayo kamu segera mengharap kepada Yang Maha Perkasa”, tiba-tiba saja semua manusia sangat banyak itu menghilang dari sekelilingku..Tinggal aku sendiri di tengah padang mahsyar yang amat luas itu. Saat aku melihat ke suatu arah, tiba-tiba aku melihat ular yang sangat besar dan garang sedang menuju ke arahku berdiri sambil membuka mulutnyat lebar-lebar…Aku lari dan berlari menjauh dari kejaran ular tersebut karena sangat takut.
Sampailah aku melihat seorang kakek yang sangat lemah dan tidak berdaya, lalu aku berkata: “Bapak! Tolonglah aku dan selamatkan aku dan ular itu!.” sang kakek berkata: “Wahai anakku, aku sendiri sangat lemah dan tidak berdaya sama sekali, cobalah anda lari ke suatu tempat di sana. Semoga ada yang bisa membantumu…”
Akupun berlari ke arah tersebut di belakangku. Sedang di hadapanku ada nyala api yang sangat luar biasa besarnya. Saat itu aku berkata dalam diriku, kamu lari dari kejaran ular atau masuk ke dalam api besar itu? Namun aku tetap berlari sedang ular itu semakin dekat menghampiriku. Aku coba balik arah lagi ke arah tempat kakek yang tadi menyarankanku ke suatu tempat itu.
Setelah melihatnya, aku berteriak memanggilnya kembali, sambil berkata padanya: “Demi Allah ! Tolonglah selamatkan aku! Engkau berkewajiban menyelamatkanku”… Kakek itu pun menangis karena sedih melihat kondisiku sambil berkata: “Aku ini sudah sangat lemah tidak mampu berbuat apa-apa seperti yang kamu lihat sendiri”.
“Cobalah lari ke arah bukit sana, semoga kamu selamat”.
Akupun berlari sekencang-kencangnya ke arah bukit yang diisyaratkan oleh kakek tersebut…Sedangkan ular besar itu semakin mendekatiku.
Setelah mendekati bukit tersebut, aku mendengar riuh suara anak anak sedang berteriak memanggil anakku, Fatimah, sampai berkata: “Fatimah! Selamatkan ayahmu ! Selamatkan segera ayahmu !”
Tiba-tiba saja Fatimah muncul di hadapanku seketika itu pula ketakutanku hilang dan rasa bahagia masuk dalam dadaku karena bertemu anakku yang meninggal pada saat berusia 3 tahun, aku bahagia karena bertemu anakku dan menyelamatkan aku dari kondisi sulit seperti itu. Lalu Fatimah memelukku dengan tangan kanannya sambil mengusir ular besar itu dengan tangan kirinya.
Aku seperti mayat (orang yang sudah mati) tak berdaya karena ketakutan setelah ular itu pergi. Fatimah tiba-tiba duduk di atas pengkuan persis seperti dia masih hidup dulu.. Lalu dia berkata:
“Wahai ayahanda tercinta…Sudah saatnya orang-orang beriman itu hati merasa khusyuk mengingat Allah” (QS. Al-Hadid, 57:16).
Setelah mendengar ucapan Fatimah aku bertanya padanya, “Wahai anakku. Apakah gerangan ular besar itu?”…Lalu Fatimah menjawab: “itulah amal kejahatan dengan kesesatan dan kezaliman. Berarti ayahanda sendiri yang membesarkannya dan nyaris ia mamakan ayah”.
“Tidakkah engkau tahu wahai ayahanda bahwa semua amal yang dilakukan di dunia akan muncul dalam bentuk makhluk tertentu pada hari kiamat nanti?”. “Laki-laki yang lemah itu menggambarkan amal sholeh ayah yang tak seberapa, engkau sendiri yang melemahkan dan mengerdilkannya sehingga ia menangis melihat kondisimu dan tak mampu berbuat apa-apa padamu.”
Kemudian anakku meneruskan ucapannya: “Kalaulah bukan engkau sebagai orang tuaku dan kalaulah bukan aku meninggal saat masih suci (anak-anak), tidak ada lagi yang bermanfaat bagimu.”.
Tiba-tiba aku terbangun sambil berteriak..”Saatnya ya Allah.. ! Sekarang saatnya aku bertaubat yaa Robb.. Benar, kapan saat nya bagi orang beriman untuk khusyuk hatinya mengingat Allah? Aku berjanji ya Allah.. Sekarang juga saatnya!”
Setelah pikiranku agak tenang, aku mandi. Saat itu persis waktu subuh. Setelah mandi. Aku keluar rumah menuju masjid dekat rumahku. Dengan semangat bertaubat dan kembali kepada pangkuan Allah. Saat aku masuk ke masjid, aku mendengar imam sedang membaca ayat persis seperti yang dibaca anakku dalam mimpi.
“Tidakkah sudah tiba saatnya orang-orang beriman untuk khusyuk hati mereka mengingat Allah SWT dan terhadap apa yang turun dari kebenaran Al-Qur’an dan janganlah mereka seperti orang-orang ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) sebelumnya, maka lama masanya (mereka durhaka pada Allah), lalu hati mereka menjadi keras dan kebanyakan mereka adalah orang-orang Fasik” (QS.AL-Hadid 57: 16).
Itulah cerita “Malik Bin Dinar” sebagaimana yang beliau ceritakan sendiri. Seorang ulama Besar Zaman tabi’in (Generasi setelah Sahabat) yang sebelum nya adalah “Preman Besar”. Beliau terkenal dengan kebiasaannya menangis sepanjang malam sambil berdoa:
“Illahi, Engkau saja yang tahu siapa yang akan menjadi penghuni Surga dan siapa pula yang akan menjadi penghuni Neraka yang di manakah aku, Yaa Robb… ?”. “Ya Allah! Jadikanlah aku duduk di syurga dan jangan jadikan aku penghuni Nerakamu..!”
Itulah Malik Bin Dinar. Beliau terkenal setiap hari berdiri di pintu Masjid sambil berseru:
“Wahai Hamba yang melakukan maksiat dan dosa, kembalilah kepada Tuhan-Mu… !”
“Wahai Hamba yang masih lalai, kembalilah kepada Tuhan-Mu..!”
“Wahai Hamba yang lari dari Robb (Tuhan Penciptanya) kembalilah Pada-Nya…”.
“Tuhan memanggilmu malam dan siang sambil berkata pada mu:”
“Siapa yang datang dan mendekatkan diri kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekat padanya satu Hasta.”
“Siapa yang mendekat diri pada-Ku satu Hasta, maka aku akan mendekat kepadanya satu Depa.”
“Siapa yang datang kepada-Ku, sambil berjalan, maka aku akan datang padanya sambil berlari..”.
Diteruskan dari sumber: cahayanabawiy.com
EmoticonEmoticon