“Bukan hanya orang-orang beriman yang merasakannya, akan tetapi semua umat manusia, bahkan hewan dan tumbuh-tumbuhan pun dapat merasakan rahmat yang dibawa oleh Beliau. Nabi Muhammad S.a.w, rahmat bagi semesta alam“
Ketika Islam dihujat sebagai agama ekslusif, rasis bahkan fasis, maka respon kaum muslimin pun beraneka ragam. Meskipun didasari rasa yang sama, rasa cinta kepada Islam dan Nabi Muhammad S.a.w, akan tetapi aksi yang berbeda menimbulkan respon yang juga ikut tidak sama. Sebagian sikap kaum muslimin justru mengaminkan tuduhan yang dilontarkan, sehingga orang-orang yang tidak senang terhadap Islam hanya tinggal mengutip bukti dari sebuah asumsi. Di tengah hiruk pikuk tersebut kaum muslimin mesti berhenti sejenak, kembali membaca Islam dari sumber aslinya. Karena tidak semua perlakukan umat Islam sebagai interpretasi Islam. Betapa banyak tindakan umat Islam justru jauh dari nilai-nilai Islam.
Ketika Islam dihujat sebagai agama ekslusif, rasis bahkan fasis, maka respon kaum muslimin pun beraneka ragam. Meskipun didasari rasa yang sama, rasa cinta kepada Islam dan Nabi Muhammad S.a.w, akan tetapi aksi yang berbeda menimbulkan respon yang juga ikut tidak sama. Sebagian sikap kaum muslimin justru mengaminkan tuduhan yang dilontarkan, sehingga orang-orang yang tidak senang terhadap Islam hanya tinggal mengutip bukti dari sebuah asumsi. Di tengah hiruk pikuk tersebut kaum muslimin mesti berhenti sejenak, kembali membaca Islam dari sumber aslinya. Karena tidak semua perlakukan umat Islam sebagai interpretasi Islam. Betapa banyak tindakan umat Islam justru jauh dari nilai-nilai Islam.
Tulisan singkat ini ingin mengungkap kedatangan Rasulullah S.a.w yang digambarkan Allah S.w.t sebagai ramatan li al-‘alamin sebagaimana yang disebutkan dalam firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Qs. Al-Anbiya’ [21]: 107).
Menjadi Rahmat Bagi Semesta Alam
Allah S.w.t tidak menyebut Nabi Muhammad S.a.w sebagai rahmat bagi orang-orang beriman saja, bukan pula menjadi rahmat bagi umat manusia saja. Akan tetapi kedatangannya menjadi rahmat bagi semesta alam. Semesta alam merasakan kedatangannya sebagai rahmat.
Ungkapan “rahmat bagi semesta alam” bukanlah hanya tetesan tinta di atas kertas, ungkapan tanpa makna dan bukti. Sejarah mencatat bahwa kedatangan Nabi Muhammad S.a.w dirasakan semesta alam sebagai rahmat, bukan hanya orang-orang beriman yang merasakannya, akan tetapi semua umat manusia, bahkan hewan dan tumbuh-tumbuhan pun dapat merasakan rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.a.w.
Ungkapan “rahmat bagi semesta alam” bukanlah hanya tetesan tinta di atas kertas, ungkapan tanpa makna dan bukti. Sejarah mencatat bahwa kedatangan Nabi Muhammad S.a.w dirasakan semesta alam sebagai rahmat, bukan hanya orang-orang beriman yang merasakannya, akan tetapi semua umat manusia, bahkan hewan dan tumbuh-tumbuhan pun dapat merasakan rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.a.w.
Menjadi Rahmat Bagi Hewan
Tidak hanya makhluk berakal yang merasakan kehadiran Nabi Muhammad S.a.w sebagai rahmat, bahkan hewan sekalipun merasakan kehadirannya sebagai rahmat. Ini dapat dilihat dari keseharian Rasulullah S.a.w. Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Abbas dikisahkan:
وعن ابن عباس رضي الله عنهما قال مر رسول الله صلى الله عليه وسلم على رجل واضع رجله على صفحة شاة وهو يحد شفرته وهي تلحظ إليه ببصرها قال : أفلا قبل هذا ؟ أو تريد أن تميتها موتات ؟ رواه الطبراني في الكبير والأوسط ورجاله رجال الصحيح
ورواه الحاكم إلا أنه قال: أ تريد أن تميتها موتات ؟ هلا أحددت شفرتك قبل أن تضجعها
Dari Ibnu abbas, ia berkata: “Rasulullah S.a.w melewati seorang laki-laki yang meletakkan kakinya di atas tubuh kambing sementara itu ia mengasah pisaunya, sedangkan kambing itu mengamati dengan matanya. Rasulullah S.a.w berkata: “Mengapa tidak engkau lakukan sebelum ini?! Apakah engkau mau agar ia mati berulang kali?!“.
Dalam riwayat al-Hakim, Rasulullah S.a.w bersabda: “Apakah engkau mau membuatnya mati berkali-kali?! Mengapa engkau tidak menajamkan pisaumu sebelum engkau membaringkannya” .
Dari hadits diatas terihat bagaimana Rasulullah S.a.w menjadi rahmat bagi seekor kambing. Di tengah masyarakat Arab jahiliah yang keras dan kasar bahkan kepada sesama manusia. Tapi Rasulullah S.a.w memperhatikan akhlak kepada binatang.
Dalam sebuah hadits Rasulullah S.a.w bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذَّبْحَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ فَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ
“Sesungguhnya Allah S.w.t mewajibkan berbuat baik kepada segala sesuatu. Apabila kamu membunuh, maka bunuhlah dengan baik. Dan apabila kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Hendaklah salah seorang kamu menajamkan pisaunya dan membuat hewan sembelihannya tenang”. (HR. Muslim).
Dari teks hadits di atas tersirat sebuah ajaran bersikap lembut dan santun, meskipun itu terhadap seekor binatang yang tidak berakal. Berdasarkan ini Islam melarang menyembelih hewan dengan kuku, tulang dan benda tumpul, karena menyebabkan hewan mati tersiksa. Dalam kondisi tertentum, Islam memperbolehkan membunuh binatang berbisa jika keberadaannya membahayakan dan mengancam manusia, bahkan dalam shalat sekalipun:
Dari teks hadits di atas tersirat sebuah ajaran bersikap lembut dan santun, meskipun itu terhadap seekor binatang yang tidak berakal. Berdasarkan ini Islam melarang menyembelih hewan dengan kuku, tulang dan benda tumpul, karena menyebabkan hewan mati tersiksa. Dalam kondisi tertentum, Islam memperbolehkan membunuh binatang berbisa jika keberadaannya membahayakan dan mengancam manusia, bahkan dalam shalat sekalipun:
اقْتُلُوا الأَسْوَدَيْنِ فِى الصَّلاَةِ الْحَيَّةَ وَالْعَقْرَبَ
“Bunuhlah dua yang hitam dalam shalat; ular dan kalajengking”. (HR. Abu Daud).
Akan tetapi pembunuhan tersebut dilakukan dengan baik, tidak boleh menyiksa hewan, mesti mati dalam satu pukulan. Dalam sebuah hadits Rasulullah S.a.w menyatakan:
Akan tetapi pembunuhan tersebut dilakukan dengan baik, tidak boleh menyiksa hewan, mesti mati dalam satu pukulan. Dalam sebuah hadits Rasulullah S.a.w menyatakan:
لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى جُحْرٍ
“Janganlah salah seorang kamu buang air kecil di lobang tanah”. (HR. al-Nasa’i).
Dalam kitab Syarh Sunan al-Nasâ’i disebutkan dua alasan mengapa tidak boleh buang air kecil di lobang tanah. Pertama, karena lobang tanah adalah tempat serangga dan binatang berbisa. Kedua, lobang tanah sebagai tempat tinggal jin. Demikian rahmat yang dibawa Rasulullah S.a.w mencakup semua makhluk, yang nyata maupun yang tidak nyata, sekalipun itu serangga kecil yang mungkin tidak terlihat oleh mata. Bahkan sosok jin yang tidak terlihat di alam nyata.
Dalam kitab Syarh Sunan al-Nasâ’i disebutkan dua alasan mengapa tidak boleh buang air kecil di lobang tanah. Pertama, karena lobang tanah adalah tempat serangga dan binatang berbisa. Kedua, lobang tanah sebagai tempat tinggal jin. Demikian rahmat yang dibawa Rasulullah S.a.w mencakup semua makhluk, yang nyata maupun yang tidak nyata, sekalipun itu serangga kecil yang mungkin tidak terlihat oleh mata. Bahkan sosok jin yang tidak terlihat di alam nyata.
Menjadi Rahmat Bagi Tumbuh-tumbuhan
Bukan hanya hewan yang mendapat rahmat dengan kedatangan Nabi Muhammad S.a.w, makhluk lain bernama tumbuh-tumbuhan juga mendapat rahmat dengan kedatangan Rasulullah S.a.w. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, Rasulullah S.a.w bersabda:
إن قامت الساعة وفي يد أحدكم فسيلة فإن استطاع أن لا تقوم حتى يغرسها فليغرسها
“Jika terjadi hari kiamat, di tangan salah seorang kamu ada bibit kurma. Jika ia mampu kiamat tidak terjadi hingga ia menanamkannya, maka hendaklah ia menanamkannya”. (HR. Ahmad).
Dapat dibayangkan, seseorang yang akan meninggal dunia, namun di tangannya ada bibit kurma, Rasulullah S.a.w menganjurkannya agar menanam bibit kurma tersebut. Untuk apa ia menanam bibit kurma tersebut, ia tidak mungkin dapat bernaung di bawah rindang pohonnya dan ia juga tidak mungkin dapat menikmati buahnya karena ia akan meninggal dunia. Islam mengajarkan bahwa seorang muslim tidak berbuat untuk dirinya sendiri, akan tetapi berbuat untuk orang lain, untuk generasi yang akan datang, untuk kelestarian alam. Andai sabda ini dinyatakan seseorang yang tinggal di iklim tropis, buminya subur, gemah ripah loh jenawi, tongkat dan batu jadi tanaman, tentu sabda ini tidak mengherankan. Akan tetapi, sabda ini dinyatakan seorang Nabi yang tinggal di gurun pasir yang panas dan kering kerontang. Di tengah suasana yang tidak lazim, di tengah iklim yang tidak mendukung, Rasulullah S.a.w masih sempat menyampaikan pesan moral memperhatikan kelestarian alam dengan menanam tanaman. Sebaliknya, bagi orang-orang yang merusak tanaman, Rasulullah S.a.w bersabda:
مَنْ قَطَعَ سِدْرَةً صَوَّبَ اللَّهُ رَأْسَهُ فِى النَّارِ
“Siapa yang memotong pohon Sidr, maka Allah S.w.t sungkurkan kepalanya dalam api neraka”. (HR. Abu Daud).
Jika memotong sebatang pohon saja demikian kerasnya azab yang akan diterima pada hari pembalasan kelak, lantas bagaimanakah hukuman bagi orang-orang yang melakukan praktik illegal loging, membabat habis hutan belantara yang hijau, menyebabkan kerusakan alam berkepanjangan dan menyusahkan banyak orang.
Slogan reboisasi, penghijauan, gerakan menanam, one man one tree, semua ini muncul sebagai reaksi terhadap pembantaian tanpa henti terhadap paru-paru alam. Akan tetapi agama Islam dengan ajarannya yang universal sejak empat belas abad silam telah mencanangkan penghijauan sebagai sebuah ajaran berbasis agama, sehingga penanaman tersebut tidak hanya sebagai wujud kepedulian terhadap alam, akan tetapi juga sebagai sarana ibadah karena melaksanakan seruan Rasulullah S.a.w.
Rasulullah S.a.w mengajarkan sisi lain sedekah yang berkaitan dengan penjagaan alam, ini tersirat dalam sabdanya:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا ، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا ، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ ، إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Setiap muslim yang menanam tanaman atau tumbuh-tumbuhan, lalu dimakan burung atau manusia atau hewan, maka itu menjadi sedekah baginya”. (HR. Al-Bukhari).
Menjadi Rahmat Bagi Lingkungan
Pencemaran alam yang telah sampai pada tingkat kritis membuat para ahli lingkungan hidup nyaris berputus asa, akhirnya mereka menyerah pada agama. Maka muncullah para ulama umat Islam yang mengkaji pesan-pesan moral Islam terhadap lingkungan yang terangkum dalam Fiqh al-Bî’ah. Islam tidak hanya terbatas pada pembahasan klasik, berkutat pada pembahasan Thahârah (bersuci), Fiqh Ibadah dan lain sebagainya. Akan tetapi mulai mengkonsentrasikan diri pada pesan-pesan Islam terhadap pemeliharaan lingkungan. Dalam sebuah hadits Rasulullah S.a.w bersabda:
لاَ يَبُولَنَّ أَحَدُكُمْ فِى الْمَاءِ الدَّائِمِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ مِنْهُ
“Janganlah salah seorang kamu buang air kecil di air tergenang yang tidak mengalir”. (HR. Muslim).
Jika membuang limbah pribadi saja dilarang, maka bagaimana dengan limbah pabrik, kotoran kolektif yang merusak alam semesta.
Dalam Islam diajarkan bahwa ibadah shalat tidak sah jika tidak dalam keadaan suci, dan kesucian yang sempurna itu dilakukan dengan air. Bersuci tidak sempurna jika tidak dilakukan dengan air yang juga suci. Oleh sebab itu menjaga kesucian air merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Karena kesucian air terkait erat dengan ibadah yang dilakukan kaum muslimin setiap waktu. Dengan demikian maka menjaga semua sarana yang dapat mewujudkan air yang suci merupakan kewajiban setiap muslim, sama seperti kewajiban ibadah shalat itu sendiri. Karena shalat menjadi tidak sempurna tanpa air yang suci. Seirama dengan kaedah:
مَا لَا يَتِمُّ الْوَاجِبُ إلَّا بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
“Yang wajib menjadi tidak sempurna kecuali dengan keberadaannya, maka ia pun ikut menjadi wajib”.
Menjadi Rahmat Bagi Musuh
Tiga belas tahun lamanya Rasulullah S.a.w hidup dalam penindasan kaum musyrik Mekah. Siksaan fisik dan mental beliau rasakan dalam kurun waktu yang panjang tersebut. Tak hanya Rasulullah S.a.w, para pengikutnya ikut merasakan sakitnya penderitaan. Rasulullah S.a.w tidak mampu menolong mereka, suatu ketika Rasulullah Saw melewati rumah keluarga Yasir, beliau mendengar rintihan Yasir, ‘Ammar putranya dan Sumayyah istrinya akibat siksaan yang mereka alami. Saat itulah keluar ucapan Rasulullah S.a.w:
صبرا يا آل ياسر ، فإن موعدكم الجنة
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya kamu dijanjikan surga”. (HR. al-Hakim).
Bilal bin Rabah dijemur di panas terik, ditimpa dengan batu besar, diikut dengan tali dan berbagai macam siksaan lainnya.
Akhirnya kemenangan itu datang, pada tahun ke delapan Hijrah, Rasulullah S.a.w bersama sepuluh ribu pasukan memasuki kota Mekah yang dikenal dengan peristiwa Fathu Makkah (Pembebasan Kota Mekah). Terbayang di benak Sa’ad bin ‘Ubadah bahwa hari itu adalah hari pembalasan, maka ia katakan, “Ini adalah hari pembalasan”. Akan tetapi, apakah kiranya jawaban Rasulullah S.a.w mendengar ucapan itu, Beliau berkata:
يا أبا سفيان اليوم يوم المرحمة اليوم أعز الله فيه قريشاً
“Wahai Abu Sufyan, ini adalah hari kasih sayang. Hari ini Allah S.w.t memuliakan orang-orang Quraisy” . Padahal kita tahu bagaimana perlakuan Abu Sufyan dan orang-orang Quraisy terhadap Rasulullah S.a.w.
Katika Rasulullah S.a.w telah selesai menghancurkan patung-patung di sekeliling Ka’bah, beliau berpidato di hadapan penduduk Mekah. Di akhir khutbahnya Rasulullah S.a.w bertanya kepada penduduk Mekah:
« مَا تَرَوْنَ أَنِّى صَانِعٌ بِكُمْ؟ ».
قَالُوا : خَيْرًا أَخٌ كَرِيمٌ وَابْنُ أَخٍ كَرِيمٍ. قَالَ :« اذْهَبُوا فَأَنْتُمُ الطُّلَقَاءُ ».
“Menurut kamu, apa yang akan saya lakukan terhadap kamu?”. Mereka menjawab: “Perlakuan baik. (Engkau) saudara yang mulia dan anak dari seorang saudara yang mulia”. Rasulullah S.a.w berkata: “Pergilah kamu, maka kamu adalah orang-orang yang bebas”. (HR. Al-Baihaqi).
Terlihat rahmat yang dibawa Rasulullah S.a.w, meskipun itu terhadap para musuh yang amat sangat menyakiti Beliau. Demikian Rasulullah S.a.w memperlakukan musuh-musuhnya.
Berikut ini petikan khutbah Rasulullah S.a.w ketika melepas pasukan menuju Mu’tah:
اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فَقَاتِلُوا عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ بِالشَّامِ وَسَتَجِدُونَ فِيهِمْ رِجَالاً فِى الصَّوَامِعِ مُعْتَزِلِينَ مِنَ النَّاسِ فَلاَ تَعْرِضُوا لَهُمْ وَسَتَجِدُونَ آخَرِينَ لِلشَّيْطَانِ فِى رُءُوسِهِمْ مَفَاحِصُ فَافْلُقُوهَا بِالسُّيُوفِ وَلاَ تَقْتُلُوا امْرَأَةً وَلاَ صَغِيرًا ضَرَعًا وَلاَ كَبِيرًا فَانِيًا وَلاَ تَقْطَعُنَّ شَجَرَةً وَلاَ تَعْقِرُنَّ نَخْلاً وَلاَ تَهْدِمُوا بَيْتًا
“Berperanglah kamu dengan nama Allah. Perangilah musuh Allah dan musuh kamu di negeri Syam. Kamu akan mendapati diantara mereka orang-orang yang tinggal di tempat-tempat ibadah, mereka mengasingkan diri orang banyak. Maka janganlah kamu mengganggu mereka. Dan kamu akan mendapati orang-orang lain yang di kepala mereka ada sarang setan. Maka pecahkanlah dengan pedang-pedang. Janganlah kamu membunuh perempuan, jangan bunuh anak kecil menyusui, jangan bunuh orang tua renta, jangan potong pohon kayu, jangan tebang pohon kurma dan jangan hancurkan rumah”. (HR. Al-Baihaqi).
Jika etika perang seperti ini muncul di tengah masyarakat modern, tentulah itu tidak mengherankan, akan tetapi pesan-pesan Rasulullah S.a.w ini lahir di tengah masyarakat primitif yang membumihanguskan setiap negeri yang mereka kuasai tanpa menyisakan apa pun, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa.
Penutup
Jika pesan-pesan ini lahir dari seorang filusuf yang lahir dan besar di Yunani atau pemikir dari Romawi, tentulah itu tidak mengherankan, karena ia lahir sebagai produk dari lingkungan peradabannya. Akan tetapi pesan-pesan ini lahir dari mulut seorang Muhammad yang lahir di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang tidak mengenal peradaban. Tidak ada yang istimewa bagi sekuntum bunga mawar yang tumbuh di taman yang subur. Namun ketika padang sahara yang tandus mampu mengeluarkan setangakai mawar yang indah dan harum semerbak, di sanalah baru terjadi mukjizat.
Demikianlah halnya sosok Muhammad S.a.w, ia bukan produk lingkungannya, akan tetapi datang dari wahyu yang dikirimkan Allah S.w.t. Pesan-pesan moral Rasulullah S.a.w yang universal ini mesti dapat dinikmati alam semesta di zaman moderen ini. Warisan Rasulullah S.a.w tidak hanya dibaca dalam buku-buku sejarah dan buku ilmiah, akan tetapi dapat dilihat dalam sikap dan prilaku setiap muslim sebagai aktualisasi Islam dalam keseharian, hingga muncul sosok-sosok al-Qur’an berjalan seperti yang pernah dilakukan Rasulullah S.a.w beberapa abad silam.
~ H. Abdul Somad, Lc, MA ~
Diteruskan dari sumber: somadmorocco.blogspot.co.id
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَاَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
EmoticonEmoticon